Penumpang Seperti Mengantarkan Nyawa Saat Naik Kereta
Pembatasan pengoperasian kereta rel listrik untuk mengurangi pergerakan warga di tengah wabah Covid-19 ternyata tidak mudah. Kepadatan penumpang kembali terjadi di stasiun-stasiun dan gerbong kereta.
Cia Clarissa (24) percaya diri mengejar jadwal kereta sejak pagi buta di Stasiun Tangerang Kota, Senin (23/3/2020). Sekitar pukul 06.00, dia naik kereta rel listrik (KRL) yang lengang menuju kantornya di wilayah Jakarta Pusat.
Di tengah instruksi pembatasan sosial karena wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), Warga Tangerang, Banten, ini masih bekerja di kantor lantaran menjalani jadwal piket. Ia yang bekerja sebagai pegawai bank ini masih harus ke kantor setidaknya tiga hari dalam sepekan, bergantian dengan rekan satu timnya.
Suasana lengang di dalam gerbong kereta hanya bertahan sekejap. Kepadatan penumpang mulai terjadi dan memuncak saat kereta tiba di Stasiun Duri. Cia yang berusaha berjaga jarak dengan penumpang lain tidak bisa berbuat banyak. Kontak kontak fisik antarpenumpang tidak terelakkan terjadi. Cia pasrah, kesal, tetapi tidak dapat melampiaskannya.
”Tadi pagi, kondisi berdesakan itu enggak bisa dihindari. Petugas keamanan pun tidak berdaya menghadapi situasi seperti tadi. Puluhan penumpang benar-benar sikut-sikutan, saling berkontak fisik, sementara kita tidak pernah tahu apa ada satu dari penumpang di sini yang positif terkena Covid-19,” ucap Cia.
Lihat juga : Stasiun Manggarai di Hari Pertama Pembatasan Kegiatan Perkantoran
Kondisi itu terjadi setelah PT KRL Commuter Indonesia (KCI) mengumumkan pembatasan jadwal perjalanan kereta. Mulai 23 Maret, pengoperasian KRL dibatasi hanya pada pukul 06.00-20.00 dengan jumlah 713 perjalanan dari jumlah normal sekitar 991 perjalanan KRL. Hal itu pun membuat banyak penumpang jadi berdesak-desakan di kereta, nyaris tidak ada yang berbeda dengan hari-hari kerja biasa.
Selain Cia, Indah Amelia (25) mengalami pengalaman serupa. Dia berada dalam kerumunan penumpang yang padat sejak pagi. Warga Depok, Jawa Barat, ini bahkan kesulitan naik kereta saat menunggu di Stasiun Citayam sejak pukul 06.00.
”Tadi di gerbong perempuan dan campuran padat sekali. Alih-alih menghindari wabah, saya seperti mengantarkan nyawa untuk tertular Covid-19,” kata Indah.
Kepadatan serupa hampir terjadi di banyak tempat. Pantauan Kompas, Stasiun Manggarai yang menjadi muara sejumlah kereta dari wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi menuju arah pusat kota Jakarta berkondisi penuh sesak pada Senin pagi. Hal ini menandai aktivitas perkantoran belum sepenuhnya menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home).
Kekhawatiran Cia dan Indah dapat dipahami karena jumlah pasien Covid-19 terus meningkat menjadi 579 pasien. Bahkan, jumlah yang meninggal karena wabah ini pun terus bertambah, mencapai 49 orang per Senin, 23 Maret 2020. Sementara, warga masih harus beraktivitas di tengah instruksi pembatasan sosial dengan mengurangi mobilitas, menjaga jarak, dan mengurangi aktivitas di kerumunan yang riskan terkena virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19.
Terkait itu, Vice President Corporate Communications PT KCI Erni Sylviane Purba menyampaikan, pengelola mengevaluasi kepadatan dan mengembalikan jadwal KRL seperti semula. Mulai Senin pukul 15.00, KRL kembali beroperasi penuh dengan menjalankan 991 perjalanan selama pukul 04.00-24.00.
Baca juga : Dievaluasi, Jadwal KRL Kembali Normal
Tantangan moda
Erni menuturkan, tujuan pembatasan jadwal KRL mulanya bermaksud untuk mencegah penularan Covid-19 menjadi lebih masif. Sebab, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam pernyataannya di Balai Kota, 12 Maret, mengakui bahwa transportasi publik adalah lokasi yang paling riskan terhadap penularan Covid-19.
Kondisi transportasi publik pun kini menjadi dilematis. Hampir selama empat tahun belakangan, moda ini kian digemari warga untuk bepergian. Setelah kemunculan wabah Covid-19, warga seakan diminta melakukan hal yang berkebalikan, yakni sebisa mungkin menjauhi transportasi publik.
