Stasiun Bumi Jatiluhur dan Indosat
Rencana pembangunan Stasiun Bumi Jatiluhur diumumkan pada 14 Maret 1968, sebagai dukungan AID pertama terhadap penanaman modal swasta Amerika Serikat yang besar di Indonesia.
”Selamat pagi, Bapak Presiden. Di sini Dubes Soedjatmoko.”
”Selamat pagi.”
”Di sini malam, Pak.”
”Jam berapa di situ?”
”Jam 01.05 malam, Pak.”
Percakapan melalui sambungan telepon internasional itu berlangsung antara Presiden Suharto dan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Soedjatmoko, menandai peresmian Satelit Bumi Jatiluhur, 29 September 1969. Presiden juga berbicara dengan dubes RI di Jepang dan Inggris.
Stasiun bumi atau Hub VSAT yang terletak sekitar 1 kilometer sebelah barat Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, itu adalah yang pertama di Indonesia. Dibangun selama setahun, proyek itu menggunakan dana pinjaman dari AID (Agency for International Development, sekarang USAID) sebesar 7 juta dollar AS.
Rencana pembangunannya diumumkan pada 14 Maret 1968, sebagai dukungan AID pertama terhadap penanaman modal swasta AS yang besar di Indonesia (Kompas, 16 Maret 1968). Pada 14 Juni 1968, perusahaan telekomunikasi multinasional AS, International Telephone and Telegraph Corporation (ITT) mengumumkan dari New Jersey, AS, bahwa sebuah stasiun satelit komunikasi sedang dibangun di kota itu untuk terhubung dengan stasiun penerima darat di Jatiluhur (Kompas, 15 Juni 1968).
Stasiun Bumi Jatiluhur diopersikan oleh PT Indonesian Satellite Corporation (Indosat). Sebagai bagian dari jaringan International Telecommunications Satellite Organization (ITSO atau Intelsat), Indosat memiliki akses jaringan internasional atau jasa sambungan langsung internasional (SLI) dengan kode 001.
Didirikan 10 November 1967, semula Indosat berstatus perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA). Pendirinya adalah American Cable & Radio Corporation, anak perusahaan ITT. Bisnis intinya, menyediakan jasa telekomunikasi internasional melalui telepon, teleks, telegram, komunikasi data paket, faksimili, dan jasa Inmarsat untuk sistem komunikasi bergerak global. Statusnya berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak 1980, setelah ITT menjual Indosat kepada Pemerintah Indonesia seharga 43,8 juta dollar AS.
Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, akhir 2002, saham Indosat yang dimiliki pemerintah sebesar 41,49 persen dilepas kepada Singapore Technologies Telemedia (ST Telemedia). Dengan demikian, Indosat kembali menjadi PMA.
Divestasi (pelepasan kepemilikan saham) pemerintah di Indosat ketika itu menimbulkan kontroversi. Bahkan memicu perseteruan antara Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais. Mereka saling gugat, somasi, dan saling mendesakkan permintaan maaf atas pernyataan masing-masing.
Dalam suatu kesempatan, Amien mengungkapkan, kritik yang ia lancarkan terhadap kebijakan pemerintah mengenai BUMN itu, karena kondisinya sudah sangat membahayakan bagi bangsa Indonesia. Hal itu, kata Amien, mungkin dianggap menghina Menteri Negara BUMN yang kemudian mengajukan somasi.
Amien yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional menolak meminta maaf kepada Laksamana, sebagaimana diminta Laksamana dalam somasi. Amien justru meminta agar Laksamana meminta maaf kepada bangsa Indonesia atas kebijakannya menjual aset BUMN. Amien mengatakan, siapa pun yang secara serampangan menjual aset nasional kepada pihak luar-apalagi pihak luar diberi hak menguasai saham mayoritas-maka orang tersebut telah melakukan ultimate crime against the nation (kejahatan puncak terhadap bangsa). Hal itu dinilai dapat menimbulkan bahaya bagi masa depan bangsa (Kompas, 27 Desember 2002).
Saling gugat antara Amien dan Laksamana tidak sampai ke pengadilan, namun wartawan Kompas yang menulis berita di atas sempat dimintai keterangan sebagai saksi di Polda Metro Jaya. Polisi menyita block note yang digunakan Kompas mencatat keterangan pers Amien Rais di Hotel Indonesia.
Pertengahan 2008, ST Telemedia menjual seluruh sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom QSC (Qtel, sekarang Ooredoo). Indosat kemudian berubah menjadi Indosat Ooredoo dan hingga kini masih memanfaatkan Stasiun Bumi Jatiluhur sebagai pusat pengendali satelit melalui fasilitas yang dimiliki di Gedung Satelit Palapa.
Dalam debat calon presiden, 22 Juni 2014, Joko Widodo menyatakan niatnya untuk membeli kembali saham Indosat jika terpilih sebagai presiden. (LAM)