Dean Novel, Jalan Keluar Bagi Petani Jagung di Lombok
Dean Novel berhasil mencari jalan keluar untuk membantu petani jagung di Lombok. Ia membangun jaringan kemitraan dari hulu ke hilir yang melibatkan ribuan petani, penyedia jasa, dan pabrik pengolahan jagung.
Dean Novel (46) punya obsesi meningkatkan kesejahteran petani jagung di Nusa Tenggara Barat. Ia membenahi teknologi budi daya, menerapkan mekanisasi pertanian, mencarikan modal untuk bertani, hingga menampung hasil panen. Persoalan dari hulu ke hilir hilir, ia carikan jalan keluarnya.
“Usaha pertanian kini tidak bisa dikelola secara manual dan subsisten, tetapi msti dikelola secara lebih modern. Karena itu, proses produksi dan teknik budi daya harus dibenahi untuk mendapatkan produktivitas yang maksimal dan kualitas hasil panen,” kata Dean Novel, Jumat (27/3/2020), di Mataram, Lombok.
Upaya untuk membantu petani jagung di Lombok berawal tahun 2008. Saat itu, petani masih menggarap tanaman jagung secara tradisional. Pemahaman mereka tentang teknologi budi daya relatif terbatas. “Mereka membersihkan lahan, lalu satu lubang ditanami beberapa benih, dipupuk seadanya, tanaman penuh gulma karena tidak dirawat. Mereka kembali ke lahan garapan setelah tanaman siap panen,” ujarnya.
Bagi Dean, cara bertani seperti itu tidak tepat. Ia pun berusaha membagi pengetahuannya kepada para petani. Langkah awal ia lakukan dengan membangun kemitraan yang melibatkan 230 kepala keluarga petani pemilik lahan seluas 240 hektar di Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Ia merekrut beberapa staf yang bertugas melakukan pendampingan dan dibekali pengetahuan praktis terkait budi daya, pengaturan pola tanam dan cara berkomunikasi dengan petani.
“Kami melakukan pendampingan melekat sejak awal penanaman, pemilihan material budidaya, jarak tanam, perawatan dan panen. Kami buatkan jadwal tertulis perawatan tanaman, print out-nya ditempel di tiap pintu rumah petani binaan,” tuturnya.
Kemitraan itu diperkuat perjanjian, yakin petani binaan menjadi anggota Koperasi Dinamika Nusra Agrobis (DNA) yang dibentuk Dean. Petugas Koperasi melakukan penelusuran memanfaatkan Global Positioning System/GPS Tracker. Tujuannya untuk menentukan koordinat sebuah objek yang kemudian diterjemahkan ke dalam peta digital, sehingga terlihat bentuk dan ukuran pasti lahan milik petani. Petugas juga memeriksa kesuburan tanah untuk menentukan dosis pupuk, benih, dan jarak tanam.
Dalam perjanjian juga disepakati, tidak ada sita aset bila petani tidak bisa mencapai target yang ditetapkan. Para petani diminta menerapkan mekanisme kontrol secara swadaya termasuk memonitor sesama petani. “Saya bersyukur petani itu jujur. Memang ada beberapa petani yang mengaku belum setor panenan dan berjanji melunasi setorannya. Saya malah lupa,” ucapnya.
Selama ini rasio utang tidak kembali kurang dari dua persen. Utang yang tidak kembali bukan karena petani ‘nakal’, namun umumnya karena panen tak sesuai harapan akibat faktor alam dan iklim.
Jalan keluar
Bagi petani, kehadiran Dean memberi solusi karena petani selalu kesulitan mendapat modal usaha dan sarana produksi seperti benih jagung hibrida premium, herbisida, pupuk, dan biaya tenaga kerja untuk penyemprotan herbisida. Dean juga menyediakan alat dan mesin pertanian seperti traktor untuk mengolah tanah dan untuk memamen. Alat-alat itu disewa Rp 2,5 juta yang pembayarannya dihitung setelah panen.
Dari Dean, petani mendapat pinjaman modal usaha berupa pinjaman uang tanpa agunan. Petani pemula bisa meminjam Rp 7 juta-Rp 8 juta per hektar lahan, sementara petani terampil Rp 3 juta-Rp 5 juta per hektar lahan. Pinjaman itu mengadopsi prinsip syariah, yakni bunga nol persen.
“Keuntungan kami adalah saat memproduksi jagung dan dijual ke konsumen akhir (pabrik pakan ternak),” ujang Dean yang mendapatkan modal untuk memberi pinjaman dari lembaga non-bank.
