Hadapi Covid-19, Pemerintah Bisa Manfaatkan Fasilitas Swasta
›
Hadapi Covid-19, Pemerintah...
Iklan
Hadapi Covid-19, Pemerintah Bisa Manfaatkan Fasilitas Swasta
Untuk memanfaatkan fasilitas swasta, Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan dapat digunakan sebagai dasar hukum. Namun, ada prosedur yang harus dilalui. Aturan turunan harus dituntaskan dulu.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memiliki legitimasi untuk menggerakkan fasilitas-fasilitas swasta yang dianggap bisa mendukung proses penanganan Covid-19. Pengerahan ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan.
”Memang di Pasal 4 disebutkan tentang wabah yang merupakan pandemi,” kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Tubagus Hasanuddin, Rabu (18/3/2020).
Tubagus mengatakan, wabah yang dimaksudkan dalam UU No 23/2019 ini sebagai ancaman terhadap pertahanan negara definisinya fleksibel, yaitu bisa berupa ancaman militer atau ancaman nonmiliter. Dalam konteks saat ini, ancaman pandemi Covid-19 adalah ancaman nonmiliter.
”Karena itu, UU ini bisa menjadi dasar pemerintah menggunakan fasilitas swasta untuk membantu menangani Covid-19,” katanya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Pertahanan Totok Sugiharto mengatakan, UU No 23/2019 memang bisa menjadi dasar legitimasi penggunaan fasilitas-fasilitas swasta seperti hotel dan rumah sakit, bahkan paramedis. Akan tetapi, ada beberapa prosedur yang harus dilalui seperti harus lewat sosialisasi. Problem lainnya, karena UU ini baru disahkan akhir 2019, implementasinya harus ada peraturan pemerintah.
Dalam UU No 23/2019 dijelaskan tentang sumber daya buatan dan sarana-prasarana nasional. Pasal 18 menyebutkan komponen pendukung bisa digunakan untuk menghadapi ancaman militer dan nonmiliter serta hibrida keduanya. Kementerian terkait akan menangani fasilitas swasta tersebut.
Misalnya, penggunaan hotel-hotel atau bangunan yang kosong untuk kebutuhan darurat ruang isolasi pasien yang diduga terinfeksi Covid-19 bisa dilakukan. Sesuai Pasal 23, penggunaan fasilitas swasta itu tidak menghilangkan hak kepemilikan dan pengelolaan.
Akan tetapi, Tubagus memberikan catatan bahwa sampai saat ini peraturan pemerintah yang mengatur implementasi UU PSDN itu belum ada. Kalau peraturan pemerintah sudah ada, Satuan Tugas Penanggulangan Covid-19 bisa menggunakannya sebagai dasar hukum.
”Ini ada di Pasal 56 bahwa penetapannya harus lewat peraturan pemerintah,” kata Tubagus.
Ia juga menekankan perlunya duduk bersama untuk membicarakan penggunaan fasilitas swasta ini karena terkait bisnis individu. Selain itu, urusan teknisnya tidak mudah, misalnya mengubah layanan hotel menjadi layanan rumah sakit.
Anggota Komisi I DPR ,Charles Honoris, juga mengatakan bahwa praktiknya pemerintah tidak bisa langsung menunjuk.
Pertama, harus dipastikan apakah sumber daya buatan yang akan digunakan itu telah melewati tahapan-tahapan dan mekanisme penetapan oleh pemerintah. Selain itu, penggunaannya hanya bisa lewat pernyataan mobilisasi oleh presiden.
Grafik Covid-19
Sementara itu, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Haryo Aswicahyono, mengatakan, berdasarkan perbandingan dari sejumlah negara yang juga menghadapi problem Covid-19, kecepatan menurunkan jumlah penderita Covid-19 sangat tergantung pada langkah-langkah penanggulangan oleh negara.
Haryo membuat grafik yang membandingkan kurva jumlah kasus Covid-19 di sejumlah negara dengan basis kasus pertama. Ia mengatakan, ada dua negara yang mendatarnya cepat yang berarti jumlah kasus baru berkurang penambahannya dibandingkan dengan di waktu-waktu awal kasus pertama ditemukan. Hal ini terjadi di Korea Selatan dan Singapura.
Adapun di Italia dan Iran grafiknya mendatar lebih lama yang artinya wabah berlangsung lebih lama. ”Negara-negara Eropa umumnya lama melandainya, sedangkan Asia Timur seperti Taiwan, China, dan Singapura cepat,” katanya.
Untuk Indonesia, Haryo mengatakan, kalau melihat sikap pemerintah yang tidak transparan, ditambah lagi simpang siurnya kebijakan pemerintah, besar kemungkinan jumlah penderita akan terus meningkat. Ia memperkirakan, peningkatan tajam akan terjadi dan butuh waktu untuk melandai. ”Tergantung memang bagaimana kinerja pemerintah,” kata Haryo.
Grafik yang dibuat Haryo berdasarkan perkembangan data WHO sebagaimana disampaikan dalam https://ourworldindata.org/coronavirus menunjukkan bahwa hasil akhir dari wabah tersebut tergantung respons masing-masing pemerintah. ”Data untuk Indonesia sampai tanggal 17 Maret. Untuk negara-negara lain berbeda-beda karena, kan, basisnya kasus pertama, bukan tanggal,” tambahnya.