Kenyataannya, ungkapan untuk kurangi bepergian dan di rumah saja masih sulit dilakukan. Laporan khusus New York Times yang berjudul ”How the Virus Got Out”, menyimulasikan penyebaran wabah Covid-19 di China. Kemunculan virus yang semula diketahui dari Pasar Makanan Laut Huanan di Wuhan, China, bertransmisi karena kawasan pasar dekat dengan Stasiun Kereta Hankou.
Dari simulasi, diperkirakan sekitar 10.000 orang melintasi Stasiun Hankou setiap hari. Jumlah kasus yang semula belasan orang pada akhir Desember merebak hingga ribuan kasus. Tidak berhenti di situ, pada 1 Januari 2020, sekitar 175.000 orang dari Wuhan diperkirakan menyebar ke kota-kota lain untuk menyambut liburan.
Baca juga : Korona Memantik Kesadaran akan Kesehatan di Angkutan Umum
Penjabaran tersebut menandai wabah yang merebak disebabkan oleh riwayat bepergian sejumlah orang. Berdasarkan simulasi, sebagian kasus bermula dari penggunaan transportasi publik.
Atas hal tersebut dan instruksi dari pemerintah, Erni menyampaikan agar warga sebaiknya mengurangi aktivitas di luaran. ”Dengan berbagi instruksi dari pemerintah saat ini, kami harap calon pengguna KRL dapat mempertimbangkan kembali apabila bukan keperluan mendesak, sebaiknya tidak keluar rumah,” ucapnya.
Data PT KCI menunjukkan, jumlah penumpang KRL terus turun dalam sepekan terakhir. Jumlah pengguna menurun sekitar 50 persen dari waktu normal yang dapat melayani 900.000 hingga 1,1 juta pengguna setiap hari. Pada Jumat, 20 Maret, misalnya, jumlah penumpang KRL tercatat 459.922 pengguna.
Berkaitan dengan penormalan jadwal KRL saat ini, Erni juga meminta warga tidak berdesak-desakan selama di kereta. Meski begitu, ia tetap mengimbau warga agar berpikir ribuan kali dengan berbagai pertimbangan saat keluar dari rumah, terutama di tengah penularan wabah saat ini.
Baca juga : Menjaga Jarak, Menjamin Kesehatan
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan jaga jarak setidaknya 1 meter dengan orang lain selama pembatasan sosial. Hal ini untuk mencegah penularan virus melalui droplet atau percikan saat batuk dan bersin dari penderita. Meski sebenarnya bersin yang kuat bisa menyemburkan percikan sampai 3-8 meter, jarak 1 meter dianggap memadai.
Neeltje van Doremalen, ahli virus di US National Institutes of Health (NIH), bersama tim menguji lama SARS-CoV-2 bertahan di permukaan berbeda. Studi yang diterbitkan New England Journal of Medicine menunjukkan, virus bisa bertahan dalam tetesan tiga jam setelah orang batuk. Tetesan berukuran 1-5 mikrometer, 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia, mengudara beberapa jam. Virus itu juga bertahan di atas kardus 24 jam serta di permukaan plastik dan stainless steel dua-tiga hari. Virus bertahan lama di gagang pintu dan permukaan keras lain. Pada permukaan tembaga, virus bertahan dalam waktu empat jam.
Terkait hal itu, David L Heymann, Asisten Direktur Jenderal Keamanan, Kesehatan, dan Lingkungan WHO, dalam artikel di New York Times menuturkan, negara yang terkena wabah Covid-19 saat ini harus segera melakukan tes cepat untuk deteksi wilayah yang telah terpapar. Setelah itu, negara bisa mulai menghentikan penularan wabah dari tiap kota.
Heymann mengatakan, Korea Selatan adalah contoh bagus dalam penerapan tes cepat meski tidak menutup wilayah. Setiap orang yang diketahui terinfeksi di Korea Selatan langsung diisolasi dalam ruangan tersendiri hingga 14 hari mendatang.
Heymann menambahkan, tes harus dilakukan dengan pemetaan wilayah yang akurat. Orang-orang yang terindikasi parah harus diutamakan dan pemeriksa harus benar-benar terproteksi.
Baca juga : Kedisiplinan Warga Krusial untuk Akhiri Pandemi
Kesadaran kolektif
Selama pemerintah melakukan tes dan persiapan rumah sakit darurat, langkah pembatasan sosial akan benar-benar membantu petugas medis. Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, warga harus benar-benar menyadari bahwa kondisi saat ini adalah darurat.
Menurut Doni, kesadaran kolektif untuk menjauhi kerumunan yang melanggengkan penyebaran wabah harus benar-benar terbangun.
”Mari bersama-sama disiplin dengan menjaga jarak, tidak membuat kerumunan atau pertemuan dengan jumlah orang yang banyak. Hanya disiplin secara nasional yang membuat kita selamat,” ujar Doni, Minggu (22/3/2020). Jika itu tak terwujud, bukan tidak mungkin wabah bertambah parah.