Untuk Menekan Penularan Covid-19, Pembatasan Sosial Mesti Dikawal hingga di Lapangan
›
Untuk Menekan Penularan...
Iklan
Untuk Menekan Penularan Covid-19, Pembatasan Sosial Mesti Dikawal hingga di Lapangan
Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk memberlakukan pembatasan sosial berskala besar untuk mengatasi penularan Covid-19. Kebijakan ini hanya efektif jika pelaksanaannya serius dikawal sampai di lapangan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah memutuskan langkah pembatasan sosial berskala besar untuk mengatasi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Langkah tersebut membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak agar penularan penyakit ini bisa ditekan.
Menurut pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang juga Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Syahrizal Syarif, kebijakan yang diambil pemerintah harus dipastikan berdampak kuat pada pembatasan interaksi sosial. Selain itu, upaya pencarian kasus juga perlu dilakukan sejak dini melalui pemantauan kesehatan harian masyarakat.
”Jadi, ini jauh lebih penting dari sekadar menutup pagar akses jalan di masyarakat. Fokusnya jangan hanya di luar pagar wilayah, tetapi yang ada di dalam, mulai dari status kesehatan warga harian, edukasi warga, pendampingan warga jika sakit, serta pendampingan ke rumah sakit rujukan,” tutur Syahrizal saat dihubungi di Jakarta, Selasa (31/3/2020).
Ia menambahkan, penanganan orang dengan pemantauan serta pasien dalam pengawasan juga dipastikan berjalan dengan baik. Setidaknya pemerintah harus cepat menyediakan fasilitas kesehatan di setiap daerah, seperti pembangunan pusat karantina untuk orang dalam pemantauan dan pasien dalam pengawasan yang masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, rumah sakit khusus Covid-19, serta rumah sakit rujukan tambahan.
Rumah sakit rujukan yang tersedia saat ini dinilai masih sangat kurang. Begitu pula dengan ruang isolasi dan fasilitas ventilator (alat bantu napas) yang dibutuhkan. Ini diperlukan karena jumlah pasien terkait Covid-19 terus meningkat. Bahkan, apabila pencarian kasus semakin diperkuat, jumlah pasien bisa lebih besar.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 169 Tahun 2020, jumlah rumah sakit rujukan Covid-19 berjumlah 135 rumah sakit yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Sementara itu, dari aplikasi sarana, prasarana, dan alat kesehatan, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah rumah sakit yang mendukung penanganan Covid-19 sebanyak 1.827 rumah sakit dengan fasilitas ventilator sebanyak 8.396 unit.
Meski begitu, fasilitas layanan kesehatan ini tidak merata di seluruh Indonesia. Jumlah terbanyak berada di Jawa Barat dengan 271 rumah sakit dan 1.214 ventilator. Sementara di Maluku Utara terdapat 9 rumah sakit dan 39 ventilator serta Papua Barat dengan 8 rumah sakit dan 31 ventilator.
Secara terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan, jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 masih bertambah. Jumlah kasus positif Covid-19 yang tercatat secara kumulatif pada 31 Maret 2020 pukul 12.00 mencapai 1.528 kasus dengan 136 kasus kematian. Kasus ini tersebar di 32 provinsi dengan kasus tertinggi di DKI Jakarta (747 kasus), Jawa Barat (198 kasus), dan Banten (142 kasus).
”Kami tetap melakukan penelusuran kasus positif dengan kemudian melakukan pemeriksaan spesimen. Pasien Covid-19 juga terus ditangani di berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia. Ratusan rapid test (tes cepat massal) juga terus dilakukan untuk screening (penapisan) sehingga seluruhnya dilakukan dengan maksimal,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan, setidaknya saat ini sudah ada 7 provinsi dan 41 kabupaten ataupun kota yang menetapkan status darurat bencana wabah Covid-19. Selain itu, sebanyak 16 provinsi dan 86 kabupaten ataupun kota telah membentuk gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.
Pembatasan sosial besar
Ahli epidemiologi dan biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, keputusan pemerintah dalam mengambil langkah pembatasan sosial berskala besar mengartikan penularan Covid-19 saat ini sudah menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Karena itu, pemerintah perlu bergerak cepat untuk menekan penularan penyakit serta menyiapkan konsekuensinya, termasuk dampak ekonomi.
Pembatasan sosial ini berarti membatasi berbagai kegiatan yang dapat menyebarkan penyakit. Itu bisa dilakukan melalui peliburan sekolah dan kerja, serta pembatasan kegiatan keagamaan. ”Dengan kebijakan ini berarti pemerintah bisa tegas melarang kegiatan yang bersifat kerumunan yang bisa menyebarkan penyakit secara cepat,” ujarnya.
Ia menilai kebijakan ini sudah berada di jalur yang benar dalam upaya menekan laju penularan Covid-19. Namun, dampak ekonomi yang diperlukan untuk mendukung upaya ini juga perlu diperhatikan. Hal itu seperti untuk mencegah masyarakat mudik dengan memberikan insentif yang sesuai.
Soal mudik
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, kebijakan terkait mudik memang belum diputuskan hingga saat ini. Meski begitu, pembatasan sosial berskala besar bisa menjadi salah satu cara untuk membatasi pergerakan masyarakat dalam situasi kedaruratan kesehatan.
Selain itu, ia menambahkan, upaya pencegahan penyebaran Covid-19 akan dilakukan dengan mengintegrasikan data dari setiap daerah melalui sistem pengawasan, penelusuran, dan pelacakan. Data tersebut akan dihimpun dalam aplikasi PeduliLindungi untuk memperoleh peta besar tentang kejadian Covid-19 di Indonesia.
”Metode ini dapat membantu pemerintah untuk bekerja secara sistematis dan terfokus dalam menekan laju penyebaran Covid-19,” kata Muhadjir.