Suplai beras dan bahan pangan ke Jakarta dari daerah kini mulai tersendat dalam beberapa hari terakhir. Yang paling terasa adalah pasokan beras yang berasal dari produsen di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Oleh
fajar ramadhan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski persediaan masih terjaga, beberapa agen dan distributor bahan pangan di DKI Jakarta mulai mengeluhkan seretnya suplai dari daerah. Mereka juga mengatakan tidak melakukan persiapan khusus untuk menghadapi kemungkinan adanya karantina wilayah di Ibu Kota.
Tatang Mulyadi, pemilik toko agen beras Sejahtera di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, mengungkapkan, suplai beras dari daerah kini mulai tersendat dalam beberapa hari terakhir. Khususnya pasokan beras yang berasal dari produsen di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara itu, pasokan beras dari daerah Jawa Barat cenderung aman meskipun ada keterlambatan. Beberapa hari lalu, misalnya, Tatang meminta pengiriman beras dari produsen di Karawang, Jawa Barat. Beras tersebut baru tiba di Jakarta tiga hari setelahnya. Padahal, sebelum mewabahnya Covid-19, beras bisa dikirim hanya dalam waktu satu hari.
”Alasannya beragam. Ada yang bilang kendaraan mereka tertahan di Jakarta, ada juga yang beralasan sopir enggan masuk ke wilayah Jakarta,” ujarnya di Jakarta, Selasa (31/3/2020).
Untuk wilayah Jawa Barat, Tatang tidak hanya mengambil dari daerah Karawang, tetapi juga dari Subang, Cianjur, dan Pamanukan. Meski begitu, Tatang masih mengambil beras dari Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. Hingga saat ini, Tatang mengaku stok di sana masih melimpah.
Sebelumnya, Direktur PT Food Station Tjipinang Jaya Arif Prasetyo Adi menjelaskan, stok keseluruhan beras di Food Station Pasar Induk Beras Cipinang dan Pasar Jaya masih mencukupi untuk dua bulan. Terlebih, sejumlah daerah sentra panen di luar Jakarta juga akan memasuki masa panen (Kompas, 31 Maret 2020).
Tatang menyebutkan, permintaan beras dari warga saat ini terus meningkat. Orang-orang yang biasanya hanya membeli beras sebanyak 1-2 liter kini membeli beras berkarung-karung. Namun, permintaan dari pedagang makanan menurun drastis. Secara umum, semenjak mewabahnya Covid-19, permintaan di tokonya menurun dari 3 ton-5 ton per hari menjadi 2 ton-3 ton per hari.
Adapun tempat penyimpanan beras milik Tatang maksimal dapat menyimpan beras lebih kurang 30 ton. Dengan kondisi saat ini, jika pasokan beras yang diterimanya mandek, ia hanya mampu memenuhi kebutuhan warga selama 10-15 hari.
Terkait adanya rencana karantina wilayah di Jakarta, Tatang mengaku pasrah. Sebab, jika nantinya hal tersebut diberlakukan, ia khawatir suplai beras dari daerah menurun drastis. Untuk saat ini, ia belum menyiapkan strategi khusus dalam menghadapi karantina wilayah tersebut.
”Ya, kita ikut aturan pemerintah. Kalau nantinya tidak ada pasokan dari daerah, mau enggak mau, memang harus tutup. Tapi kalau masih ada pasokan, ya, kami masih bisa jualan,” katanya.
Tak ada strategi
Hal yang sama diungkapkan Oke Firmansyah, distributor daging ayam Tuku Ayam di Jakarta Timur. Ia tidak menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi rencana karantina wilayah di DKI Jakarta. Selama ini, Oke masih memasok daging ayam di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan area Jabodetabek.
”Jujur, kami belum ada strategi apa pun. Kami mengalir saja. Sejauh masih bisa beroperasi, ya, jalan terus,” kata pria yang juga memasarkan produknya lewat e-dagang ini.
Jujur, kami belum ada strategi apa pun. Kami mengalir saja. Sejauh masih bisa beroperasi, ya, jalan terus.
Produk yang ia siapkan juga beragam. Untuk daging ayam karkas, para distributor biasanya memasok dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam bentuk daging beku. Namun, untuk produk ayam utuh dan ayam sampingan yang meliputi filet, ceker, atau kepala, mereka mengandalkan pasokan ayam hidup dari wilayah Jabodetabek.
Bagi Oke, selama pengiriman ayam hidup dari Jabodetabek masih bisa dilakukan, ia bisa terus melayani permintaan. Apalagi, jika ayam tidak segera dipotong, para peternak bisa merugi. ”Jika ayam yang dipotong terlalu besar, hanya bisa dijadikan produk daging filet saja sehingga pasarnya terbatas,” ucapnya.
Saat ini, yang bisa ia lakukan adalah memaksimalkan kapasitas penyimpanan yang ia miliki. Kapasitas tersebut bisa mencapai 10 ton. Meski begitu, jika permintaan tiba-tiba melonjak, Oke bisa mengambil produk dari distributor lain.
Menurut Oke, permintaan daging ayam dari perorangan hingga saat ini relatif normal. Penurunan permintaan terjadi dari para pengusaha kuliner yang kebanyakan memilih untuk pulang kampung. Secara umum, penurunan permintaan berkisar 20-40 persen.
”Semoga aturan karantina wilayah dilonggarkan untuk distribusi logistik seperti halnya mudik Lebaran,” ujarnya.
Pekerja informal
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan meminta pemerintah pusat dan pemerintah provinsi (pemprov) mempersiapkan karantina wilayah dengan sebaik-baiknya. Sebab, para pekerja informal pasti akan mengalami dampak yang lebih berat.
Ia mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan solusi bagi mereka, khususnya bantuan pangan. ”Bagi mereka yang bekerja di sektor informal, seperti pedagang kecil, tukang parkir, pemulung, atau tukang ojek, situasi ini sangat sulit. Mereka butuh pertolongan untuk bertahan hidup,” ujarnya.
Menurut Kepala Bidang Pengembangan Kesejahteraan Sosial dan Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial DKI Jakarta Susana Budi Susilowati, pemberian bantuan pangan bagi warga yang secara tidak langsung terdampak Covid-19 kini menjadi kewenangan lintas sektor. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus bersinergi dengan pemerintah pusat.
”Saat ini pemprov masih fokus pada upaya memutus mata rantai penularan Covid-19 dan penyembuhan pasien positif,” katanya saat dihubungi secara terpisah.