Sejumlah Proyek Pembangkit Diperkirakan Tertunda akibat Covid-19
›
Sejumlah Proyek Pembangkit...
Iklan
Sejumlah Proyek Pembangkit Diperkirakan Tertunda akibat Covid-19
Sejumlah pembangunan PLTU di Asia, temasuk di Indonesia, tertunda lantaran merebaknya wabah Covid-19. Pada saat yang sama, permintaan atau konsumsi listrik melemah sehingga belum berdampak krisis bagi Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO/C ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia diperkirakan tertunda lantaran wabah Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Global Energy Monitor mengumumkan akan ada 14 proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap di Asia, termasuk di Indonesia, yang pengerjaannya tertunda.
Pada saat yang sama, permintaan energi listrik turut berkurang di tengah wabah Covid-19 yang menghentikan sebagian aktivitas industri dan komersial.
Studi Global Energy Monitor (GEM) menunjukkan, dari 14 proyek PLTU di Asia yang berpotensi tertunda, kerugiannya bisa mencapai 17,1 miliar dollar AS. Kerugian itu datang dari pengeluaran modal (capital outlay) selama terputusnya rantai pasok akibat wabah Covid-19. Keterlambatan menyebabkan terjadinya penundaan rencana pengoperasian secara komersial.
”Secara global, pembangunan PLTU menurun akibat penurunan permintaan listrik dan pada saat bersamaan pengembangan energi terbarukan kian pesat,” ujar Direktur Program Batubara GEM Christine Shearer dalam keterangan resmi yang dikutip Kompas, Jumat (27/3/2020).
Dengan ada wabah Covid-19 ini, kami menjadi maklum dan tak bisa memaksakan proyek tersebut harus selesai tepat waktu.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia Rida Mulyana membenarkan bahwa ada proyek pembangunan pembangkit listrik di Indonesia yang tertunda lantaran wabah Covid-19. Pasalnya, sebagian pekerja teknis ataupun peralatan didatangkan dari beberapa negara, seperti China, Eropa, ataupun Korea Selatan.
Pihaknya tengah mendata konsekuensi apa yang timbul akibat penundaan proyek dan kaitannya dengan pembiayaan perbankan. ”Dengan adanya wabah Covid-19 ini, kami menjadi maklum dan tak bisa memaksakan proyek tersebut harus selesai tepat waktu,” kata Rida.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, dampak penundaan proyek pembangunan sejumlah PLTU di Indonesia di tengah wabah Covid-19 belum bisa dirasakan dalam waktu segera. Sebab, pada saat yang sama, konsumsi listrik sedang tidak tumbuh tinggi dalam situasi seperti sekarang ini. Keterlambatan selama 6 bulan hingga 9 bulan pun tak berpengaruh signifikan.
”Pemerintah memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemah di tengah wabah Covid-19. Dengan situasi seperti ini, sistem kelistrikan di Indonesia relatif aman meski ada sejumlah penundaan proyek pembangunan PLTU,” kata Fabby.
Pada 12 Maret 2020, PLN berhasil menuntaskan pembangunan transmisi saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) dengan kapasitas 275 kilovolt ampere yang membentang dari Kabupaten Lahat di Sumatera Selatan ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Transmisi sepanjang 2.936 kilometer sirkuit tersebut kian memperkuat pasokan listrik di wilayah Sumatera.
Proyek yang dikenal sebagai pembangunan tol listrik Sumatera tersebut terdiri dari 3.789 tower, 14 gardu induk, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 10.988 orang. Transmisi itu mampu mengalirkan daya listrik hingga 2.000 megawatt.
”Transmisi ini mampu menurunkan biaya pokok produksi listrik di Sumatera dan menurut perhitungan kami akan ada penghematan biaya sebesar Rp 163 miliar per bulan,” kata Vice President Konstruksi Jaringan PLN Regional Sumatera Binara Nainggolan dalam keterangan resmi.
Data pemerintah menunjukkan, hingga 2019, kapasitas daya listrik terpasang di Indonesia sebesar 69.100 megawatt. Tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas terpasang naik menjadi 74.800 megawatt. Dari total kapasitas terpasang yang ada, 60,5 persen adalah listrik yang dihasilkan dari PLTU (pembakaran batubara).
Adapun kemajuan proyek pembangkit 35.000 megawatt yang digagas pemerintah sejak 2015 hingga realisasi pada 2019 menunjukkan baru 5.071 megawatt yang beroperasi komersial. Sebesar 21.825 megawatt masih dalam tahap konstruksi dan sisanya masih pada tahap perencanaan, pengadaan, dan kontrak yang belum mulai pengerjaannya.
Pemerintah berupaya menciptakan iklim usaha kondusif agar industri-industri strategis tetap berjalan. ”Namun, perlu memperhatikan protokol kesehatan yang telah dikeluarkan pemerintah,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Kamis (26/3/2020).
Kementerian Perindustrian mendorong pelaku industri berperan aktif menangani pandemi Covid-19. Caranya, antara lain, dengan menjaga produktivitas sektor-sektor industri terkait atau yang produksinya sedang dibutuhkan konsumen.
Kementerian Perindustrian mengapresiasi pelaku industri makanan minuman di dalam negeri yang mempertahankan produksi demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Kementerian juga memacu produktivitas industri penghasil alat pelindung diri (APD) yang saat ini banyak dibutuhkan, terutama untuk tenaga medis.
APD tersebut meliputi pakaian, tutup kepala, handuk, masker, sarung tangan, pelindung kaki, pelindung tangan, dan kacamata pelindung wajah.
Industri penghasil cairan penyanitasi tangan pun dipacu produktivitasnya agar dapat memenuhi peningkatan permintaan di domestik. Demikian pula industri deterjen dan produsen etanol sebagai sektor-sektor penopang.
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, pemerintah perlu memperhatikan dan mengawal industri yang menggarap APD agar jangan sampai tutup pabrik.
”Industri APD harus diperlakukan seperti industri farmasi, sebagai industri penunjang dalam memerangi wabah Covid-19,” kata Fajar.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menyatakan, permintaan pasar dan ekonomi saat ini sedang lemah, terlebih akibat gangguan wabah Covid-19.
Terkait hal ini, Asaki berharap realisasi rencana penurunan harga gas untuk industri keramik dimulai 1 April 2020. ”Di samping itu kami juga mengharapkan dunia perbankan menyesuaikan atau menurunkan suku bunga kredit,” ujar Edy.