Kebocoran Data Orang Dalam Pemantauan Memberatkan Pasien
›
Kebocoran Data Orang Dalam...
Iklan
Kebocoran Data Orang Dalam Pemantauan Memberatkan Pasien
Selain virus itu sendiri, stigma negatif menjadi ancaman yang tidak kalah serius bagi pasien Covid-19. Stigma itu muncul karena identitas pasien kembali bocor tanpa seizin yang bersangkutan.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terbongkarnya identitas pasien virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) di Indonesia terulang lagi. Data sejumlah orang dalam pemantauan Covid-19 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, bocor. Salah seorang di antaranya bahkan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.
Ketenangan Bono (26) saat menyaksikan tayangan televisi, Senin (23/3/2020) sore, terusik. Waktunya terganggu lantaran gawainya terus berdering. Dia kebingungan karena hal ini tak pernah terjadi sebelumnya. Saat ditengok, sudah banyak panggilan dan pesan masuk. Keheranannya belum usai ketika sang kakak tiba-tiba memanggilnya sembari berteriak histeris.
”Katanya ada nama gue di daftar pasien Covid-19 dan tetangga pada minta klarifikasi. Gue kaget bukan main dan langsung terpojok,” ujar Bono ketika dihubungi, Selasa.
Bono segera membuka panggilan dan puluhan pesan masuk itu. Salah satu pesan menanyakan kebenaran sebuah gambar pasien Covid-19 yang tersebar di Facebook dan Whatsapp. Pada gambar itu tertera delapan nama pasien Covid-19 dalam bentuk tabel yang dilengkapi alamat tempat tinggal. Salah satunya nama Bono.
Menurut Bono, pekan lalu dirinya terkena flu, batuk, dan demam. Selanjutnya ia segera memeriksakan diri ke klinik sebelum dirujuk ke salah satu rumah sakit. Di rumah sakit, dia menjalani pemeriksaan darah dan paru-paru, hasilnya normal.
”Dokter tanya gue kerja di mana, gue bilang di Jakarta. Dokter tanya naik kereta rel listrik. Gue jawab iya. Tahu-tahu dapat status orang dalam pengawasan. Dokternya bilang, ’Mas, istirahat saja di rumah, jangan ke mana-mana’. Kenapa tiba-tiba sekarang nama gue rame di mana-mana karena termasuk pasien Covid-19,” katanya.
Senin sore, Bono berinisiatif membuat laporan polisi. Sayangnya, polisi membutuhkan nama terlapor sehingga tidak bisa mengeluarkan surat laporan dan lainnya. Polisi mengarahkannya terlebih dahulu melapor ke pihak rumah sakit.
Namun, dia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari pihak rumah sakit. Salah satu dokter hanya mengatakan, data tersebut memang ada dan sudah diserahkan kepada dinas kesehatan setempat sehingga tidak bisa ditelusuri siapa yang menyebarkannya. Bono belum mengklarifikasi peristiwa ini kepada dinas kesehatan.
Sindiran
Kondisi kesehatan Bono sudah berangsur-angsur pulih. Akan tetapi, dia kesal lantaran kebocoran data ini mengganggu keluarganya. ”Banyak yang minta klarifikasi kepada keluarga. Keponakan gue tidak bisa keluar rumah untuk bergaul karena ada tetangga nyeletuk, om (Bono) di rumah kena korona. Gila, sakit denger-nya,” tuturnya.
Selain itu, berseliweran sindiran-sindiran di media sosial. Misalnya, virus korona sudah sampai Cikampak, orang yang korona diam-diam saja. Berhubung aduannya ke polisi dan rumah sakit berakhir buntu, Bono membuat cuitan klarifikasi melalui akun Twitter-nya. Di sana dia menceritakan kronologi sejak awal, termasuk menyertakan hasil pemeriksaan kesehatannya.
Dia hanya berharap orang-orang tidak salah paham sehingga mengucilkan pasien Covid-19. ”Untuk nama gue yang telanjur viral, gue udah pasrah. Tetapi mohon banget, jangan jahat ke keluarga gue dan pasien lain yang datanya bocor,” ucapnya.
Hal yang nyaris sama terjadi dalam salah satu grup percakapan Whatsapp. Bedanya, kali ini Covid-19 menjadi candaan yang fatal. Salah satu anggota grup, sebut saja Joni, mengedit foto salah satu pemberitaan tentang korona. Foto dalam berita tentang itu diganti dengan foto salah satu anggota grup, sebut saja Jono.
Foto hasil editan ini membuat orang salah paham bahwa Jono menjadi salah satu pasien Covid-19. Bahkan, beberapa anggota grup menanyakan hal itu, apakah benar Jono positif, kok bisa, kondisinya seperti apa, demikian beberapa pertanyaan yang muncul.
Beruntung Joni segera ditegur oleh anggota grup lain. Dia diminta mengklarifikasi sekaligus menghapus konten itu sebelum menyebar. Sementara Jono dongkol bukan main. Dia mengeluarkan sumpah serapah dan berbagai hewan di hutan kepada Joni. Alasannya satu, kasihan keluarganya akan mendapatkan imbas dari candaan itu.
”Nanti keluarga saya bagaimana kalau orang tanya-tanya. Tolong jangan bercanda seperti ini,” ucap Jono. Beruntung keduanya sepakat berdamai dan semua diselesaikan secara kekeluargaan.
Bahaya stigma yang mengkhawatirkan akibat penanganan yang salah sudah disuarakan ketika data pasien Kasus 1 dan 2 bocor. Sayangnya, kejadian serupa kembali terjadi.