Indeks Global Menukik
Langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menurunkan suku bunga ke nol persen tidak mengurangi kekhawatiran investor. Indeks-indeks saham bursa global anjlok.
Langkah Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, menurunkan suku bunga ke nol persen tidak mengurangi kekhawatiran investor. Indeks-indeks saham bursa global anjlok.
WASHINGTON, SENIN —Bursa saham New York Stock Exchange (NYSE) langsung menghentikan perdagangan saham untuk sementara selama 15 menit pada awal perdagangannya, Senin (16/3/ 2020). Penghentian dilakukan setelah indeks Standard & Poor’s amblas lebih dari 7 persen ketika pasar dibuka.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 9,71 persen ke level 2.250,46 ketika perdagangan dihentikan. Indeks S&P menukik 8,14 persen ke level 2.490,47, sementara Indeks NASDAQ merosot 6,12 persen ke level 7.392,73. Ketika perdagangan dibuka lagi, Indeks DJIA semakin menukik menembus 12 persen, sedangkan Indeks S&P500 dan NASDAQ masing-masing turun 11 persen. Indeks bursa saham di Eropa dan Asia juga melemah tajam. Indeks STOXX Eropa anjlok 9,1 persen setelah Indeks MSCI di Asia Pasifik di luar Jepang turun 6,5 persen. Indeks bursa saham Jepang melemah 2,5 persen.
Harga minyak juga turun menembus 10 persen yang mengakibatkan harganya kembali di bawah level 30 dollar AS per barel. Harga minyak mentah jenis Brent melemah 12 persen ke level 29,66 dollar AS per barel. Adapun harga minyak jenis WTI turun 9 persen ke level 28,63 dollar AS per barel.
Indeks-indeks saham dan harga minyak yang turun menjadi gambaran kekhawatiran investor dan pelaku pasar atas prospek perekonomian mendatang. Langkah Bank Sentral AS memangkas suku bunga ke level nol persen—dua kali pemangkasan dalam waktu dua pekan terakhir—tidak mampu menahan aksi-aksi jual mereka.
Bank Sentral AS (The Fed) memangkas suku bunga jangka pendek ke kisaran target 0-0,25 persen. The Fed juga menyatakan akan membeli surat utang dan surat berharga senilai 700 miliar dollar AS dalam beberapa pekan mendatang.
The Fed bergabung dengan bank-bank sentral di dunia dalam upaya memastikan ketersediaan likuiditas di pasar keuangan. Langkah yang diambil The Fed ini merupakan langkah dramatis dalam dua pekan terakhir. Hal ini menggambarkan kedalaman ancaman ekonomi akibat merebaknya Covid-19. Ancaman lainnya akibat wabah itu meluas, mulai dari tutupnya bisnis hingga hilangnya lapangan kerja.
The Fed mendorong perbankan untuk memanfaatkan triliunan dollar AS dalam ekuitas dan aset lancar yang dibangun sebagai penyangga modal sejak krisis keuangan tahun 2008. Hal itu bertujuan mendukung perusahaan dan warga yang hidupnya telah terdampak langsung ataupun tak langsung oleh wabah Covid-19. ”Efek dari virus korona akan membebani aktivitas ekonomi dalam waktu dekat dan menimbulkan risiko bagi prospek ekonomi,” demikian pernyataan tertulis The Fed.
Covid-19 sejauh ini telah menyebar di seluruh AS, mulai dari Washington hingga California dan New York. Sekolah-sekolah ditutup, demikian juga aneka kegiatan dan tempat bisnis. Untuk membatasi interaksi sosial sementara waktu, aneka kegiatan massa juga dihentikan. Pakar penyakit menular AS, Anthony Fauci, memperingatkan bahwa pekan ini kondisinya kemungkinan bakal kian buruk.
Kolaborasi bank sentral
Sementara itu, bank-bank sentral sejumlah negara berkoordinasi untuk membuat kebijakan moneter yang bisa meringankan dampak ekonomi gara-gara wabah Covid-19. Menurut Gubernur The Fed Jerome Powell, bank sentral sejumlah negara berusaha memastikan pasar keuangan global tetap berfungsi dan mengurangi dampak parah yang dialami masyarakat dan perusahaan.
”Kami akan menggunakan perangkat yang dibutuhkan,” ujar Powell seraya menekankan pembelian obligasi berpeluang untuk terus ditingkatkan.
Sejumlah bank di AS juga akan menghentikan pembelian kembali saham dan aneka produk keuangan yang pernah mereka terbitkan. Dengan demikian, bank-bank itu mempunyai cukup dana untuk bisa memberi kredit bagi perorangan, UKM, atau pihak-pihak lain yang terdampak wabah.
Bank Sentral Jepang (BoJ) mengumumkan pengenduran kebijakan moneter dengan menambah pembelian aset-aset berisiko, seperti kontrak investasi kolektif (KIK) atau exchange traded-fund (ETF). BoJ menyiapkan 112,6 miliar dollar AS untuk menopang pasar lewat pembelian KIK dan obligasi lain. Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda menyebutkan, kebijakan itu bertujuan untuk mencegah pasar agar tidak membeku dan agar perusahaan tetap mempunyai akses pendanaan.
Dari Beijing dilaporkan, Covid-19 menekan sangat kuat ekonomi negeri itu. Hasil industri China dilaporkan terkontraksi pada laju paling tajam dalam 30 tahun dalam dua bulan pertama tahun ini. Penyebaran Covid-19 yang berlangsung cepat dan tindakan pengekangan ketat telah sangat mengganggu ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Investasi di perkotaan dan penjualan ritel juga turun tajam untuk pertama kalinya. Hal itu memperkuat pandangan bahwa wabah Covid-19 mungkin telah memotong setengah pertumbuhan ekonomi China pada triwulan pertama tahun ini.
Hasil industri China turun jauh lebih dari yang diperkirakan, yakni di level 13,5 persen pada Januari-Februari dari periode yang sama tahun sebelumnya. Ini adalah data terendah sejak Januari 1990. Capaian itu anjlok dari capaian Desember tahun lalu, saat terjadi kenaikan 6,9 persen.
Berdasarkan data Biro Statistik Nasional (NBS) China, penjualan ritel menyusut 20,5 persen secara tahunan. Data itu anjlok dari catatan kenaikan 8 persen pada bulan Desember karena konsumen takut virus dan menjauhi keramaian, seperti pusat perbelanjaan, restoran, dan bioskop.
(AP/AFP/REUTERS/RAZ/BEN)