Peningkatan jumlah kasus warga terserang virus korona memaksa Pemerintah Provinsi Jawa Timur memundurkan kembali pelaksanaan ujian nasional untuk siswa kelas XII sekolah menengah atas.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·6 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Peningkatan jumlah kasus warga terserang virus korona memaksa Pemerintah Provinsi Jawa Timur memundurkan kembali pelaksanaan ujian nasional untuk siswa kelas XII sekolah menengah atas. Pelaksanaan ujian nasional yang direncanakan digelar 30 Maret-2 April 2020 mundur sepekan menjadi 6-9 April 2020.
Kebijakan itu juga berlaku bagi siswa SMA dan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang diminta belajar di rumah. Mereka menurut rencana masuk pada Senin (30/3/2020), tetapi diundur sepekan. ”Kami harus mengambil kebijakan ini untuk mencegah meluasnya penularan virus korona,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Minggu (22/3/2020).
Sampai dengan Minggu pukul 19.30, jumlah warga yang positif terserang virus korona sebanyak 41 orang yang seorang di antaranya meninggal, yakni warga Kabupaten Malang.
Selain itu, 88 orang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan 999 orang merupakan orang dalam pemantauan (ODP). Jumlah ini melonjak dari sepekan sebelumnya dengan 8 orang positif, 11 PDP, dan 29 ODP. Lonjakan kasus positif lima kali lipat, PDP delapan kali lipat, dan ODP 34 kali lipat.
Saat ini, social distancing akan sangat membantu kami dan tim kesehatan dalam hal pencegahan penularan.
Dari jumlah itu, Surabaya merupakan wilayah dengan kasus terbanyak, yaitu 29 pasien positif, 10 PDP, dan 192 ODP. Selanjutnya adalah Kabupaten Malang dengan 4 pasien positif, 6 PDP, dan 16 ODP. Khofifah menyayangkan, imbauan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina mandiri yang juga dikeluarkan para bupati/wali kota tidak didengar warga. ”Saat ini, social distancing akan sangat membantu kami dan tim kesehatan dalam hal pencegahan penularan,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi menambahkan, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan SLTA diminta mulai melaksanakan tugas di sekolah pada Senin (30/3/2020).
Selama ini, mereka melaksanakan tugas dari rumah. Mereka masuk pada pekan depan untuk persiapan ujian nasional sekaligus penyiapan kompleks sekolah agar tidak membahayakan siswa saat masuk terkait ancaman penyebaran virus korona.
Untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien positif virus korona yang harus rawat inap, Pemerintah Provinsi Jatim telah menyiapkan 1.766 tempat tidur. Provinsi bekerja sama dengan kabupaten/kota dan swasta mendorong kesiapan rumah sakit di daerah untuk penanganan virus korona. Saat ini, rujukan utama tetap RSUD Dr Soetomo, Surabaya; RSUD Dr Saiful Anwar, Malang; dan RSUD Dr Soedono, Madiun. Selain itu, rujukan lain bertambah dari 41 RS menjadi 60 RS se-Jatim.
”Yayasan Pondok Kasih Surabaya menyiapkan 100 tempat tidur observasi dan juga tempat lain, misalnya RS Klinik Jember,” ujar Khofifah.
Ruang isolasi Surabaya
Mengantisipasi terus bertambahnya jumlah warga Surabaya berstatus ODP dengan gejala ringan Covid-19, Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan gedung isolasi. Gedung isolasi yang berada di kawasan Surabaya selatan ini dikhususkan bagi ODP dengan gejala seperti demam ringan, tetapi tidak dalam kondisi sesak napas. Gedung ini disiapkan sebagai upaya preventif mencegah penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya.
Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, selain masif melakukan penyemprotan disinfektan, pembagian hand sanitizer (cairan pembersih tangan) gratis, dan pemasangan bilik sterilisasi, Pemkot Surabaya juga menyiapkan gedung isolasi bagi ODP dengan gejala ringan Covid-19.
”Ruang atau gedung isolasi ini kami buat memang kalau untuk (gejala Covid-19) yang ringan, tidak ada sesak, tidak ada demam, ditaruh dalam ruang isolasi itu,” kata Febria.
