Para Pemimpin Dunia Dorong Warga Patuhi Pembatasan Sosial untuk Hentikan Penularan Covid-19
›
Para Pemimpin Dunia Dorong...
Iklan
Para Pemimpin Dunia Dorong Warga Patuhi Pembatasan Sosial untuk Hentikan Penularan Covid-19
Disiplin menerapkan pembatasan sosial dapat menjadi salah satu cara memutus mata rantai penularan Covid-19. Sejumlah negara berniat menerapkan kebijakan lebih tegas untuk memastikan pembatasan sosial dipatuhi warga.
Oleh
Luki Aulia dan B Josie Susilo Hardianto
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Sebelum obat dan vaksin yang efektif untuk menghadang Covid-19 ditemukan, pembatasan sosial dinilai masih menjadi cara ampuh untuk memutus mata rantai penularan. Kantor berita Reuters, Senin (23/3/2020), mengutip dua pernyataan pemimpin dunia yang kembali menegaskan pentingnya pembatasan sosial.
Secara terpisah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, di Washington, meminta agar warga Amerika mematuhi petunjuk-petunjuk yang disampaikan pemerintah terkait pembatasan sosial. Sebelumnya, di London, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, seseorang tidak perlu bersusah payah dan berpikir banyak untuk mempraktikkan pembatasan sosial.
Sebagaimana diberitakan, ketidaktaatan warga—dengan beragam alasan—pada imbauan atau kebijakan pembatasan sosial memicu peningkatan jumlah kasus positif Covid-19.
Sejumlah negara, seperti Italia, Malaysia, dan Thailand, melaporkan adanya peningkatan kasus yang antara lain dipicu kondisi itu. Terakhir, otoritas kesehatan Thailand mengatakan, pada Minggu dilaporkan adanya penambahan kasus baru sebanyak 188 kasus, total menjadi 600 kasus.
Mayoritas kasus baru itu terjadi di ibu kota Bangkok. Penularan kasus-kasus itu umumnya bermula dari stadion tinju dan kafe. ”Kami meminta untuk tinggal di rumah saja. Jangan keluar kota,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand, Taweesin Visanuyothin.
Jumlah korban tewas di seluruh dunia saat ini mencapai 13.000 orang dan sekitar 1 miliar orang harus tinggal di rumah. Thailand dikhawatirkan bisa menjadi ”penyumbang” kasus terbesar karena masih adanya gelanggang tinju dan kelab malam yang belum ditutup. Dua tempat itu dikhawatirkan bisa menjadi tempat penularan Covid-19 yang cepat.
Sebelumnya, semua tempat publik sudah ditutup, mulai dari mal dan salon kecantikan sampai lapangan golf dan kolam renang. Keputusan menutup semua mal di Bangkok diambil, Sabtu lalu. Gubernur Bangkok Aswin Kwanmuang mengatakan, mal ditutup selama 22 hari, mulai dari 22 Maret hingga 12 April 2020. ”Khusus untuk mal, yang masih boleh buka hanya supermarket yang menjual makanan dan barang kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Aswin meminta masyarakat tidak panik belanja, apalagi menimbun. Ia menjamin ketersediaan stok makanan dan barang kebutuhan sehari-hari. Restoran juga tetap akan buka, tetapi hanya untuk melayani pesanan dibawa pulang/pergi. Apotek pun akan tetap buka.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menegaskan, Thailand belum sampai di tahap krisis karena belum ada kasus penularan di dalam negeri. Jika itu terjadi, dibutuhkan aturan yang lebih ketat. Namun, tidak dapat diketahui pasti, terutama karena pemerintahan Prayuth yang selama ini sering diprotes karena tidak transparan dan konsisten dalam menyampaikan informasi.
Seperti di Indonesia, warga juga sudah berbondong-bondong ke supermarket untuk membeli barang kebutuhan pokok karena khawatir akan ada pembatasan atau penutupan wilayah. Jaringan transportasi juga ramai dengan warga Thailand dan Myanmar yang sama-sama hendak menyeberang pulang sebelum perbatasan ditutup.
Maskapai penerbangan Bangkok Airways dan Thai AirAsia juga sudah membatalkan semua jadwal penerbangan internasional sementara maskapai Thai Lion Air sama sekali tidak terbang.
Langkah tegas
Selain stadion tinju dan kelab malam, daerah tujuan wisata seperti di pantai Pattaya dan Phuket masih ramai pengunjung. Salah seorang dokter di Rumah Sakit Chulalongkorn, Bangkok, meminta ada larangan yang lebih tegas. Bahkan ada tuntutan agar pemerintah memberlakukan status darurat militer selama minimal tiga pekan supaya warga patuh mengisolasi dirinya sendiri.
”Negeri ini hampir krisis dan sudah akan menjadi seperti Italia. Rumah sakit sudah kewalahan,” kata seorang dokter kepada kantor berita AFP.
Situasi serupa juga dihadapi Australia. Perdana Menteri Scott Morrison pun berniat mengambil langkah tegas untuk memastikan pembatasan sosial dipatuhi. Ia mengatakan, negara-negara bagian akan mempertimbangkan tindakan keras untuk menegakkan kebijakan itu.
Sikap itu diambil setelah dalam beberapa hari terakhir ribuan warga diketahui berbondong-bondong ke pantai untuk menikmati musim gugur yang hangat.
”Langkah-langkah yang akan kami pertimbangkan malam ini berarti bahwa perdana menteri dan menteri utama mungkin harus mengambil langkah-langkah yang jauh lebih tegas untuk menegakkan pembatasan sosial, terutama di wilayah terdampak wabah,” kata Morrison di Canberra. (AFP/REUTERS)