Dalam Tiga Hari, 1.497 Orang Masuk Ambon Menggunakan Kapal Pelni
›
Dalam Tiga Hari, 1.497 Orang...
Iklan
Dalam Tiga Hari, 1.497 Orang Masuk Ambon Menggunakan Kapal Pelni
Sebanyak 1.497 orang masuk ke Ambon dalam tiga hari terakhir. Sebagian dari mereka bukan warga Ambon, melainkan pendatang dengan berbagai keperluan. Pemerintah provinsi didesak segera menutup pintu masuk di Ambon.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Selama tiga hari terakhir, sebanyak 1.497 orang tiba di Ambon menggunakan kapal milik PT Pelni. Sebagian dari mereka berasal dari daerah dengan penyebaran virus korona baru, penyebab Covid-19, tertinggi di Indonesia.
Mereka berpotensi menyebarkan virus tersebut kepada masyarakat di Ambon jika sudah terinfeksi dari daerah asal. Perlu kesadaran dari mereka untuk mengisolasi diri. Warga Kota Ambon pun diminta waspada.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, aliran orang dari luar itu dimulai pada 30 Maret lalu. Mereka yang berasal dari wilayah Indonesia bagian barat dan tengah datang menggunakan Kapal Motor Nggapulu sebanyak 431 orang. Dari jumlah itu, mereka yang bukan warga Kota Ambon sebanyak 171 orang, dua di antaranya warga asing. Mereka datang ke Ambon dengan berbagai keperluan, termasuk mencari kerja.
Keesokan harinya, 31 Maret, dua kapal kembali sandar di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon. Pada pagi hari, KM Tidar menurunkan 385 orang dan pada petang KM Pangrango menurunkan 200 orang. Sebanyak 96 orang dari dua kapal tersebut bukan warga Ambon.
Pada Rabu (1/4/2020) pagi, KM Dorolonda menurunkan 481 penumpang dengan 106 orang di antaranya bukan warga Ambon. Dengan demikian, total 1.497 orang datang ke Ambon dalam tiga hari terakhir menggunakan kapal laut. Jumlah itu belum termasuk pesawat udara.
Kepala Polsek Kawasan Pelabuhan Yos Sudarso Ajun Komisaris Budi Harso memimpin tim bersama anggota TNI, petugas medis, dan pihak pelabuhan untuk memeriksa suhu tubuh penumpang yang baru turun. Tidak satu pun dari mereka terdeteksi dengan suhu tubuh di atas 38 derajat celsius.
Mereka yang bukan warga Kota Ambon langsung diarahkan ke sejumlah mes pemerintah untuk dikarantina selama 14 hari. Sementara warga Ambon diizinkan kembali ke rumah dan melakukan karantina secara mandiri. Petugas medis akan memantau perkembangan kesehatan mereka selama 14 hari ke depan.
Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol mengatakan, kedatangan 1.497 orang ke Maluku itu menjadi tanda bahaya. Hasil pemeriksaan suhu tubuh tidak menjamin mereka tidak membawa virus. Ia mendesak pemerintah agar memantau dengan serius dan sungguh-sungguh kondisi orang-orang itu.
”Orang-orang masih terus masuk ke Maluku karena Maluku masih membuka pintu lebar-lebar. Seharusnya, pemerintah daerah menutup dulu akses orang masuk ke Maluku. Semakin banyak orang yang masuk, akan semakin sulit diatasi,” kata Benediktus seraya membandingkan langkah Gubernur Papua Lukas Enambe yang menutup akses demi melindungi warganya.
Benediktus mengingatkan kondisi fasilitas kesehatan di Maluku yang sangat terbatas. Begitu pula tenaga medis serta akses antarpulau yang sangat minim. Kegagapan penanganan di Jakarta seharusnya menjadi pelajaran bagi daerah yang minim infrastruktur seperti Maluku.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokoler Provinsi Maluku Melky Lohi mengatakan, pemerintah provinsi belum mengambil opsi menutup pintu masuk ke Maluku. Pemerintah provinsi masih menunggu arahan pemerintah pusat. Penutupan akses ke Maluku akan menimbulkan kepanikan. Menurut dia, warga yang baru masuk masih bisa diatasi.
Seharusnya, pemerintah daerah menutup dulu akses orang masuk ke Maluku. Semakin banyak orang yang masuk, akan semakin sulit diatasi.
Alat pelindung diri
Dalam siaran pers Humas Provinsi Maluku yang diterima Kompas, sebanyak 2.000 alat pelindung diri (APD) dan 6.000 alat tes cepat (rapid test) mulai didistribusikan ke sejumlah rumah sakit di Maluku yang menjadi rujukan untuk penanganan pasien Covid-19.
”Jumlahnya sebenarnya masih sangat terbatas, maka akan diprioritaskan kepada mereka yang berada di ujung tombak penanganan penyebaran virus korona, misalnya petugas kesehatan serta keluarganya, kemudian pasien yang telah dinyatakan positif pada saat pengobatan lanjutan,” kata Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Kasrul Selang.
Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2010, APD adalah alat untuk mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh. Penggunaan APD oleh petugas kesehatan merupakan prosedur utama dalam kegiatan pelayanan kesehatan. Tujuannya untuk mengantisipasi risiko keselamatan dan kesehatan kerja petugas medis.