Facebook, Twitter, Google, Microsoft Bergabung Lawan Penipuan dan Misinformasi Covid-19
›
Facebook, Twitter, Google,...
Iklan
Facebook, Twitter, Google, Microsoft Bergabung Lawan Penipuan dan Misinformasi Covid-19
Facebook, Google, Microsoft, Twitter, dan Youtube bekerja sama melawan penyebaran misinformasi Covid-19. Namun, cara melawan hoaks paling utama adalah informasi yang transparan dan komprehensif dari pemerintah.
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni
·4 menit baca
Raksasa teknologi dan media sosial bersepakat bekerja sama untuk melawan penyebaran misinformasi dan penipuan yang memanfaatkan momentum pandemi Covid-19. Facebook, Google, Linkedin, Microsoft, Reddit, Twitter, dan Youtube juga sepaham untuk mengutamakan penyebaran konten-konten otoritatif di platform masing-masing.
Para perusahaan tersebut pada Selasa (17/3/2020) pagi WIB mengeluarkan pernyataan bersama untuk pertama kalinya mengenai upaya penanggulangan penipuan dan minsinformasi terkait Covid-19 di media sosial.
”Kami akan mengutamakan konten otoritatif dalam platform kami dan juga saling berbagi informasi dalam koordinasi dengan otoritas kesehatan pemerintah di seluruh dunia,” demikian pernyataan bersama yang disampaikan Head of Health Facebook Kang-Xing Jin melalui laman resmi Facebook pada Selasa pagi waktu Indonesia atau Senin petang waktu setempat.
Pernyataan serupa juga disampaikan melalui akun Twitter resmi Microsoft, @Microsoft, pada Selasa pukul 07.00 WIB.
Dalam pernyataan tersebut, mereka juga mengundang perusahaan-perusahaan lain untuk turut bekerja sama dalam rangka menjaga kesehatan dan keamanan masyarakat.
Setelah pertemuan Gedung Putih
Pernyataan bersama ini dikeluarkan sepekan setelah pertemuan telekonferensi sejumlah perusahaan teknologi Amerika Serikat dengan Pemerintah AS.
Telekonferensi yang berlangsung pada Rabu (11/3/2020) ini dipimpin oleh Chief Technology Officer AS Michael Kratsios dan juga diikuti oleh Amazon dan Apple selain sejumlah perusahaan lainnya.
Kami akan mengutamakan konten otoritatif dalam platform kami dan juga saling berbagi informasi dalam koordinasi dengan otoritas kesehatan pemerintah di seluruh dunia.
Dalam telekonferensi itu, Washington Post melaporkan, Pemerintah AS meminta para raksasa teknologi tersebut untuk berkoordinasi untuk menghentikan penyebaran hoaks terkait Covid-19. AS meminta para perusahaan teknologi ini saling bertukar informasi mengenai sebuah hoaks sebelum informasi tersebut viral.
Skema teknis bentuk kerja sama ini tidak dijelaskan secara spesifik, tetapi platform media sosial tersebut telah mengambil sejumlah kebijakan yang serupa dalam upaya penanggulangan misinformasi dan penipuan terkait Covid-19.
Facebook sejak awal Maret 2020 telah memulai kebijakan untuk melarang pemasangan iklan yang mengeksploitasi kepanikan masyarakat akibat Covid-19. Platform berjejaring ini juga melarang pemasaran produk yang menjanjikan penyembuhan Covid-19 yang tidak berdasarkan pada ilmu medis.
Langkah media sosial
Langkah pelarangan promosi serupa juga telah diambil oleh Twitter. Selain itu, Twitter juga memperbolehkan instansi pemerintahan untuk memasang iklan yang berkaitan dengan Covid-19.
Twitter juga telah bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ataupun otoritas kesehatan di banyak negara untuk mempermudah akses pengguna terhadap informasi otoritatif.
Di Indonesia, apabila pengguna melakukan pencarian menggunakan kata kunci yang terkait dengan virus korona ataupun wabah Covid-19, Twitter akan menunjukkan tautan menuju situs resmi ataupun akun Twitter resmi Kementerian Kesehatan.
CEO Google Sundar Pichai, Minggu (15/3/2020), mengatakan, Youtube akan terus melakukan take down terhadap video yang berisi misinformasi yang tidak akurat secara medis. Sejak akhir Januari 2020, Pichai mengklaim pihaknya telah menutup ribuan video yang berpotensi memberikan informasi palsu.
Pichai juga menegaskan bahwa Play Store melarang aplikasi Android yang bertujuan mengeksploitasi peristiwa tragis seperti bencana alam ataupun wabah penyakit.
”Sejak akhir Januari, Google Ads telah memblokir iklan yang bertujuan mengapitalisasi penyebaran virus korona,” kata Pichai.
Sejak merebaknya Covid-19 ke seluruh dunia, masyarakat terus mencari informasi mengenai wabah ini. Google mencatat ada peningkatan pencarian yang terkait dengan virus korona meningkat 260 persen selama Februari–Maret 2020.
Pemenuhan informasi
Pencarian melalui Google ini juga menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan masyarakat yang tinggi terhadap peluang penularan wabah ini kepada dirinya.
Pakar komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, mengatakan, masyarakat yang cemas dan khawatir akan terus membutuhkan kepastian informasi.
Dalam kondisi ini, apabila kebutuhan informasi tidak terpenuhi dengan keterangan yang jelas, masyarakat akan menerima seluruh informasi—baik itu akurat maupun melenceng.
”Informasi yang tidak berkualitas akan dikonsumsi; yang penting menenangkan diri,” kata Firman.
Menurut Firman, apabila melihat tingkat penularan yang sangat cepat, setiap orang akan merasa peluangnya untuk tertular itu tinggi. Dalam kondisi tersebut, masyarakat sangat haus akan informasi mengenai Covid-19.
Untuk itu, Firman meminta pemerintah untuk menyampaikan informasi dengan lebih transparan dan komprehensif, seperti menyampaikan kondisi rumah sakit, kesiapan fasilitas, dan tenaga medis di Indonesia.
”Informasi itulah yang menenangkan masyarakat sehingga mereka tidak mengonsumsi hoaks,” kata Firman.