Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 dalam Pusaran Kesehatan dan Agama
›
Pemakaman Jenazah Pasien...
Iklan
Pemakaman Jenazah Pasien Covid-19 dalam Pusaran Kesehatan dan Agama
Prosesi pemakaman jenazah menjadi bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal. Namun, sebaik-baiknya penghormatan bagi jenazah Covid-19 adalah dengan tetap menjaga keamanan pemulasaran dari penularan wabah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Awal pekan ini, warganet dihebohkan dengan video keluarga yang membuka jenazah pasien dalam pengawasan Covid-19 di Kolaka, Sulawesi Tenggara, yang sudah dibungkus plastik kedap udara. Keluarga yang saat itu penuh isak tangis bahkan memegang dan mencium jenazah yang meninggal pada Senin (23/3/2020) seusai diisolasi selama tiga hari di RSUD Bahteramas, Sulawesi Tenggara.
Ketika keluar dari rumah sakit, jenazah itu sudah dimandikan, dikafani, dan dibungkus plastik sesuai pedoman penanganan jenazah yang meninggal akibat terjangkit Covid-19. Namun, ketika jenazah akan dibawa ambulans untuk dimakamkan, keluarga mengambil sendiri jenazah tersebut. Ketika tiba di rumahnya, beberapa anggota keluarga dan tetangga terlihat mendekati jenazah tersebut.
Berbeda dengan pemakaman pasien dalam pengawasan (PDP) di Kolaka, pemakaman Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Iwan Dwiprahasto, yang meninggal akibat Covid-19 pada Selasa, 24 Maret, dilaksanakan menurut protokol tertinggi pasien positif Covid-19.
Ketika dimakamkan di pemakaman keluarga besar UGM di daerah Sawitsari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, seluruh petugas yang memakamkan mengenakan alat pelindung diri (APD). Tidak tampak peziarah yang ikut mengantarkan jenazah menuju persemayaman terakhirnya. Masyarakat diminta mendoakan almarhum dari rumah dan bisa menyaksikan prosesi pemakaman melalui siaran langsung di akun Instagram @ugm.yogyakarta.
Dua peristiwa tersebut merupakan sebagian kecil potret pemakaman jenazah Covid-19 di Indonesia. Laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Jumat (27/3/2020), menyebutkan, jumlah total pasien positif Covid-19 mencapai 1.046 orang dengan 87 pasien di antaranya meninggal. Mereka yang meninggal harus dimakamkan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, penanganan jenazah Covid-19 harus mengikuti beberapa ketentuan. Beberapa di antaranya seluruh pihak yang menangani jenazah harus menggunakan APD. Jenazah harus dibungkus dan dipastikan tidak ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
Jenazah juga tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet. Jika jenazah sudah dibungkus, tidak diperbolehkan untuk dibuka kembali. Pengantaran jenazah harus menggunakan ambulas khusus serta pemulasaran jenazah tidak boleh lebih dari empat jam.
Pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Panji Hadisoemarto, mengatakan, pada umumnya jenazah yang meninggal karena suatu penyakit dianggap tidak akan menularkan virus atau penyakitnya ke orang lain.
”Dalam arti, penularan secara droplet tidak akan terjadi karena jenazah tidak batuk-batuk. Tetapi, karena Covid-19 bisa menular secara tidak langsung, lewat tangan, misalnya, bisa timbul risiko penularan kalau jenazah disentuh atau dicium,” kata Panji, dikutip dari Kompas.com, Kamis, 26 Maret.
Dengan demikian, risiko penularan ke orang lain bisa terjadi karena jenazah PDP Covid-19 disentuh dan dicium sebelum dikebumikan. Jika ternyata jenazah itu positif Covid-19, orang yang menyentuh dan mencium jenazah PDP otomatis statusnya menjadi orang dalam pemantauan (ODP).
Pemulasaran jenazah Covid-19 tersebut sedikit berbeda dengan pemakaman pada umumnya yang mengikuti petunjuk agama dan adat istiadat. Dalam sebagian penduduk Muslim di Indonesia, misalnya, jenazah dikubur hanya ditutup dengan kain kafan. Tidak ada pembungkus plastik, begitu pula dimakamkan tanpa peti.
Untuk mempertegas pemulasaran jenazah pasien Covid-19, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan fatwa terkait ketentuan mengurus jenazah pasien yang terinfeksi wabah Covid-19. Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah Muslim yang Terinfeksi Covid-19 ini menjelaskan pedoman untuk memandikan, mengafankan, hingga menguburkan jenazah yang sesuai dengan ketentuan protokol medis serta syariat agama.
”Dengan fatwa ini, kami berharap masyarakat mengikuti ketentuan agama dan tetap menjaga keamanan dari penularan wabah,” ucap Sekretaris Komisi Fatwa MUI HM Asronun Ni’am Sholeh.
Beberapa poin dalam fatwa tersebut antara lain tentang cara memandikan, yakni dengan mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh jenazah. Selama proses pemandian, jenazah dibiarkan tetap berpakaian. Jika jenazah tidak memungkinkan terkena air, dapat ditayamumkan.
Apabila petugas yang mengurus jenazah berpendapat kondisi jenazah sulit dimandikan atau ditayamumkan, berdasarkan ketentuan fatwa, jenazah dapat langsung dikuburkan. Hal tersebut untuk menghindari faktor yang rentan menyebabkan penularan.
Seusai dikafani, jenazah dimasukkan ke kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas. Jenazah kemudian dimasukkan ke peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan. Hal ini bertujuan agar jenazah menghadap ke arah kiblat saat dikuburkan. Jika setelah dikafani masih terdapat najis pada jenazah, petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Proses penguburan dilakukan dengan memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat sebagaimana diatur dalam ketentuan Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) dalam Keadaan Darurat.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama juga telah mengeluarkan protokol pengurusan jenazah untuk pasien Covid-19. Terdapat tujuh poin dalam protokol tersebut. Poin pertama, pengurusan jenazah dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah ditentukan Kementerian Kesehatan.
Jenazah dipakaikan pakaian sepantasnya sebelum dimasukan ke kantong jenazah berbahan plastik (tidak tembus air) dan peti jenazah. Peti tidak boleh dibuka kecuali untuk situasi mendesak, seperti proses autopsi yang dilakukan pihak berwenang. Kemudian, jenazah bersemayam maksimal empat jam. Khusus pengantaran jenazah ke pemakaman sesuai prosedur dinas kesehatan.
Ibadah pemakaman sesuai prosedur yang ada dengan catatan hanya mengikutsertakan perwakilan keluarga dalam jumlah terbatas berdasarkan petunjuk tenaga kesehatan. Selama ibadah, tetap mematuhi prosedur kesehatan terkait, misalnya sanitasi dan jarak fisik untuk pencegahan Covid-19.
Sebagai bentuk penghormatan terakhir, pemakaman jenazah pasien Covid-19 semestinya diperlakukan sebaik mungkin tanpa mengabaikan masalah kesehatan. Protokol yang dibuat oleh pemerintah ataupun lembaga keagamaan semestinya diikuti agar jenazah dan orang yang ditinggalkan merasa tenang.