Seorang pasien yang telah dikeluarkan dari status orang dalam pemantauan meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kendari, Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Seorang pasien yang telah dikeluarkan dari status orang dalam pemantauan meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kendari, Sulawesi Tenggara. Pasien disimpulkan mengalami gejala demam berdarah dan gagal ginjal meski belum dilakukan tes laboratorium Covid-19 terhadap pasien.
”Pasien dengan inisial D (30) meninggal tadi pagi sekitar pukul 10.00 Wita. Kesimpulan dokter yang menangani, pasien meninggal karena gagal ginjal dan gejala demam berdarah. Pasien juga telah dikeluarkan dari status ODP dan PDP karena dua kali rapid test hasilnya negatif,” kata Direktur RSUD Kendari Sukirman, dihubungi dari Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (31/3/2020).
Menurut Sukirman, pasien D dijemput tim rumah sakit pada Jumat (27/3/2020) karena dicurigai mengalami gejala Covid-19, yaitu demam dan sesak. D diketahui merupakan warga Kendari yang bekerja di daerah industri Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara. Hasil tes trombosit pasien pernah turun sampai 30.000.
Meski demikian, lanjutnya, setelah dirawat beberapa hari, hasil tes cepat (rapid test) pasien dinyatakan negatif Covid-19. Setelah dalam perawatan, trombosit pasien juga naik sampai 70.000.
”Oleh karena itu, pasien tidak diambil sampel ludah karena protokol untuk pengujian sampel di laboratorium itu ketika hasil rapid test dinyatakan positif. Pasien juga beberapa hari terakhir dirawat di ruang biasa dan prosedur pemakamannya berlangsung normal saja. Pasien memang demam dan memiliki riwayat ginjal,” ucapnya.
Menurut Sukirman, saat ini masih ada enam pasien dalam pengawasan (PDP) yang dirawat di RSUD Kendari. Keenam pasien ini tengah menunggu hasil pengujian swab di laboratorium di Makassar.
Salah satu kendala kami memang karena di Sultra belum ada fasilitas untuk pengujian laboratorium.
”Salah satu kendala kami memang karena di Sultra belum ada fasilitas untuk pengujian laboratorium. Jadi, untuk tes swab harus dikirim ke Jakarta, Surabaya, atau Makassar. Seharusnya pengambil kebijakan segera mengadakan fasilitas ini,” ujarnya.
Juru bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kendari, Al Gazali, menambahkan, tes laboratorium dahak pasien tidak dilakukan karena tes cepat menunjukkan hasil negatif. Sesuai protokol, tes laboratorium dilakukan setelah tes cepat menunjukkan hasil positif.
”Protokol hingga uji laboratorium itu memang berjenjang. Apalagi, kami di Sultra belum ada tempat untuk uji laboratorium,” kata Gazali.
Kota Kendari memang masuk dalam zona merah penyebaran Covid-19. Jumlah PDP mencapai tujuh orang. Seorang di antaranya telah dinyatakan positif terpapar virus korona jenis baru ini. Pasien tersebut saat ini dirawat di RS Bahteramas yang merupakan rumah sakit rujukan pemerintah pusat. Selain itu, 38 orang masih masuk dalam kategori ODP.
Pemerintah Kota Kendari mulai 1 April pukul 09.00 akan memperketat pengawasan di enam perbatasan Kota Kendari. Akses masuk-keluar kota diperketat dan akan diprioritaskan untuk beberapa kategori saja.
”Melihat perkembangan satu minggu terakhir, mobilitas warga yang masuk dan keluar Kota Kendari masih sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk kepentingan kesehatan kita bersama, kami mengeluarkan instruksi pengawasan ketat di wilayah perbatasan yang berlaku mulai 1 April 2020 pukul 09.00 Wita,” ujar Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir, Senin siang.
Dalam instruksi pengawasan yang dikeluarka Pemkot Kendari tersebut, semua orang yang tidak memiliki kepentingan akan dilarang untuk masuk atau keluar Kota Kendari. Adapun prioritas yang akan diperbolehkan masuk adalah kendaraan yang membawa pasien Covid-19, kendaraan logistik, dan orang yang dalam perjalanan dinas.
Warga yang diperbolehkan masuk, khususnya dalam rangka tugas, atau situasi mendesak, diharuskan mengisi formulir riwayat kesehatan dan kunjungan selama di Kendari. Selain itu juga ada pemeriksaan suhu tubuh yang dilakukan oleh tim yang telah dibentuk.