Mata Pencarian Rakyat Banyak dan Wabah Covid-19
Kebijakan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19 mempertimbangkan banyak hal. Tak hanya sekadar urusan makro, tetapi juga mempertimbangkan berbagai hal mikro.
Pada 12 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyakit yang disebabkan oleh virus korona tipe baru atau Covid-19 sebagai pandemi. Hal ini langsung menimbulkan ekspektasi negatif bagi pemodal portepel atau portofolio luar negeri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada 20 Februari 2020 sempat di posisi 5.952,287 terkoreksi menjadi 4.194,94 pada 20 Maret 2020. Sejak awal tahun ini, IHSG sudah terkoreksi 33,41 persen. Sementara investor asing sudah membukukan jual bersih Rp 10,24 triliun sejak awal 2020.
Padahal, neraca pembayaran Indonesia masih mengandalkan arus masuk modal portepel ke pasar saham dan pasar obligasi karena neraca transaksi berjalan yang masih lemah. Oleh sebab itu, sebagian besar dari koreksi IHSG tersebut juga tecermin di pasar valuta asing.
Nilai tukar rupiah sempat menguat ke posisi Rp 13.662 per dollar AS pada akhir Januari 2020 dari sekitar Rp 14.000 per dollar AS pada awal November 2019. Penyebabnya, arus modal masuk yang tertarik prospek perekonomian Indonesia. Namun, sentimen negatif akibat pandemi Covid-19 membuat arus modal keluar.
Rupiah melemah dari posisi Rp 13.735 per dollar AS sebulan yang lalu, menembus Rp 16.000 per dollar AS pada 20 Maret 2020 di pasar tunai. Pada penutupan perdagangan, menguat ke Rp 15.900 per dollar AS.
Berita baiknya, sebagai akibat penurunan permintaan dunia dan perang minyak Arab Saudi dan Rusia, harga minyak merosot drastis dari sekitar 51 dollar AS per barel pada pertengahan Februari menjadi di bawah 29 dollar AS per barel pada pertengahan Maret.
Indonesia dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengurangi tekanan inflasi melalui harga bahan bakar minyak dalam negeri. Tentu dengan catatan, Bank Indonesia harus tetap dapat menstabilkan rupiah.
Menjaga jarak sambil memelihara nafkah orang banyak
Memenuhi anjuran WHO untuk penelusuran dan pencegahan perluasan wabah, Indonesia mengumumkan kasus positif Covid-19 untuk pertama kali pada 9 Maret 2020. Sampai dengan Senin (23/3/2020) pukul 15.00 WIB, berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, sebanyak 579 orang positif Covid-19 di Indonesia. Sebanyak 49 orang meninggal dan 30 orang sembuh.
Di tengah masyarakat, media sosial dan alat komunikasi sudah menjadi hal yang umum. Berbagai kalangan mengemukakan ide, mulai dari perdebatan kebenaran perihal efektivitas kunyit untuk meningkatkan daya tahan tubuh sampai perlu atau tidaknya penghentian aktivitas secara total (lockdown). Dalam perdebatan yang terakhir ini kita harus menyikapinya secara bijaksana.
Perekonomian merupakan satu kesatuan arus mengalir (circular flow) yang terdiri dari masyarakat konsumen dan produsen. Secara sederhana, pengeluaran satu entitas merupakan rezeki bagi yang lainnya. Produksi dari satu entitas tidak hanya merupakan barang dan jasa yang siap dikonsumsi, tetapi juga pendapatan bagi rumah tangga yang bekerja di pabrik dan rumah tangga produksi.
Dari segi pelaku sektor produksi, perekonomian Indonesia didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, pada 2019, entitas produksi Indonesia didominasi UMKM, yaitu 99,99 persen dari total jumlah unit usaha yang ada. Sementara itu, dari sisi nilai tambah, UMKM menyumbang sekitar 63 persen dari produk domestik bruto.
Dari segi ukuran jumlah pekerja dan omzet, yang terkecil adalah usaha mikro dengan kontribusi nilai tambah sekitar 34 persen PDB. Sementara secara entitas berjumlah sekitar 98 persen dari 63 juta jumlah total unit usaha yang ada, termasuk perusahaan besar.
