Kebijakan karantina wilayah harus mampu menjamin logistik yang memadai bagi masyarakat terdampak. Tanpa kejelasan mekanisme distribusi, dikhawatirkan muncul persoalan hulu-hilir, produksi tak terserap dan barang langka.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini / C Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah menerapkan karantina wilayah sebagai dampak pandemi Covid-19 memerlukan persiapan menyeluruh, termasuk jaminan logistik pangan bagi masyarakat terdampak. Distribusi barang harus dipastikan mencukupi di wilayah yang memberlakukan karantina.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita menyatakan, ketersediaan bahan pangan dan bahan pokok merupakan hal yang sangat vital untuk mencegah kepanikan masyarakat. Selama jalur distribusi masih berjalan, seperti gudang, pelabuhan, bandar udara, kereta api, dan truk, jangkauan logistik cukup aman.
Persoalannya, sejumlah daerah menerapkan karantina dengan cara masing-masing dan regulasi yang berbeda-beda, antara lain terkait angkutan barang. Ada daerah yang membolehkan pengiriman masuk di wilayah karantina, tetapi ada yang melarang. Selain itu, ada juga gudang di wilayah karantina yang ditutup, tetapi ada pula yang tidak ditutup.
Sejumlah daerah menerapkan karantina dengan cara masing-masing dan regulasi yang berbeda.
Pihaknya meminta pemerintah pusat segera memberikan aturan karantina wilayah sehingga tidak berujung masalah baru.
”Setiap wilayah melakukan karantina masing-masing dengan aturan yang berbeda-beda karena belum ada aturan yang jelas dari pemerintah pusat. Situasi ini bisa mengganggu distribusi logistik,” kata Zaldy, di Jakarta, Senin (30/3/2020).
Sejauh ini, kapasitas logistik dinilai siap dan merata sejumlah wilayah Indonesia. Sebanyak 65 persen logistik bahan pangan nasional untuk pemenuhan di Jawa. Kapasitas logistik bahkan cenderung berlebih di situasi pandemi Covid-19 karena banyak industri yang mengurangi produksi.
Tak siap
Menurut Zaldy, persoalan lain yang perlu diantisipasi adalah jalur logistik yang aman. Jalur logistik yang bebas virus atau steril dinilai belum siap karena langkanya alat pelindung diri (APD) untuk personel logistik, seperti masker, sarung tangan, dan juga kebersihan dari alat angkut dan barang.
Beberapa upaya telah dilakukan, antara lain mengganti masker sekali pakai dengan masker dari pabrik yang bisa dicuci ulang, serta mengatur cara kerja di gudang untuk mengurangi keramaian di saat yang bersamaan.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Deny Mulyono mengemukakan, dampak pandemik Covid-19 dan rencana karantina wilayah saat ini telah dimanfaatkan oknum tertentu untuk mempermainkan harga produsen. Pemerintah perlu menjamin akses logistik untuk bahan pangan, bahan pokok, dan produk strategis lainnya.
Kebijakan karantina wilayah telah menuai kekhawatiran pembudidaya ikan terkait jaminan pemasaran produk. Keresahan pembudidaya terhadap kesulitan akses pasar dimanfaatkan oknum untuk menekan harga. Alih-alih takut barang hasil budidaya tidak dapat dipasarkan, pembudidaya terpaksa menjual hasil produksi dengan harga rendah (panic selling).
”Ada oknum-oknum yang memanfaatkan keresahan dan ketakutan pembudidaya serta peternak untuk meraup keuntungan dengan mendapatkan harga rendah dari pembudidaya. Hal ini harus diantisipasi agar tidak mengganggu keberlanjutan suplai pangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hibilindo) Effendy Wong, mengemukakan, dampak pandemi Covid-19 telah memukul usaha budidaya ikan laut yang selama ini banyak memasok kebutuhan hotel, restoran, dan ikan. Ikan sulit terserap sehingga harga anjlok. ”Pembudidaya terpaksa jual rugi. Ini memengaruhi penurunan produksi ke depan karena semakin banyak (pembudidaya) yang tidak berani tebar bibit ikan,” katanya.
Produksi siap
Terkait wacana karantina wilayah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, pelaku industri siap memenuhi kebutuhan makanan dan minuman olahan. ”Persiapan industri makanan dan minuman sudah cukup matang, sebetulnya terkait persiapan Lebaran,” ujarnya.
Para pelaku industri makanan minuman mempercepat upaya memasukkan bahan baku karena khawatir ada pembatasan. ”Justru yang menjadi masalah sekarang adalah beberapa ritel mulai mengurangi (permintaan), bahkan ada yang membatalkan pesanan. Situasi ini yang mengkhawatirkan kami,” ujarnya.
Padahal, kata Adhi, Kementerian Perindustrian meminta agar pelaku industri makanan dan minuman serta obat-obatan harus tetap berproduksi dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Industri pangan olahan diharapkan terus beroperasi karena produk pangan segar sulit diandalkan dalam situasi-situasi krisis.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, pihaknya mengimbau para pengembang dan pengelola kawasan industri agar tetap melayani pasokan utilitas, seperti air bersih, listrik, dan gas industri. Selain itu, pengelola kawasan juga diminta melayani pengolahan air limbah, pemeliharaan dan pemantauan lingkungan, serta keamanan, yang diperlukan para penyewa dan perusahaan industri di kawasan.