BI Optimalkan Cadangan Devisa untuk Jaga Stabilitas Rupiah
›
BI Optimalkan Cadangan Devisa ...
Iklan
BI Optimalkan Cadangan Devisa untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Cadangan devisa akan dimanfaatkan secara optimal untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah guncangan pasar keuangan akibat wabah Covid-19.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia mencatat aliran modal asing yang keluar dari Indonesia sejak awal Januari hingga 23 Maret 2020 mencapai Rp 125,2 triliun. BI berkomitmen memanfaatkan cadangan devisa secara efektif untuk mengintervensi pasar keuangan demi stabilitas nilai tukar rupiah.
Dalam video konferensi penerangan ringkas terkait dengan kondisi ekonomi terkini, Selasa (24/3/2020), Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, aliran modal keluar merupakan dampak pandemi Covid-19.
Kecemasan dan kekhawatiran investor global membuat mereka lebih memilih untuk mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman. Dari seluruh aliran modal keluar tersebut, Rp 104,7 triliun keluar pada Maret 2020.
”Sebagian besar modal keluar dan tak terbendung pada Maret. Ini imbas dari kekhawatiran investor global yang memilih mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman,” ujarnya.
Secara rinci, aliran modal asing keluar tersebut terjadi pada surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 112 triliun, pasar saham Rp 9,2 triliun, dan sisanya dari aset keuangan lain seperti obligasi korporasi dan sertifikat Bank Indonesia senilai Rp 4 triliun.
Perry optimistis, kendati saat ini aliran modal asing ke luar cukup tinggi, bank sentral tetap memiliki kemampuan untuk mengintervensi pasar. Ia menegaskan, cadangan devisa yang dimiliki Indonesia saat ini cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Sejak awal tahun, BI secara akumulasi telah menggelontorkan likuiditas yang bersumber dari cadangan devisa hampir Rp 300 triliun. Gelontoran likuiditas tersebut digunakan untuk membeli SBN sebesar Rp 168 triliun dan transaksi repo perbankan senilai Rp 55 triliun.
Selain itu, penurunan giro wajib minimum (GWM) rupiah dan valas yang berlaku April ini akan meningkatkan likuiditas perbankan hingga Rp 75 triliun.
Berdasarkan catatan BI, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2020 sebesar 130,4 miliar dollar AS (Rp 2.131 triliun), berkurang dari posisi cadangan devisa Januari 2020 sebesar 131,7 miliar dollar AS (Rp 2.152 triliun).
”Selain melakukan injeksi untuk menjaga stabilitas nilai tukar, kami pun berkomunikasi dengan para pelaku industri, pemerintah, dan otoritas pasar modal dalam menyikapi bagaimana kita melakukan operasi atau pelaksanaan tugas masing-masing,” kata Perry.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar di posisi Rp 16.486 per dollar AS, menguat 0,7 persen dari posisi pada Senin (23/3/2020) yang sebesar Rp 16.608 per dollar AS.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, selain intervensi BI di pasar SBN dan pasar spot, pengumuman kebijakan bank sentral AS, The Fed, pada Senin malam waktu setempat untuk merilis program kredit ke pebisnis AS melalui perbankan menjadi sentimen positif ke sebagian aset berisiko termasuk SBN.
”Sentimen ini bisa mendorong aliran modal ke pasar SBN yang berimbas pada penguatan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu ke depan,” ujarnya.
Pelaku pasar, lanjut Ariston Tjendra, juga tengah menanti persetujuan stimulus fiskal dari Pemerintah AS yang nilainya sekitar 2 triliun dollar AS, yang dirancang untuk mengurangi dampak penutupan bisnis akibat wabah Covid-19. Apabila keputusan ini disahkan, stimulus fiskal AS tersebut akan memberikan dorongan tambahan bagi rupiah untuk terus bergerak menguat.
Anomali
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Selasa ini turun 1,3 persen ke level 3.937. Padahal, IHSG sempat menguat hingga 3,35 persen menyentuh level 4.123 di awal perdagangan. Penurunan IHSG menjadi anomali di tengah kenaikan mayoritas bursa saham Asia.
Tercatat indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 7,13 persen, indeks Hang Seng Hong Kong menguat 4,46 persen, Indeks Shanghai Composite China menguat 2,34 persen, indeks Straits Times Singapura naik 5,76 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan melesat 8,6 persen.