Tidak seperti pegawai kerah putih di perkantoran, bagi usaha mikro dan pekerjanya, hidup adalah dari hari ke hari dengan mengandalkan omzet dan pendapatan harian. Omzet usaha mikro per tahun rata-rata sekitar Rp 76 juta, berarti Rp 6 juta sebulan atau Rp 200.000 per hari. Bagi kelompok ini, akses dan kesempatan menjual produk mungkin lebih penting dibandingkan dengan bantuan tunai dan kredit.
Penjual di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, atau Pasar Gede, Solo, punya kotak uang, yang meskipun isinya bisa jadi uang kertas yang lusuh, menjadi sumber investasi dan untuk berjaga-jaga. Bagi mereka, kesehatan dan penghidupan menjadi satu. Mereka berusaha mencari nafkah untuk tetap sehat dan mereka berusaha tetap sehat untuk dapat mencari nafkah.
Bukan kebetulan jika sebagian besar negara yang memutuskan lockdown adalah negara maju yang berlokasi di benua. Pertimbangannya, logistik dan ukuran sektor informal. Korea Selatan sebagai negara maju dengan sektor informal kecil menyadari perannya sebagai penghubung sistem logistik dunia yang dapat dengan mudah direbut negara-negara tetangganya.
Kebijakan alternatif yang cukup berhasil dalam meredam penyebaran wabah adalah pengujian drive-thru, komunikasi massa, dan penggunaan teknologi. Singapura sebagai titik kumpul internasional sejauh ini tidak memilih lockdown. Indonesia memilih mengurangi mobilitas orang, menjaga jarak (social distancing), mengurangi kerumunan orang, dan tes cepat secara massal.
Sejak 13 Maret, perguruan tinggi telah mengambil inisiatif, bukan lockdown atau libur, namun menghentikan kuliah tatap muka dengan kuliah pembelajaran jarak jauh. Langkah ini diikuti sekolah dasar hingga lanjutan. Alternatif ini merupakan komproni antara kegiatan belajar-mengajar dan keperluan untuk mencegah penularan Covid-19.
Strategi yang sama dapat dilakukan untuk membantu sektor informal yang hidup dari penghasilan harian seperti warung, pedagang kecil, industri rumah tangga, sopir angkot, dan ojek dalam jaringan. Tanpa perintah lockdown pun mereka sudah kehilangan pelanggan dengan makin sepinya sekolah, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan tempat keramaian yang lain.
Sektor informal mempunyai peranan penting dalam menjaga resiliensi perekonomian. Saat ini secara makro, berbagai stimulus telah dilakukan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, nilai dari pajak yang ditanggung pemerintah untuk enam bulan ke depan, dana desa, bantuan tunai, relaksasi kredit untuk dunia usaha dan UMKM.
Pada awalnya, strategi ini ditujukan untuk mengompensasi penurunan permintaan agregat akibat terpuruknya sektor hotel dan restoran, serta perdagangan dan manufaktur. Dalam perjalanan waktu, kebijakan ini akan sangat berguna untuk masa pemulihan nanti (the aftermath).
Daya beli hanya akan efektif kalau masih ada barang dan jasa yang dihasilkan sektor produksi, termasuk UMKM, setidaknya pada tingkat aktivitas minimum. Jika tidak, dampaknya adalah inflasi yang berkelanjutan.
Secara mikro, berbagai platform daring yang populer untuk memesan makanan, barang, atau kurir dapat dimobilisasi untuk memelihara keseimbangan sisi permintaan dan produksi pada tingkat minimum. Di perdesaan, agen laku pandai bank-bank BUMN, badan usaha milik desa, dan koperasi dapat melakukan hal yang sama.
Di AS, Amazon telah melayani belanja kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari secara daring untuk menjaga rantai pasok agar tidak hancur total. Di sini, pesanan Rp 20.000-Rp 30.000 per rumah tangga ke pasar basah, warung, rumah makan, dan gerai waralaba dengan jasa kurir ojek daring sudah cukup untuk sekadar meneruskan penghidupan hari ini menuju esok hari bagi masyarakat yang mengandalkan ekonomi berbagi.
Secara keseluruhan, kebijakan makro-mikro penanggulangan wabah Covid-19 diharapkan akan dapat mempertahankan ekspektasi positif semua entitas ekonomi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kebijakan makro-mikro itu sangat diperlukan untuk Indonesia agar tetap tumbuh setelah badai ini berlalu.