Pelaku Industri Film Akui Tidak Mudah Mendistribusikan Karya di Platform Digital
›
Pelaku Industri Film Akui...
Iklan
Pelaku Industri Film Akui Tidak Mudah Mendistribusikan Karya di Platform Digital
Penundaan produksi film harus dilakukan demi keselamatan dan kesehatan pekerja film. Upaya menyiasati tetap berkarya dengan platform digital pun tak mudah dilakukan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penundaan produksi film nasional mau tidak mau harus dilakukan para sineas di tengah pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 demi keselamatan dan kesehatan. Sayangnya, upaya bersiasat untuk tetap berkarya menggunakan teknologi digital rupanya tak mudah dilakukan.
Sutradara dan pendiri Visinema Pictures, Angga Dwimas Sasongko, Selasa (31/3/2020), di Jakarta, mengatakan, pihaknya menghentikan seluruh produksi dan kini sedang berada di posisi development mode. Dengan kata lain, seluruh kapasitas Visinema Pictures sekarang difokuskan untuk kegiatan pengembangan kreatif, seperti berpikir konten dan model bisnis baru. Visinema Pictures memproduksi semua jenis konten, mulai dari film layar lebar, video musik, long form series, hingga short form series.
Sampai saat ini belum ada proyek yang masuk tahap produksi. Jadwal produksi akan dilakukan setelah Lebaran. Menurut rencana, masih ada empat judul film yang akan diproduksi sampai akhir 2020.
Mengoptimalkan teknologi digital untuk tetap berkarya di tengah pandemi Covid-19 memang menjadi satu-satunya opsi.
Menurut Angga, mengoptimalkan teknologi digital untuk tetap berkarya di tengah pandemi Covid-19 memang menjadi satu-satunya opsi. Sineas dan pekerja kreatif di industri film tanpa perlu diimbau pemerintah pun akan memilih opsi itu.
Akan tetapi, pada kenyataannya, pemanfaatan teknologi digital di lapangan tidak mudah dilakukan. Sineas dan pekerja kreatif lokal mempunyai sejumlah kendala.
Dalam konteks pendistribusian film di platform digital umumnya dikenal hanya ada dua model, yaitu AdVOD dan SVOD. AdVOD singkatan dari advertising-based- video-on-demand. Sementara SVOD singkatan dari subscription-based-video-on-demand. AdVOD berarti pengguna bebas menonton konten di aplikasi internet atau OTT dengan model monetisasi bisnis dari iklan.
Sementara itu, SVOD berarti pengguna baru bisa menikmati konten setelah menyepakati berlangganan layanan. Pada model ini, sistem monetisasi bisnis berasal dari jumlah pengguna yang berlangganan.
Angga menilai, AdVOD bukan medium yang serta merta bisa menggantikan model monetisasi seperti bioskop. Di sisi lain, untuk SVOD, OTT VOD masih jadi perdebatan, misalnya Netflix diblok aksesnya oleh Telkom. Hal itu memengaruhi belanja konten Netflix ke Indonesia menjadi tidak sebesar di negara lain yang menjadi pasar utama.
Efek domino
Produser Meiske Taurisia mengaku, pandemi Covid-19 dapat disikapi secara abstrak dan praktis. Secara abstrak, hingga saat ini belum ada penelitian potensi dampak pandemi terhadap industri film. Saat proses produksi dari rumah produksi film terhenti, maka yang terkena dampak adalah seluruh rantai industri. Efek dominonya menjangkit hulu sampai ke hilir.
Pekerja lepas menjadi paling terdampak karena mereka jadi pekerja terbesar yang terserap di rumah produksi. Dampaknya pun menjalar ke investor dan bioskop.
Dia memadang, pandemi Covid-19 seyogianya menjadi masa evaluasi bagi pekerja seni dan budaya, termasuk film di dalamnya. Industri ini tidak bisa hanya dilihat lewat kontribusi ekonomi. Jaring pengaman pekerja perlu dipikirkan.
”Pekerja film harus tetap memiliki jaring pengaman terlepas ada atau tidaknya kontribusi ekonomi. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga yang menaungi industri film semestinya mulai mengembangkan jaring pengaman,” kata Meiske.
Adapun secara praktis, lanjut dia, pemerintah harus segera menyediakan tes Covid-19 ke seluruh kota-kota. Dengan demikian, kebijakan kesehatan masyarakat yang berdampak pada sektor industri lainnya dapat segera diukur dan diambil strategi yang optimal.
Sebelumnya, bertepatan dengan peringatan Hari Film Nasional, Senin (30/3/2020), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan, dia memahami adanya dampak besar yang harus dihadapi industri perfilman di tengah pandemi Covid-19. Dia mengajak agar kondisi itu tidak membuat pelaku perfilman patah semangat.
”Momen sekarang ini menuntut kita berpikir kreatif menggunakan inovasi teknologi untuk terus berkarya dan menyebarkan karya kepada masyarakat,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Film Indonesia (APFI) Chand Parwez Servia mengatakan, pasar film melalui saluran digital sejauh ini masih menyubstitusi televisi dan sarana DVD atau video. Oleh karena itu, pemasukan dari sana belum bisa menyaingi besarnya pendapatan dari bioskop.