Kamilus Tupen Jumat Menyebar Semangat Bertani di Lahan Tandus Adonara
›
Kamilus Tupen Jumat Menyebar...
Iklan
Kamilus Tupen Jumat Menyebar Semangat Bertani di Lahan Tandus Adonara
Seperti melawan kemustahilan, Kamilus menyulap areal tandus di Pulau Adonara menjadi lahan subur. Kini, cara bertaninya ditiru banyak petani lainnya.
Oleh
Frans Pati Herin
·5 menit baca
Derap langkah sepatu bot mendekat dari dalam rimbunan jagung yang tegak menghijau di antara hamparan batu. Langkah tegas itu milik Kamilus Tupen Jumat (56). Seperti melawan kemustahilan, ia menyulap areal tandus menjadi lahan subur, membuat banyak orang terinspirasi. Saat musim panen, kebun dikelolah bak toko swalayan demi menghadirkan pengalaman memetik jagung bagi pembeli.
Kebun jagung milik Kamilus ada di pelosok Desa Honihama di kaki gunung api Ile Boleng, Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur. Dari Larantuka, ibu Kota Kabupaten Flores Timur, desa itu bisa dijangkau dengan menumpang perahu menyeberangi selat berarus kencang sekitar 15 menit menuju Pulau Adonara. Perjalanan dilanjutkan lewat jalur darat sekitar 45 kilometer menggunakan sepeda motor.
Kebun Kamilus terletak di pinggir desa. Kebun itu ditanami jagung yang tumbuh subur di atas hamparan batu muntahan Ile Boleng yang meletak ratusan tahun silam. Sebelumnya, lahan tandus itu hanya menjadi habitat alang-alang. Kamilus mengolahnya sejak 2004 dan menyulap tanah tandus itu menjadi gembur. Caranya dengan menumpuk batang jagung musim panen sebelumnya agar menjadi humus di dalam areal tanam. "Di sini tidak boleh bakar," ujarnya.
asupan humus membuat kebun jagung milik Kamilus berbeda dengan kebun jabung di banyak tempat di Pulau Adonara. Sama-sama tumbuh di lahan kering dengan curah hujan rendah, tanaman di tempat seringkai mati sebelum panen. Panas terik menghujam diselingi sesekali hujan ringan menyebabkan sebagian tanaman tadah hujan di Pulau Adonara mengalami puso. Meski begitu, jagung milik Kamilus tumbuh normal. "Humus membantu asupan (untuk tanaman)," ujarnya.
Saat ditemui Rabu (26/2/2020), ia tampak santai menghitung hari menuju masa panen. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ia menyiapkan perlengkapan menyambut pembeli yang datang dari sejumlah desa di Pulau Adonara maupun Pulau Flores. Di kebun itu, pembeli diberi kebebasan memetik buah jagung sesuai keinginan. Masuk areal kebun, mereka diberi keranjang belanja yang terbuat dari anyaman daun kelapa atau lontar.
Selesai memetik, mereka menuju tempat pembayaran. Para pembeli kebanyakan kalangan milenial. "Di sini mereka merasakan pengalaman bagaimana memilih jagung berisi dan bagaimana memetiknya. Pesannya adalah agar mereka lebih dekat dengan pertanian. Selama ini, pendidikan kita selalu mengajarkan orang untuk menjauhi tanah, menjauhi yang kotor-kotor. Kita lebih senang jadi pegawai kantoran," ujarnya.
Kembali ke desa
Dengan cara itu, ia ingin mengajak kaum milenial untuk mencintai pertanian yang menjadi sektor penghasil pangan bagi umat manusia. Ia mengajak orang-orang untuk kembali ke desa sebagaimana yang dia lakukan 20 tahun silam. Ia sendiri mulai balik ke desa tahun 2000, meninggalkan kenyamanan di Malaysia. Memimpin salah satu perusahaan ekspor impor sebagai pencapaian tertinggi pun ia lepas.
