Masyarakat memberikan berbagai masukan kepada pemerintah agar menangani wabah Covid-19 secara cepat dan tepat. Masukan itu antara lain dituangkan dalam bentuk petisi yang disajikan melalui platform dalam jaringan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Melalui platform petisi dalam jaringan, Change.org, masyarakat awam menyampaikan masukan kepada pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19. Suara publik itu patut menjadi pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi penyakit akibat virus korona jenis baru tersebut.
Manajer Kampanye Change.org Indonesia Dhenok Pratiwi, Senin (23/3/2020), di Jakarta, menyebutkan, per Jumat (20/3/2020), jumlah petisi tentang penyakit Covid-19 sudah mencapai 30. Kemudian, Senin (23/3/2020), total petisi dengan tema sama dan diunggah di platform Change.org Indonesia telah naik menjadi 55 buah. Petisi terkait penyakit Covid-19 muncul di Indonesia sejak pemerintah mengumumkan pasien 1 dan 2 yang positif terinfeksi, yakni pada awal Maret 2020.
”Change.org berperan sebagai wadah masyarakat yang ingin bersuara dan urun ide terkait prosedur dan penanganan pandemi Covid-19. Melalui petisi daring, mereka juga mau merespons sejumlah kebijakan publik yang berisiko meningkatkan penyebaran virus korona jenis baru,” ujarnya.
Saat ini, kata Dhenok, sudah ada beberapa petisi yang mendapat dukungan besar, misalnya, petisi dari dokter asal Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, Hanurafinova Afifi, untuk Presiden Joko Widodo. Petisinya berisi 18 rekomendasi penanganan penyebaran virus korona baru yang menimbulkan Covid-19. Sejak diunggah 17 Maret hingga sekarang, total dukungan mencapai 45.646.
Contoh petisi yang dapat tindak lanjut datang dari Y Budi Sulistioadi, warga asal Samarinda, Kalimantan Timur. Petisinya ditujukan kepada Wali Kota Samarinda yang berencana mengadakan resepsi pernikahan pada22 Maret 2020 dengan mengundang 32.000 orang, tidak termasuk para penyelenggara acara tersebut. Hal ini sangat bertolak belakang dengan seluruh upaya yang sedang dilakukan oleh warga Samarinda dan khususnya tenaga medis yang berjuang keras melawan penyebaran virus korona jenis baru. Petisi ini mendapat dukungan 2.365 dan segera mendapat tanggapan pemerintah bersangkutan.
”Setiap petisi daring di platform Change.org terhubung dengan akun pengambil keputusan yang jadi target. Kami biasanya memfasilitasi penggagas untuk menyerahkan petisinya secara simbolik kepada target. Dengan kondisi pembatasan sosial, kami memastikan pengambil keputusan terinformasi,” katanya.
Gerakan serupa juga terjadi di beberapa negara lain. Dengan memakai platform penyampaian petisi yang sama, Change.org, masyarakat sipil mendorong pemerintah ambil sikap lebih cepat menyikapi pandemi Covid-19. Setiap kebijakan didorong amat memperhatikan hak-hak warga.
Salah satu warga di Amerika Serikat, Stephanie Bonin, menulis petisi di Change.org untuk US House of Representative. Dalam petisinya yang telah mendapat dukungan 433.083, dia menyampaikan ketakutannya dan jutaan orang Amerika terhadap masa depan finansial yang berpotensi krisis sebagai dampak pandemi Covid-19. Ketika usaha mandiri dan kegiatan belajar-mengajar di kelas diminta tutup untuk mengendalikan penyebaran virus korona baru, banyak orang dipastikan kehilangan pekerjaan.
Stephanie turut menceritakan pengalamannya yang memiliki restoran di Denver, Colorado. Ketika tutup operasional dan penghasilan turun, karyawan justru membawa pulang seenaknya stok bahan pangan restoran ke rumah masing-masing. Sebagai wiraswasta, dirinya kesulitan untuk mengklaim potensi pengangguran.
Sementara di Jerman, salah satu petisi yang muncul di Change.org datang dari kelompok perawat. Petisi mereka ditujukan untuk menteri kesehatan. Inti isi petisi adalah agar pemerintah memperhatikan perlindungan hak-hak perawat yang sedang merawat pasien Covid-19 sehingga kejadian di negara lain tidak terulang. Petisi ini mendapat dukungan 261.646.
Di Jepang, contoh petisi warga yang mempersoalkan peredaran masker. Stok masker di pasar ataupun laman pemasaran banyak dibeli oleh individu pedagang sehingga perorangan dan tenaga kesehatan susah mendapatkan. Petisi ini memperoleh dukungan 46.730.
Menurut Dhenok, isi petisi-petisi yang muncul di platform Change.org di sejumlah negara memiliki benang merah, yakni mendorong pemerintah mengedepankan hak-hak warga mulai dari aspek ekonomi sampai sosial di tengah pandemi Covid-19. Warga yang dimaksud adalah orang biasa, anak sekolah, tenaga kesehatan, angkatan kerja formal dan informal, hingga pengungsi.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio,mengatakan, warga perorangan susah melakukan advokasi. Kalaupun mampu, efek komunikasinya berjalan lama. Kemunculan media sosial, termasuk platform petisi daring, mengatasi persoalan itu.
Sama seperti petisi pada umumnya, kekuatan efek isi petisi yang diunggah ke platform daring tergantung topik dan dukungan. Semakin relevan persoalan ditambah lagi jumlah tanda tangan yang dihimpun besar, maka perubahan bisa terjadi.
”Petisi itu sebenarnya alat lobi,” kata Agus.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, menyampaikan pandangan senada. Petisi bersifat mengumpulkan dukungan publik agar tercipta solusi atas permasalahan tertentu. Semakin besar jumlah dukungan bisa dimaknai suara politis kuat.
Hal yang patut diperhatikan adalah isi petisi. Menurut dia, kemunculan teknologi digital memudahkan siapa pun bisa mengunggah petisi, baik warga sipil maupun tokoh masyarakat.
”Jangan sampai platform daring disalahgunakan oleh tokoh tertentu demi kepentingan politis. Apalagi, di tengah situasi darurat Covid-19. Pemerintah harus bijak mendengar suara masyarakat,” ujar Paulus.