Harga Minyak 25 Dollar AS Per Barel, Perlukah Harga BBM Diturunkan?
›
Harga Minyak 25 Dollar AS Per ...
Iklan
Harga Minyak 25 Dollar AS Per Barel, Perlukah Harga BBM Diturunkan?
Harga minyak dunia kian jatuh di level 25 dollar AS per barel. Pemerintah mesti mengkaji ulang untuk mendapat manfaat dari peristiwa ini.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga minyak mentah dunia jenis Brent kian merosot dan menyentuh level 25 dollar AS per barel. Bahkan, minyak mentah jenis WTI, mengutip Bloomberg, sudah ada di level 22 dollar AS per barel. Namun, pada saat yang sama, posisi rupiah kian melemah mendekati Rp 16.000 per dollar AS.
Pengajar di Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, situasi harga minyak dunia saat ini bisa dijadikan landasan pemerintah untuk mengambil kebijakan energi di dalam negeri dan kebijakan ekonomi dalam skala lebih luas. Dalam jangka pendek, pemerintah bisa menurunkan harga jual bahan bakar minyak dan memperbanyak stok minyak mentah.
”Tetapi lantaran rupiah turut terdepresiasi terhadap dollar AS, bisa jadi dampak positif turunnya harga minyak dunia terasa kurang maksimal bagi Indonesia,” ujar Pri Agung, Kamis (19/3/2020), di Jakarta.
Awal tahun ini, harga minyak mentah masih ada di level 65 dollar AS per barel. Selain itu, posisi rupiah ada di level Rp 13.500 per dollar AS. Sejak saat itu, harga minyak terus menurun. Penurunan itu seiring kian merebaknya wabah Covid-19 hampir di seluruh dunia dan kebijakan penambahan produksi minyak oleh negara anggota OPEC yang dipimpin Arab Saudi.
Sejak harga minyak merosot di awal tahun, Pertamina merespons dengan menurunkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis pertamax. Tercatat sebanyak dua kali Pertamina menurunkan harga jual BBM jenis pertamax (gasoline) dan pertadex (gasoil).
Per 5 Januari, harga pertamax turun dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 9.200 per liter. Harga kembali turun menjadi Rp 9.000 per liter sejak 1 Februari lalu.
Pemerintah mesti mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan menurunkan harga BBM.
Hanya saja, kata Pri Agung, pemerintah mesti mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan menurunkan harga BBM. Pasalnya, wabah Covid-19 turut memengaruhi kondisi ekonomi makro di Indonesia.
Penurunan harga BBM menjadi kurang bermakna saat mobilitas warga dan perekonomian lesu lantaran wabah Covid-19. ”Jadi, masih perlu dikaji lagi secara seksama (untuk menurunkan harga BBM). Bisa juga peristiwa ini dimanfaatkan untuk keluar dari belenggu subsidi BBM dengan catatan pelaksanaannya harus konsisten,” kata Pri Agung.
Sebelumnya, dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/3/2020), Presiden Joko Widodo meminta jajarannya menghitung ulang dampak penurunan harga minyak dunia. Dampak tersebut dikaitkan dengan harga BBM, baik yang subsidi maupun nonsubsidi, terhadap perekonomian nasional.
”Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat dan juga harus bisa memanfaatkan momentum dan peluang dari penurunan harga minyak tersebut bagi perekonomian nasional,” kata Presiden.
Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat dan juga harus bisa memanfaatkan momentum dan peluang dari penurunan harga minyak tersebut bagi perekonomian nasional.
Sekretais Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial mengatakan, berdasarkan aturan yang ada, harga jual BBM untuk jenis premium dan solar bersubsidi dapat dievaluasi setiap tiga bulan. Pemerintah belum sampai pada keputusan apakah akan menurunkan harga jual atau tidak. Pemerintah akan mencermati perkembangan lebih lanjut.
”Intinya, kami ada dalam posisi untuk melindungi daya beli masyarakat terlebih dahulu dan mempertimbangkan kelangsungan dunia usaha. Pelan-pelan kita amati dulu (perkembangan harga minyak),” ujar Ego.