JAKARTA, KOMPAS — Terkendalinya dampak rambatan wabah Covid-19 terhadap perekonomian nasional sangat ditentukan oleh pilihan kebijakan pemerintah dalam mengatasi wabah akibat virus korona baru itu. Tanpa ada langkah tegas, masa pemulihan kesehatan dan ekonomi akan semakin lama.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, Minggu (29/3/2020), mengatakan, Pemerintah China yang memberlakukan lockdown atau mengunci wilayah Provinsi Hubei mengambil risiko kelumpuhan ekonomi daerah itu. Namun, kebijakan itu justru mampu mengatasi wabah Covid-19 kurang dari tiga bulan sehingga dapat mempercepat pemulihan kesehatan dan ekonomi.
Di tengah semakin masifnya wabah Covid-19, karantina wilayah perlu dilakukan pemerintah. ”Semakin cepat karantina wilayah akan semakin baik. Namun, harus ada persiapan untuk penyaluran bantuan dan memberikan waktu antisipasi bagi masyarakat dan pelaku usaha. Yang jelas, pasokan barang kebutuhan harus ditambah dan mencukupi sebelum diterapkan,” kata Faisal lewat pesan tertulis kepada Kompas.
Semakin cepat karantina wilayah akan semakin baik. Namun, harus ada persiapan untuk penyaluran bantuan dan memberikan waktu antisipasi bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Menurut Faisal, untuk menjamin ketersediaan pasokan kebutuhan sehari-hari masyarakat, pemerintah bisa menggandeng pengusaha ritel, pedagang pasar tradisional, dan pengusaha logistik. Namun, mekanisme distribusi kepada penerima manfaat di setiap wilayah perlu dikendalikan dan dipantau oleh pemerintah daerah.
”Komunikasi publik yang baik kepada masyarakat serta pengaturan pembatasan pembelian juga diperlukan untuk menghindari panik berbelanja,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Faisal, pekerja sektor informal juga berpotensi kehilangan pendapatan dan riskan jatuh ke bawah garis kemiskinan. Maka dari itu, pemerintah harus mendistribusikan bantuan langsung tunai bagi golongan ini.
Ekonom sekaligus Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, menambahkan, jika pemerintah melakukan langkah-langkah lebih ketat untuk menekan penularan Covid-19 seperti China, puncak tekanan terhadap ekonomi diperkirakan terjadi pada triwulan II. Setelahnya, pada triwulan III dan IV akan masuk masa pemulihan.
”Dengan skenario paling optimistis itu, kami memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh di kisaran minus 2 persen hingga 2 persen,” katanya.
Dengan skenario paling optimistis itu, kami memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh di kisaran minus 2 persen hingga 2 persen.
Sementara selama siaga Covid-19, konsumsi elpiji 3 kilogram meningkat dari konsumsi normal yang sebanyak 21.930 ton per hari menjadi 22.100 ton per hari. Adapun konsumsi elpiji nonsubsidi juga meningkat dari 2.050 ton per hari menjadi 2.160 ton per hari.
”Kami berharap masyarakat tak perlu khawatir dengan ketersediaan bahan bakar, elpiji, ataupun pasokan listrik. Semuanya dalam keadaan cukup. Begitu pula, rumah sakit dan pusat rehabilitasi wabah Covid-19 mendapat perhatian khusus untuk pasokan listriknya,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi.
Di sektor pangan, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, kondisi pasokan bahan pangan pokok cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai Ramadhan dan Idul Fitri 2020. Khusus untuk bawang putih dan gula pasir, saat ini sedang diupayakan menambah stok melalui impor. (M PASCHALIA JUDITH J)