Sebenarnya ODP bisa melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari. Hal ini sesuai dengan protokol yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pasien positif Covid-19, tetapi tidak ada gejala seperti demam dan sesak napas, memang diwajibkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.
Menurut dia, jika ODP patuh terhadap isolasi mandiri yang telah ditetapkan Kemenkes, ia optimistis semua bisa aman. Namun, ia juga memastikan, petugas kesehatan dari puskesmas tetap melakukan pemantauan kepada ODP tersebut selama 14 hari. ”Tetap dilakukan pantauan 14 hari dari puskesmas,” ujarnya.
Adapun ruang isolasi yang disiapkan pihak rumah sakit, katanya, memang dikhususkan bagi ODP atau PDP yang memiliki gejala Covid-19, seperti sesak napas dan demam. Setidaknya terdapat 15 rumah sakit rujukan di Surabaya yang memiliki ruang isolasi khusus. Rumah sakit tersebut masing-masing memiliki satu hingga dua ruang isolasi.
Disebutkan ruang isolasi paling banyak berada RSU dr Soetomo, Surabaya, sebanyak delapan ruang. Di RSUD Bhakti Dharma Husada, Surabaya, ada satu, sedangkan di RSUD Soewandhie ada dua, tetapi RS ini sedang direnovasi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini juga mengungkapkan, gedung isolasi yang disiapkan Pemkot di kawasan Surabaya selatan ini dibuat dengan standar seperti di rumah sakit. Di gedung itu terdapat 30 tempat tidur yang telah disiapkan. Meski demikian, gedung isolasi ini dikhususkan bagi ODP dengan gejala ringan Covid-19.
Nanti pihaknya bakal dibantu petugas medis dalam melakukan pemantauan dan perawatan bagi ODP yang ditempatkan di gedung isolasi tersebut. Akan tetapi, sebelumnya tim dokter penyakit infeksi emerging dan re-emerging (pinere) akan menentukan apakah ODP tersebut diisolasi di gedung tersebut. ”Tim pinere akan merekomendasikan kapan pasien isolasi mandiri, kapan isolasi di gedung tersebut, sudah disiapkan 30 tempat tidur,” ujarnya.
Menunda kegiatan
Selain itu, Khofifah tetap menekankan imbauan kepada warga untuk menunda segala kegiatan yang bersifat menghadirkan kerumunan orang. ”Di luar negeri dan dalam negeri, rumus pencegahannya serupa, hentikan dulu yang sifatnya keramaian,” katanya.
Sayangnya, imbauan yang diserukan kepala daerah kurang berjalan efektif di kalangan warga. Di Surabaya dan Sidoarjo, lalu lalang orang untuk berkegiatan cukup ramai. Masih ada kegiatan yang menghadirkan banyak orang, mulai dari doa bersama hingga resepsi pernikahan.
Warung-warung kopi serta tenda penjual makanan dan minuman masih ramai. Di sana, pengunjung berdesakan. Mereka tak memakai masker, merokok, dan duduk amat berdekatan. Sulit untuk memastikan mereka berjarak setidaknya 1 meter. Amat sedikit kedai dan warung yang menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun dalam jumlah memadai, lap, apalagi cairan pembersih tangan.
Pada malam hari, di beberapa jalan di Surabaya, yakni Jalan Raya Darmo, Jalan Diponegoro, Jalan A Yani, dan Bundaran Waru (perbatasan dengan Sidoarjo), terlihat sekelompok remaja. Mereka bosan dan tidak tahan di rumah sehingga keluyuran. Mereka berisiko tertular, tetapi nekat keluar rumah sekadar demi bertemu teman-teman atau keluar bersama rekan sekampung.
Di komunitas umat Katolik Keuskupan Surabaya, kegiatan misa melalui sabak dan gawai dalam jaringan internet sudah dilaksanakan. Jadwalnya Sabtu pukul 17.00 serta Minggu pukul 09.00 dan pukul 17.00.
Meski demikian, pelayanan misa di gereja juga masih diberikan, kecuali yang berada di kompleks militer dan pemerintahan memang tutup operasionalnya. Umat yang tetap datang ke gereja dicek kesehatannya melalui pendeteksi suhu tubuh, duduk berjarak, harus mencuci tangan dengan sabun, dan tidak ada ritual seperti bersalaman.