Rangkaian Erupsi Merapi Jadi Indikasi Magma Menuju Permukaan
›
Rangkaian Erupsi Merapi Jadi...
Iklan
Rangkaian Erupsi Merapi Jadi Indikasi Magma Menuju Permukaan
Rangkaian erupsi yang terjadi di Gunung Merapi selama dua hari terakhir menjadi indikasi naiknya magma menuju ke permukaan. Meski begitu, status Merapi masih Waspada (Level II).
Oleh
HARIS FIRDAUS/REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Rangkaian erupsi yang terjadi di Gunung Merapi selama dua hari terakhir menjadi indikasi naiknya magma menuju ke permukaan. Hasil pemantauan aktivitas kegempaan di Merapi juga menunjukkan, magma di dalam tubuh gunung api itu sudah menuju ke wilayah lebih dangkal dibandingkan sebelumnya. Meski begitu, status Merapi masih Waspada (Level II).
”Karena ini (erupsi) jaraknya pendek-pendek, berarti magma itu sudah menuju ke permukaan,” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (28/3/2020), di Yogyakarta.
Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah mengalami tiga kali letusan atau erupsi dalam waktu kurang dari 24 jam. Erupsi pertama terjadi pada Jumat (27/3/2020) pukul 10.56 WIB dengan kolom letusan setinggi 5.000 meter di atas puncak, amplitudo 75 milimeter (mm), dan durasi 7 menit. Erupsi itu juga disertai awan panas guguran yang meluncur sejauh 2 kilometer (km) ke arah hulu Sungai Gendol, Kabupaten Sleman, DIY.
Karena ini (erupsi) jaraknya pendek-pendek, berarti magma itu sudah menuju ke permukaan.
Sementara itu, erupsi kedua terjadi pada Jumat pukul 21.46 WIB dengan tinggi kolom 1.000 meter di atas puncak, amplitudo 40 mm, dan durasi 180 detik.
Adapun erupsi ketiga terjadi pada Sabtu pukul 05.21 WIB dengan tinggi kolom 2.000 meter di atas puncak, amplitudo 50 mm, dan durasi 180 detik. Berbeda dengan erupsi pertama, erupsi kedua dan ketiga itu tidak disertai dengan munculnya awan panas.
Hanik menjelaskan, sama seperti beberapa kali erupsi sebelumnya, tiga erupsi pada Jumat dan Sabtu itu juga didominasi oleh gas vulkanik. Gas vulkanik itu muncul karena adanya suplai magma baru dari dapur magma yang ada di tubuh Gunung Merapi. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan BPPTKG, suplai magma baru itu sudah terjadi sejak 22 September 2019.
Terjadinya erupsi dengan jeda waktu yang pendek pada Jumat dan Sabtu ini, menurut Hanik, bisa menjadi pertanda bahwa magma di dalam tubuh Merapi sudah menuju ke permukaan. Apabila dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya, magma tersebut juga diperkirakan telah menuju ke wilayah yang lebih dangkal.
Menurut Hanik, pergerakan magma menuju wilayah yang lebih dangkal itu juga terlihat dari adanya sejumlah gempa frekuensi rendah (low frequency/LF) di Merapi. Berdasarkan data BPPTKG, setelah erupsi pada Jumat siang, Merapi mengalami 24 kali gempa frekuensi rendah.
”Kenapa kita indikasikan magma ini sudah menuju ke yang lebih dangkal, karena ada dominasi gempa LF,” paparnya.
Meski begitu, Hanik menuturkan, BPPTKG belum bisa menyampaikan berapa kedalaman magma yang sedang menuju ke permukaan itu. Ia menyebut, apabila magma tersebut sudah mendekati permukaan Gunung Merapi, akan muncul deformasi atau perubahan bentuk tubuh gunung.
”Magma ini memang sudah menuju ke permukaan, tapi dia masih di dalam (tubuh gunung). Nanti kalau sudah mendekati ke permukaan, akan ada indikasi berupa deformasi,” ungkap Hanik.
Dengan kondisi itu, Hanik menyatakan, ancaman bahaya dari erupsi atau letusan Gunung Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan radius 3 km dari puncak.
Oleh karena itu, rekomendasi BPPTKG juga masih sama dengan sebelumnya, yakni masyarakat diminta tak beraktivitas di dalam radius 3 km dari puncak. ”Kami harapkan masyarakat benar-benar tidak mendekati radius 3 kilometer dari puncak,” ujar Hanik.
Status Gunung Merapi juga masih sama seperti sebelumnya, yakni Waspada (Level II). Status ini telah ditetapkan sejak 21 Mei 2018.
Hujan abu
Sementara itu, akibat tiga kali letusan pada Jumat dan Sabtu, terjadi hujan abu di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang berada di sisi barat Gunung Merapi. Berdasarkan data BPPTKG, akibat erupsi pada Jumat pukul 10.56, terjadi hujan abu dengan radius hingga 20 km dari puncak Merapi.
Adapun erupsi pada Jumat malam dan Sabtu pagi, menurut BPPTKG, menyebabkan hujan abu dengan radius 5 km dari puncak Merapi. Salah satu wilayah yang mengalami hujan abu akibat erupsi Merapi itu adalah Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Salah seorang warga Desa Sengi, Srini (60), mengatakan, sesudah erupsi pada Jumat malam, terjadi hujan abu di wilayah desa itu. Pada Sabtu pagi, dia menambahkan, hujan abu tipis kembali turun setelah terjadi erupsi Merapi.
Warga Desa Sengi lain, Ismanto (52), mengatakan mendengar tiga kali suara dentuman saat Gunung Merapi mengalami erupsi pada Jumat malam. Ia menyebut, suara dentuman yang muncul itu diikuti oleh suara gemuruh.
Begitu mendengar suara dentuman dan gemuruh itu, Ismanto langsung naik ke lantai dua rumahnya untuk mencoba melihat Merapi. Namun, malam itu, Merapi sama sekali tidak tampak. ”Entah karena tertutup asap atau apa, gunung sama sekali tidak tampak,” ujarnya.