Awalnya Dean mengaku susah mengajarkan teknik bertani baru bagi petani yang terbiasa melakukan usaha tani secara konvensial. Untuk menumbuhkan kepercayaan petani, Dean menerapkan teknik budaya jagung di lahan 0,50 hektar yang dijadikan pusat pembelajaran sekaligus mempraktekkan langsung ke lahan petani binaan. Petani ditunjukkan cara menanam benih yakni tiap lubang tanam diisi sebutir benih jagung. Ini berbeda dengan kebiasaan sebelumnya di mana satu lubang diisi dua-tiga butir benih.
Sistem satu lubang satu benih itu membuat penggunaan benih menjadi terukur, efektif, dan efisien. Selain itu, populasi tanaman bisa dikalkulasi sesuai penggunaan benih yang ditanam. Jarak antar tanaman pun diatur yakni 20-20-70 cm. Dengan benih 20 kilogram per hektar populasi tanaman menjadi 71.000 batang-75.000 batang. Bagi petani yang memiliki 0,7 ha, diminta merapatkan jarak tanam menjadi 15-15-60 cm atau 15-15-40 cm agar populasi jagung setara dengan luasan 1 ha lahan.
Kemudian pemupukan dilakukan bertahap dan terjadwal agar pertumbuhan jagung lebih maksimal. Setelah itu, diikuti perawatan dengan membersihkan.
Dengan perlakuan yang benar, diasumsikan berat per empat tongkol jagung adalah 1 kilogram. Maka, produktivitas per hektar ladang jagung mencapai sekitar 12 ton jagung tongkol. Andaikan ada 5 persen dari total populasi jagung yang tidak tumbuh, produktivitasnya sekitar 10 ton jagung tongkol atau masih memberi keuntungan bagi petani. Jika harga pasar jagung tongkol Rp 1.800 per kilogram, maka hasil panen minimal per hektar mencapai Rp 18 juta.
Setelah dipotong pinjaman usaha dan sarana produksi Rp 8 juta per hektar, petani masih mendapat keuntungan Rp 10 juta. Jika produktivitas lahan bisa digenjot hingga 12 ton per hektar, keuntungan yang diperoleh petani lebih besar lagi.
Dean biasanya membeli jagung hasil panen setelah harga di pasar mulai naik. Dengan pendekatan seperti itu, tidak heran banyak petani yang mau menjadi mitra. Dalam beberapa tahun, mitra yang awalnya hanya 230 KK bertambah jadi 7.000 KK dengan lahan seluas 7.000 hektar.
Kini Dean mengembangkan model pertanian berkelanjutan dari hulu ke jasa hingga ke hilir. Hulu adalah petani jagung (produsen) yang bertugas untuk budi daya dengan pengaturan pola tanah. Sedangkan jasa adalah pendamping dan penyedia jasa alat pertanian. Hilir adalah pihak yang mengolah hasil panen dari hulu dan yang dibeli oleh jasa, menjadi produk berkualitas. Hilir juga bertugas memasarkan produk.
Model yang terjadi selama ini adalah petani (hulu) membudidayakan jagung tanpa pendampingan. Hasil panen langsung dijual ke pengusaha (hilir). Tapi hasil panen ditolak karena tidak memenuhi standar. Dengan membenahi hulu yang melibatkan pengawasan dari pendamping (jasa), produk panen bisa dijual ke pengusaha (hilir) dengan standar terjaga.
Sistem ini terbukti meningkatkan kesejahteraan petani. Apalagi petani di Lombok penurut, mau mendengar jika diajak berinovasi, dan 80 persen bertani di lahan milik sendiri. “Karena lahannya milik sendiri, petani pun bertanggungjawab atas hasil usaha taninya, tutur Dean.
Dean Novel
Lahir: 24 November 1974 di Jakarta
Istri: Susanti Ardiani (35)
Anak: Muhammad Fakhri Akbar (12), Bilqis Najwa Dania (9), Bagas Khalfani Nararya (6) Bella Ramadhania Zahra (1)
Pendidikan:
- SD Negeri 07 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan (tamat tahun 1987)
- SMP Negeri 3 Manggarai, Jakarta Selatan (1990)
- SMA Islam PB Sudirman, Cijantung, Jakarta Timur (1993)
- S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Jakarta (1997)
- S2 Konsentrasi Manajemen Strategik Universitas Pancasila Program Pascasarjana (2000)
Aktivitas/pekerjaan: Managing Director PT Rinjani Agri Corpora