Pemerintah belum tuntas mengumpulkan data pekerja informal yang akan mendapat bantuan tunai dan jadi sasaran program kartu prakerja.
Oleh
karina isna irawan/agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah masih menghitung dan menyusun skema stimulus bantuan langsung tunai bagi penduduk termiskin dan terdampak langsung Covid-19. Sejauh ini, penerima bantuan langsung tunai ditetapkan 29,3 juta kepala keluarga.
Sesuai penjelasan Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono, stimulus untuk meningkatkan daya beli dibagi berdasarkan kelompok masyarakat. Selain untuk penduduk miskin, bantuan langsung tunai juga diberikan kepada kelompok masyarakat terdampak langsung Covid-19.
Mereka adalah penduduk yang mayoritas tinggal di perkotaan dan bekerja di sektor informal. Namun, pemerintah masih mengumpulkan datanya.
“Data diperoleh dari koordinasi dengan pemerintah daerah dan bekerja sama dengan pelaku usaha pekerja informal harian seperti perusahaan aplikasi transportasi dalam jaringan dan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI),” ujar Susiwijono di Jakarta, Jumat (27/3/2020).
Dana yang dialokasikan untuk dua paket stimulus penanganan Covid-19 sebesar Rp 158,2 triliun. Jumlah itu untuk paket stimulus I sebesar Rp 10,3 triliun, paket stimulus II Rp 22,9 triliun, ditambah dari pelebaran defisit anggaran Rp 125 triliun atau sekitar 0,8 persen produk domestik bruto (PDB).
Upaya menjaga daya beli masyarakat juga dilakukan melalui Program Kartu Prakerja. Program untuk membantu masyarakat yang kehilangan pemasukan akibat Covid-19 ini juga akan menyasar sektor informal. Namun, pemerintah kesulitan mendata pekerja informal yang tersebar dan tidak terdeteksi.
Sejauh ini, untuk mengumpulkan data pekerja yang bisa menerima insentif dari Kartu Prakerja, pemerintah mengacu pada data Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di berbagai wilayah, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), BP Jamsostek, serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Pemerintah juga membuka pendaftaran terbuka sehingga masyarakat yang penghasilannya terganggu pandemi global Covid-19 bisa mendaftar langsung.
Koordinator Kartu Prakerja dari Kementerian Tenaga Kerja, Mukhtar Aziz, Jumat (27/3), mengatakan, Komite Cipta Kerja memacu proses pendataan dalam waktu kurang dari sepekan sebelum pendaftaran Kartu Prakerja resmi dibuka, April 2020.
Pada tahap awal, program akan fokus pada pekerja di sektor pariwisata lebih dulu serta yang terdampak Covid-19, antara lain ritel dan pengendara ojek daring. Pendaftaran juga akan dibuka dengan kuota tertentu agar masyarakat yang memenuhi syarat bisa mendaftarkan diri.
Meski demikian, pemerintah kesulitan mendata pekerja di sektor informal, seperti pedagang asongan, buruh pabrik, kuli bangunan, petugas kebersihan, pekerja harian, dan pengemudi ojek daring. Padahal, kelompok ini paling rentan terdampak Covid-19 karena kebutuhan hidup sehari-harinya bergantung pada pemasukan harian.
Dinas Ketenagakerjaan di masing-masing wilayah sasaran program Kartu Prakerja diminta untuk segera mendata dan menyerahkan informasi terkait warga yang bekerja di sektor informal.
“Mereka yang paling tahu kondisi di lapangan. Pekan depan, disnaker diharapkan sudah punya informasi (pekerja informal) itu, by name, by address,” kata Mukhtar.
Direktur Kemitraan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Panji W Ruky, Jumat, mengatakan, Komite Cipta Kerja masih menyusun mekanisme pendaftaran bagi pekerja informal secara lebih detil. Pemerintah juga menyusun data pelaku UKM yang terdampak Covid-19 bersama Kementerian Pariwisata serta Kementerian Koperasi dan UKM.
Lebih lambat
Sementara, laporan terbaru Moody\'s Investor Service menyebutkan, pemulihan negara-negara berkembang dari dampak pandemi Covid-19 akan lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal itu ditengarai akibat jaring pengaman sosial yang terbatas, kemampuan mendukung dunia usaha dan rumah tangga lemah, serta guncangan pasar keuangan akibat Covid-19 yang besar.
“Pasar modal di negara-negara berkembang relatif terbuka dan rentan terhadap sentimen sehingga ada risiko prospek pertumbuhan ekonominya memburuk,” papar Moody\'s.
Moody\'s Investor Service menyebutkan, penurunan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang cukup tajam tidak bisa dihindari. Kondisi itu diperparah pengetatan likuiditas di negara-negara berkembang akibat arus modal keluar dan penerimaan pajak turun. Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh 3,7 persen pada tahun ini dan 5 persen pada 2021.
penurunan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang cukup tajam tidak bisa dihindari
Adapun rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota G20 diproyeksikan negatif 0,5 persen pada 2020. Pemulihan ekonomi terjadi bertahap mulai 2021 dengan pertumbuhan 3,2 persen. Prospek negatif ini dipengaruhi kerusakan rantai pasok global yang dimotori China selama triwulan I-2020 dan penurunan permintaan global pada triwulan II-2020.