Penundaan pelaksanaan Olimpiade di Tokyo, Jepang, tahun 2020 membawa pesan urgensi keselamatan publik di atas pembuktian moto Olimpiade.
Oleh
·2 menit baca
Inisiator Olimpiade modern Pierre de Coubertin pada 1894 mengusulkan moto Olimpiade yang abadi hingga kini: ”Citius, Altius, Fortius”. Moto dalam bahasa Latin itu berarti ”lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat” dan diterapkan sejak Olimpiade modern perdana di Athena, Yunani, pada 1896.
Sejak itu, Olimpiade menjadi pembuktian prestasi olahragawan terbaik sejagat. Tiap empat tahun, publik menunggu capaian-capaian fenomenal atlet di Olimpiade, juga Paralimpiade untuk atlet difabel. Kesuksesan seorang atlet memacu pesaing mereka untuk mengalahkan pada pergelaran berikutnya. Tentu, bersaing dalam bingkai sportivitas.
Pencinta olahraga mencatat, sebut saja Yelena Isinbayeva, peloncat galah asal Rusia, yang meraih medali emas loncat galah putri di Athena 2004 dan Beijing 2008. Isinbayeva kini masih tercatat sebagai pemegang rekor dunia loncat galah putri setinggi 5,06 meter, diciptakan pada 28 Agustus 2009.
Ada juga Usain Bolt. Pelari cepat Jamaika itu merebut emas lari 100 meter dan 200 meter di tiga Olimpiade: Beijing 2008, London 2012, dan Rio de Janeiro 2016. Ia yang kini pemegang rekor dunia dengan catatan waktu 9,58 detik untuk lari 100 meter sudah gantung sepatu sehingga tak tampil di Tokyo. Menarik ditunggu, siapa penguasa lari cepat tanpa Bolt?
Sebagai ajang olahraga terakbar sedunia, atlet-atlet sejagat berobsesi lolos kualifikasi dan bisa tampil di Olimpiade. Para pembina dan pelatih juga sudah menyiapkan atlet-atlet demi puncak penampilan di Tokyo 2020, yang semula akan dibuka pada 24 Juli 2020.
Apa daya, hantaman badai virus korona tipe baru yang telah menginfeksi lebih dari 400.000 warga dunia memaksa Pemerintah Jepang memahami kecemasan dunia terkait kemungkinan Olimpiade sebagai media penularan Covid-19.
Maklum, Olimpiade sudah pasti melibatkan massa. Sebagai perbandingan, Olimpiade Rio de Janeiro 2016 diikuti lebih dari 200 negara serta lebih dari 11.000 atlet. Tokyo 2020 juga tak beda jauh dalam jumlah negara dan atlet yang berlaga.
Penundaan diumumkan seusai kesepakatan Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dalam telekonferensi, Selasa (24/3/2020). Ribuan atlet tentu kecewa. Persiapan bertahun-tahun demi tampil di perhelatan akbar Tokyo 2020 harus tertunda karena pandemi Covid-19. Tersisa tanda tanya karena kepastian jadwal baru belum ditetapkan. Pengumuman jadwal baru Olimpiade-Paralimpiade membuat atlet punya jadwal persiapan pasti, termasuk menetapkan prediksi puncak performa saat kejuaraan dihelat pada 2021.
Penundaan ini menandakan bahwa aspek keselamatan publik menjadi prioritas. Bahkan lebih penting daripada pembuktian siapa yang ”lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat”, seperti moto Olimpiade, ide Pierre de Coubertin.