Permintaan Ekspor Turun, Industri Pengolahan Rajungan Kurangi Operasi
›
Permintaan Ekspor Turun,...
Iklan
Permintaan Ekspor Turun, Industri Pengolahan Rajungan Kurangi Operasi
Penundaan pembelian oleh importir asal Amerika Serikat, akibat pandemi Covid-19, membuat industri pengolahan di Tanah Air lesu. Penyerapan rajungan hasil tangkapan nelayan pun berkurang. Nelayan kecil terdampak.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Industri pengolahan rajungan mulai mengurangi penyerapan hasil tangkapan nelayan, seiring melemahnya pasar global. Permintaan ekspor rajungan yang turun berdampak ke nelayan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Rajungan Indonesia, Kuncoro Catur Nugroho, menyebutkan, sekitar 90 persen ekspor rajungan Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat. Namun, permintaan pasar AS saat ini menurun sebagai dampak pandemi Covid-19, antara lain akibat sepinya tingkat kunjungan restoran.
Jumlah eksportir rajungan anggota APRI saat ini 17 perusahaan. Sebagian besar ekspor rajungan dipasok untuk kebutuhan restoran. Namun, dua pekan terakhir, terjadi penundaan pembelian rajungan oleh importir AS. “Situasi pasar sedang tidak bisa diprediksi karena dampak Covid-19. Konsumen tidak keluar rumah, otomatis restoran sepi,” katanya.
Kuncoro menambahkan, penundaan ekspor rajungan membuat industri pengolahan dalam negeri tidak mampu beroperasi optimal. Daya tampung industri juga terbatas untuk menyerap hasil tangkapan nelayan. Beberapa pabrik kecil telah mengurangi operasionalnya.
“Sulit bagi kami mengalihkan pasar rajungan ke dalam negeri, siapa yang mau membeli. Restoran pun saat ini sepi. Lebih baik kami menunggu pasar ekspor kembali pulih,” katanya.
Lewat surat edaran APRI, pihaknya mengimbau nelayan rajungan untuk sementara mencari alternatif hasil tangkapan ikan lain untuk tujuan pasar domestik, sambil menunggu pasar ekspor membaik dan pulih.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Pimpinan Nasional Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana menyatakan, nelayan rajungan saat ini terpaksa menghentikan aktivitas. Pihaknya telah mendapat imbauan dari asosiasi untuk tidak menangkap rajungan karena pabrik kecil ditutup dalam jangka waktu tertentu untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Lesunya permintaan pasar memukul nelayan, khususnya nelayan kecil.
“Ini jelas pukulan bagi para nelayan khususnya nelayan kecil dengan alat tangkap pencari rajungan. Alat tangkap alternatif harganya relatif mahal. Beralih alat tangkap menjadi beban nelayan, terutama nelayan kecil.” katanya.
Pihaknya meminta pemerintah bekerja sama dengan APRI untuk membantu memberikan penyangga sosial ekonomi bagi nelayan rajungan untuk menyangga hidup di tengah pasar yang sulit.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar, pihaknya sedang mendata nelayan dengan kapal maksimum 10 GT yang diusulkan untuk memperoleh bantuan langsung tunai (BLT). Jumlah nelayan kapal dibawah 10 GT berkisar 2,2 juta.
Profil nelayan kecil yang akan dibantu mencakup pemilik kapal dan buruh nelayan. Satu kapal 10 GT, misalnya, dioperasikan oleh tiga orang. “Target BLT untuk kategori nelayan kecil. Formulasinya belum final,” katanya, di Jakarta, Kamis.
Sementara itu, Direktur Pemasaran KKP Machmud Sutedja, mengemukakan, di tengah melemahnya pasar global, pihaknya tengah merumuskan upaya mendorong pasar dalam negeri melalui kerjasama dengan berbagai instansi/lembaga terkait. “Mekanismenya sedang kami siapkan. Semoga dalam waktu dekat dapat segera terwujud,” katanya.