Dalam dua hari terakhir, Gunung Merapi mengalami empat kali erupsi. Rangkaian erupsi dalam waktu berdekatan itu mengindikasikan naiknya magma ke permukaan.
Oleh
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Erupsi susulan Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terjadi pada Jumat (27/3/2020) malam serta Sabtu (28/3/2020) pagi dan malam. Hujan abu mencapai radius 20 kilometer dari puncak Merapi.
Erupsi pertama terjadi pada Jumat pukul 10.56 dengan kolom letusan setinggi 5.000 meter di atas puncak, amplitudo 75 milimeter (mm), dan durasi 7 menit. Erupsi disertai awan panas guguran sejauh 2 kilometer (km) ke arah hulu Sungai Gendol, Kabupaten Sleman, DIY.
Erupsi kedua terjadi pada Jumat pukul 21.46 dengan tinggi kolom 1.000 meter di atas puncak, amplitudo 40 mm, dan durasi 180 detik. Erupsi ketiga terjadi pada Sabtu pukul 05.21 dengan tinggi kolom 2.000 meter di atas puncak, amplitudo 50 mm, dan durasi 180 detik. Dua erupsi susulan tersebut tidak disertai guguran awan panas.
Pada Sabtu pukul 19.25, erupsi terjadi lagi dengan amplitudo 75 mm, durasi 243 detik, dan tinggi kolom 3.000 meter di atas puncak. Saat erupsi ini, angin berembus ke barat.
Erupsi mengakibatkan hujan abu di wilayah Kabupaten Magelang, Jateng, yang berada di sisi barat Merapi. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat, hujan abu mencapai radius 20 km dari puncak Merapi.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam konferensi pers secara daring di Yogyakarta, kemarin, menyatakan, rangkaian erupsi Merapi mengindikasikan naiknya magma menuju permukaan. Hasil pemantauan aktivitas kegempaan di Merapi juga menunjukkan, magma di dalam tubuh gunung api itu sudah menuju wilayah yang lebih dangkal dibandingkan dengan sebelumnya.
”Karena ini (erupsi) jaraknya pendek-pendek, berarti magma itu sudah menuju permukaan,” kata Hanik.
Sama seperti beberapa kali erupsi sebelumnya, erupsi pada Jumat dan Sabtu itu juga didominasi gas vulkanik. Gas vulkanik muncul karena adanya suplai magma baru dari dapur magma di tubuh Merapi. Dari pemantauan BPPTKG, suplai magma yang baru sudah terjadi sejak 22 September 2019.
”Magma ini memang sudah menuju permukaan, tetapi masih di dalam (tubuh gunung). Nanti kalau sudah mendekati permukaan, akan ada indikasi berupa deformasi (perubahan bentuk tubuh gunung akibat tekanan magma),” ungkap Hanik.
Dengan kondisi itu, BPPTKG memprediksi, ancaman bahaya dari erupsi atau letusan Merapi masih sama dengan sebelumnya, yakni berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan radius 3 km dari puncak. Oleh karena itu, rekomendasi BPPTKG juga masih sama dengan sebelumnya, yakni masyarakat diminta tidak beraktivitas dalam radius 3 km dari puncak.
Status Merapi masih Waspada (Level II). Status tersebut belum berubah sejak ditetapkan pada 21 Mei 2018.