Gubernur Jawa Timur, bupati, dan wali kota belum akan menempuh kebijakan mengunci wilayah guna mencegah atau mengantisipasi pandemi virus korona meski jumlah kasus warga terjangkit dan meninggal bertambah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur dan kalangan bupati/wali kota belum akan menempuh kebijakan lockdown atau mengunci wilayah guna mencegah atau mengantisipasi pandemi virus korona meski jumlah kasus warga terjangkit hingga meninggal bertambah.
”Lockdown sudah diterapkan secara terbatas, misalnya di kantor-kantor dan sekolah-sekolah yang tidak boleh ada orang keluar dan masuk,” ujar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di Surabaya, Jumat (27/3/2020).
Sepekan terakhir, layanan Bidang Angkutan dan Keselamatan Dinas Perhubungan Jatim dihentikan karena seorang pegawai dinyatakan positif terjangkit virus korona. Bidang ini dikunci dan 27 pegawainya diminta melakukan karantina mandiri di rumah selama dua pekan.
Lalu lintas tidak diperbolehkan melewati rumah-rumah mereka yang positif sehingga kami alihkan. (Suprawoto)
Hampir seluruh sekolah negeri dalam tanggung jawab pemerintah provinsi, yakni SMA dan SMK, diliburkan. Siswa belajar di rumah dan diminta tidak beraktivitas di luar, apalagi kontak dengan orang lain, guna mencegah potensi tertular virus korona.
Kebijakan ini juga ditempuh oleh pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab mengelola sekolah negeri dari jenjang dasar hingga tingkat pertama. Pengelola sekolah swasta mengikuti anjuran pemerintah.
Bupati Magetan Suprawoto yang dihubungi dari Surabaya mengatakan lebih memilih kebijakan jaga jarak fisik (physical distancing). Mengunci hanya diterapkan amat terbatas di kawasan tinggal warga yang positif terjangkit virus korona.
Di Magetan ada delapan warga yang dinyatakan positif Covid-19, yakni sepasang suami istri dan satu keluarga (enam orang) pasien yang meninggal dalam penanganan virus korona di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Mereka tinggal di dua kawasan.
”Lalu lintas tidak diperbolehkan melewati rumah-rumah mereka yang positif sehingga kami alihkan,” kata Suprawoto. Obyek wisata, tempat hiburan, dan kedai ditutup. Sekolah masih diliburkan. Sebagian besar pegawai pemerintah bekerja dari rumah. Pasar tetap buka, tetapi dipantau dan dikendalikan agar tidak padat kunjungan. Tempat ibadah juga tidak membuka layanan. Warga beribadah di rumah.
Sentra-sentra produksi pertanian tetap berjalan untuk menjamin ketersediaan bahan pokok, terutama pangan, bagi warga Magetan. Misalnya, sentra susu segar di Singolangu, Sarangan, tetap berproduksi dan hasilnya dibeli oleh pemerintah untuk kebutuhan nutrisi tim kesehatan serta pasien di rumah sakit dan puskesmas. Produksi sayur dan buah juga tetap dipertahankan demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Karantina mandiri
Wakil Bupati Pacitan Yudi Sumbogo yang dihubungi secara terpisah mengatakan tidak mengambil kebijakan mengunci, tetapi menjalankan anjuran pemerintah pusat dan provinsi terkait dengan jaga jarak fisik dan memantau warga agar aktif dalam karantina mandiri.
”Di perbatasan dengan daerah lain, kami memasang gerbang atau bilik disinfektan bagi orang yang akan keluar dan masuk,” kata Yudi. Masalahnya, gelombang pemudik ke Pacitan akan segera datang. Ribuan warga Pacitan bekerja di luar kabupaten itu di Jatim dan provinsi lain, biasanya di sektor industri. Karena di tempat bekerja terjadi pengurangan aktivitas, sedangkan bulan puasa dan Lebaran mendekat, warga Pacitan terdorong pulang kampung.
”Kami akan kewalahan memastikan mereka yang pulang tidak membawa atau menulari orang lain dengan virus korona,” ujar Yudi.
Pemerintah Kabupaten Pacitan juga kekurangan alat pelindung diri bagi tim kesehatan. Masker kesehatan menjadi barang yang sudah tidak dapat ditemukan di kabupaten paling barat daya Jatim yang menghadap Samudra Hindia itu.
Pemerintah Kabupaten Pacitan siap mengoperasikan gedung olahraga milik mereka untuk menjadi rumah sakit sementara jika terjadi ledakan jumlah pasien virus korona.
Data sampai pukul 17.30 WIB, di Jatim terdapat 66 kasus positif Covid-19, dengan 5 orang di antaranya meninggal. Sebanyak 267 kasus merupakan pasien dalam pengawasan dan 3.781 kasus adalah orang dalam pemantauan.
Wajib disterilisasi
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pun terus melakukan upaya perlindungan terhadap warga Surabaya. Semua pintu masuk ke Kota Surabaya akan dipasang bilik atau terowongan sterilisasi sehingga semua orang yang masuk ke Surabaya wajib mengikuti protokol itu.
”Jangan lagi ada warga yang berkumpul, berada di tengah keramaian dalam waktu lama. Jaga diri masing-masing agar terhindar dari virus korona dengan menjalankan seluruh anjuran,” katanya.
Warga Surabaya, menurut Risma, umumnya sudah mengerti ganasnya serangan virus korona pada tubuh. Petugas Pemkot Surabaya pun terus menyosialisasikan kepada warga terkait wabah virus korona, sambil menyemprotkan disinfektan. Seluruh kalangan masyarakat juga sudah memberlakukan segala aktivitas dari rumah.
Dengan semakin sedikit warga yang melakukan aktivitas di luar rumah, pergerakan ekonomi agak melambat. Untuk menghindari kelesuan ekonomi, pelaku usaha di segala sektor diminta lebih kreatif, termasuk pedagang di pasar tradisional dan toko kelontong.
”Pelaku usaha sudah melakukan semua upaya untuk memotong penyebaran virus korona di tempat usaha mereka masing-masing. Seluruh wilayah kota juga terus disemprot disinfektan secara rutin, baik oleh pemkot maupun secara mandiri oleh warga,” ujar Risma.
Agar warga rajin mencuci tangan, pemkot menyediakan wastafel portabel di sekitar 1.000 titik. Tempat cuci tangan itu dipasang di tempat umum, seperti pasar, terminal, taman, tempat wisata, serta ruang publik lain yang biasa ramai dikunjungi warga.
Pemkot pun terus melakukan gerakan dengan mengajak warga mengonsumsi minuman dengan bahan baku rempah seperti herbal atau jamu. Tak kurang dari 1.000 gelas minuman herbal pokak dibuat pemkot di dapur umum di Taman Surya, juga 1.000 butir telur ayam rebus, untuk dibagikan kepada warga secara gratis.
”Minuman herbal itu salah satu cara agar imun tubuh tetap terjaga dengan baik,” kata Risma yang sudah hampir dua pekan keluar masuk kampung dan tempat keramaian menggunakan pelantang suara mengimbau warga melakukan pembatasan sosial, antara lain menjaga jarak, rajin mencuci tangan memakai sabun, serta menjauhi kerumunan atau karantina mandiri.