Khawatirkan Pasokan Makanan, Warga Singapura Serbu Pusat Perbelanjaan
›
Khawatirkan Pasokan Makanan,...
Iklan
Khawatirkan Pasokan Makanan, Warga Singapura Serbu Pusat Perbelanjaan
Warga Singapura bergegas menyerbu pusat-pusat perbelanjaan untuk membeli makanan dan bahan makanan. Mereka khawatir pasokan makanan ke negeri itu dari Malaysia terganggu oleh rencana penutupan wilayah negeri jiran itu.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
SINGAPURA, SELASA — Warga Singapura bergegas menyerbu pusat-pusat perbelanjaan untuk membeli makanan dan bahan makanan, Selasa (17/3/2020), karena khawatir pasokan makanan ke negeri itu terganggu. Di tengah persiapan pemberlakuan aturan penutupan aktivitas (lockdown) di seluruh wilayah Malaysia, Pemerintah Singapura berupaya menenangkan warganya dengan memastikan keamanan pasokan makanan.
Malaysia adalah sumber utama bahan pokok bagi Singapura, negara yang mengimpor lebih dari 90 persen bahan makanannya. Puluhan ribu warga Malaysia juga pulang-pergi setiap hari ke Singapura untuk bekerja. Mereka bekerja dalam aneka bisnis, mulai dari restoran hingga manufaktur semikonduktor.
Kekhawatiran terkait pasokan bahan makanan di Singapura menyeruak setelah Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin pada Senin mengumumkan rencana penutupan wilayah Malaysia, termasuk perbatasannya, mulai Rabu (18/3/2020).
Untuk masa waktu dua pekan setelah Rabu besok, otoritas Malaysia akan membatasi pergerakan warga secara internal, menutup sekolah, universitas, dan sebagian besar bisnis. Kebijakan penutupan itu diambil setelah jumlah kasus Covid-19 di Malaysia naik menjadi 553 kasus, jumlah kasus tertinggi di Asia Tenggara hingga awal pekan ini.
”Siapa yang tahu berapa lama penutupan ini akan berlangsung?” kata seorang warga pensiunan berusia 70 tahun di sebuah pusat perbelanjaan di Singapura. Ia tampak sedang mengisi troli supermarketnya dengan paket mi.
”Kita harus menyimpan sampai batas tertentu, tetapi apa gunanya menimbun barang. Tidak ada gunanya bagi semua orang untuk panik membeli.”
Antrean panjang mulai terbentuk di beberapa toko di Singapura pada Selasa pagi. Kondisi itu mengingatkan pada kondisi serupa sebulan lalu. Kala itu warga negara tersebut juga menyerbu pusat-pusat perbelanjaan bahan makanan serta makanan dan minuman setelah Pemerintah Singapura menaikkan status kewaspadaan negara itu terhadap wabah Covid-19.
Namun, kondisi saat ini relatif berbeda dengan sebulan lalu, khususnya terkait wabah Covid-19 dan respons Malaysia atas hal itu. Singapura sejauh ini melaporkan infeksi 243 kasus Covid-19 tanpa kematian.
Jaringan supermarket Fairprice, misalnya, mulai menerapkan batasan pembelian untuk barang-barang penting, seperti kertas toilet, mi, beras, dan telur.
Seorang pembelanja di pasar lain mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa stok ayam dan babi telah habis, sedangkan harga beberapa sayuran telah melonjak. Respons pun langsung ditunjukkan para pemilik gerai bahan makanan serta makanan-minuman.
Jaringan pusat perbelanjaan Fairprice, misalnya, mulai menerapkan batasan pembelian untuk barang-barang penting, seperti kertas toilet, mi, beras, dan telur.
Ketersediaan pasokan
Menteri Perdagangan dan Industri Singapura Chan Chun Sing menyatakan, Singapura memiliki cadangan protein dan sayuran selama lebih dari dua bulan dengan konsumsi normal. Stok mi dan beras juga dikatakan cukup untuk waktu tiga bulan mendatang.
”Kami memiliki rencana untuk mengelola kontingensi ini dengan mengombinasikan penyimpanan, membangun kapasitas produksi domestik kami, dan mendiversifikasi sumber pasokan kami ke banyak negara,” kata Chan.
”Meskipun kita mungkin harus melakukan beberapa penyesuaian pada pilihan kita, kita memiliki persediaan makanan yang cukup untuk semua warga Singapura, selama kita sendiri membeli secara bertanggung jawab.”
Para pedagang pasar mengakui adanya lonjakan permintaan dari konsumen. Salah satu penjual ayam, Win Hong, mengatakan bakal menambah waktu pengoperasian gerainya karena permintaan yang luar biasa tinggi.
Anwar, penjual ikan, yang biasa pulang-pergi ke Singapura dari Malaysia setiap hari, mengatakan, penjualannya melesat hingga 70 persen. Namun, dia tidak yakin, apakah dirinya bisa kembali bekerja seperti biasa mulai Rabu pekan ini.
Malaysia dan Singapura, yang berpisah pada 1965 setelah persatuan singkat pasca-kemerdekaan dari Inggris, memiliki hubungan ekonomi yang erat. Sekitar 300.000 orang per hari bergerak melalui dua pos pemeriksaan darat dan melewati selat di antara kedua negara.
Beberapa pelaku bisnis di Singapura sedang menyusun rencana untuk memastikan sejumlah staf yang berasal dari Malaysia agar tetap berada di Singapura selama kebijakan penutupan di Malaysia diberlakukan. (REUTERS)