Kamilus kembali ke kampung halaman menjadi petani. Ia lalu menghimpun 70 petani di desa itu ke dalam kelompok untuk bergotong royong membersihkan kebun. Dalam budaya Lamaholot yang dianut masyarakat Flores Timur dan sebagian warga Lembata, gotong royong itu disebut gemohing. Dalam kelompok gemohing, setiap anggota membantu anggota yang lain dengan tenaga secara bergilir.
Masih dalam semangat gemohing, Kamilus menambahkan satu bagian lagi, yakni upah imbang kerja yang dibayar tuan kebun usai bekerja. Setiap anggota kelompok wajib memiliki kebun. Jika giliran kebun miliknya dibersihkan, ia harus membayar upah. Upah dalam dua kategori, yakni mandor sebesar Rp 6.000 per jam dan buruh Rp 5.000 per jam. "Setiap anggota kelompok akan mendapat giliran sebagai mandor dan buruh," ujarnya.
Kelompok tani itu juga sekaligus menjadi usaha simpan pinjam dengan modal awal Rp 7 juta yang berasal dari urunan anggota. Tuan kebun yang tidak memiliki uang untuk membayar upah mandor dan buruh dapat meminjam dari kas kelompok. Sistem yang diterapkan Kamilus itu kemudian ditiru di banyak tempat. Anggota kelompok yang awalnya 70 orang terus bertambah menjadi 300 orang. Kebanyakan mereka sudah mandiri.
Kelompok yang bernama Kelompok Tani Lewowerang itu menginsipirasi banyak orang, termasuk orang Jakarta yang datang ke sana. Bahkan, ada juga yang melakukan penelitian mengenai semangat gemohing yang menjadi kekuatan petani dalam membangun ketahanan pangan. Pada 13 Oktober 2013, Kamilus bersama Kelompok Tani Lewowerang menerima penghargaan Kusala Swadaya dari Kementerian Perdagangan.
Motivator
Kamilus memiliki dua kebun berdekatan, di Bayolewung seluas 0,5 hektar sedangkan di Kudawani seluas 1,5 hektar. Hasil olahan di dua kebun itu cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam satu tahun, ia punya waktu dua bulan mempersiapkan lahan dan empat bulan menanam, merawat, hingga panen. Enam bulan tersisa ia nikmati dengan bepergian ke banyak tempat termasuk menghadiri undangan sebagai motivator.
Banyak kesempatan ia diundang menjadi pembicara dalam forum-forum besar di Jakarta maupun daerah. Ia bahkan sempat mendatangi Pulau Buru di Maluku pada saat demam tambang emas ilegal melanda daerah itu tahun 2013. Saat itu, banyak petani yang beralih jadi petambang. Ia mengajak mereka kembali ke kebun dan sawah.
Kini ia tidak putus menerima tamu yang datang belajar pertanian lahan kering dan pengorganisasian petani dalam semangat gemohing atau gotong royong. Memang begitu mimpinya. Ia ingin kebun miliknya itu menjadi labotorium hidup bagi siapa saja yang ingin belajar. Ia mengaku sedang berjuang agar jalan tanah berbatuan sekitar 200 meter menuju kebunnya yang juga akses untuk perkampungan di kaki gunung api Ile Boleng itu dibangun pemerintah.
Anak petani dari Adonara yang gagal mengeyam bangku perguruan tinggi lantaran kekurangan biaya itu mengingatkan kita tentang artinya mencintai pertanian. Ia tak henti menebar semangat gotong royong menguatkan pertanian sebagai sektor utama penjaga pangan.
Kamilus Tupen Jumat
Lahir: Honihama, 19 Oktober 1964
Istri: Vicensia Surat Suban
Anak: Maria Bebo Koda, Anastasia Barek Tokan, Karlos Filipe Kopong, Albert Hugo Puhugelong
Pendidikan terakhir: SMA Surya Mandala Adonara, tamat 1985