Ketika Semua Harus Dilakukan di Rumah
Publik dipaksa mampu beradaptasi dengan format bekerja, belajar, dan beribadah dengan mengandalkan koneksi internet akibat wabah Covid-19 yang melanda dunia.
Wabah Covid-19 memaksa sebagian tugas dilakukan di rumah. Mulai dari bekerja, belajar, hingga beribadah. Masyarakat tiba-tiba harus mengandalkan jaringan internet untuk aktivitas sehari-hari. Peningkatan kapasitas jaringan internet pun menjadi penopangnya.
Publik dipaksa mampu beradaptasi dengan format bekerja, belajar, dan beribadah dengan mengandalkan koneksi internet akibat wabah Covid-19 yang melanda dunia. Amerika Serikat (AS) dan Italia masing-masing menempati posisi pertama dan kedua dalam jumlah kasus positif virus Covid-19 terbanyak, diikuti Spanyol, lalu China, sesuai data hingga Selasa (31/3/2020).
Baca juga : Jiwa Raga Sehat, Covid-19 Lenyap
Penerapan lockdown atau karantina wilayah dan pembatasan sosial di AS, Italia, dan China juga membuat penggunaan jaringan internet pribadi virtual (Virtual Private Network/VPN) melonjak hingga 160 persen. Penggunaan VPN di AS naik 71 persen dalam sepekan, bahkan 124 persen selama dua minggu. Sementara di Italia penggunaannya meningkat 71 persen dalam seminggu.
Sementara di China, melonjak 160 persen dalam dua pekan. Peningkatan itu berdasar survei perusahaan penyedia layanan VPN, AtlasVPN, terhadap 53.000 pengguna mingguan. Riset dilakukan pada 9-15 Maret dan 16-22 Maret.
Lonjakan arus data di area permukiman kini rata-rata mencapai 5 persen-10 persen dari kondisi normal.
Covid-19 pun mewabah di Indonesia. Hingga 30 Maret 2020, kasus positif Covid-19 mencapai 1.414 kasus yang tersebar di 31 provinsi. Setelah imbauan Presiden, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan penyelenggara operator seluler dan platform digital lainnya mendukung aktivitas untuk dapat bekerja, belajar, dan beribadah di rumah selama kondisi belum kondusif.
Pengguna internet di Indonesia hingga 2019 diprediksi mencapai 175,4 juta dengan penetrasi mencapai 64 persen. Artinya, dari total 272,1 juta populasi Indonesia, 64 persen telah terkoneksi internet. Angka ini diprediksi kian meningkat seiring peningkatan internet yang masif saat harus bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Jumlah pelanggan internet bahkan sudah meningkat 6 persen selama sepekan terakhir. Begitu juga dengan penggunaan VPN melalui server perusahaan, naik lebih dari 6 persen.
Baca juga : Upaya Melawan Hoaks Covid-19
Penyelenggara jaringan pun melakukan berbagai upaya agar kecepatan dan kapasitas internet dapat membantu aktivitas yang harus dilakukan di rumah saat wabah Covid-19. Beberapa langkah yang dilakukan penyelenggara jaringan di antaranya penyediaan kapasitas bandwidth dan peningkatan kualitas layanan. Lonjakan arus data di area permukiman kini rata-rata mencapai 5 persen-10 persen dari kondisi normal.
Kemenkominfo mengklaim, penyediaan bandwidth tambahan dan peningkatan kualitas layanan bagi perusahaan telekomunikasi seluler bukan sesuatu yang baru jika terjadi lonjakan lalu lintas dan penggunaan data. Antisipasi penambahan bandwidth biasa dilakukan pada hari raya ataupun kegiatan nasional atau internasional maupun saat terjadi bencana.
Dipaksa beradaptasi
Di sisi lain, publik pun dipaksa untuk segera adaptif dengan perubahan yang terjadi. Upaya meminimalkan kontak fisik dilakukan dengan melakukan aktivitas bekerja, belajar, dan beribadah di dalam rumah. Ruang gerak publik di perkotaan maupun perdesaan dibatasi, bahkan beberapa wilayah menerapkan isolasi lokal.
Publik juga dipaksa beradaptasi dengan bentuk komunikasi secara digital. Jika menilik pengguna dan penetrasi internet di Indonesia, seharusnya adaptasi bisa lebih lancar. Namun, hambatan dan risiko tentu masih harus dihadapi. Aktivitas bekerja dan belajar dari rumah bukanlah ide baru karena sejak dulu sudah dipraktikkan sebagian masyarakat dengan jenis pekerjaan tertentu dan bentuk belajar jarak jauh.
Baca juga : Ekonomi Pariwisata Sesudah Wabah Virus Korona
Namun, kondisi menjadi berbeda ketika perusahaan maupun institusi pendidikan yang belum pernah menerapkannya, dipaksa untuk menerapkan akibat wabah Covid-19. Perubahan ritme kerja dan belajar pun harus kembali ditata. Di sisi lain, bekerja dari rumah memiliki risiko keamanan data perusahaan menjadi rentan karena dibuka di lingkungan rumah yang belum menjamin keamanan data. Kewaspadaan harus terus dibangun pada perangkat internet of things (IoT) yang rentan.
Pengamanan dengan sandi yang kuat dan memperbarui firmware/perangkat lunak ke versi terbaru menjadi keharusan. Selain itu, bentuk-bentuk usaha menengah dan kecil, termasuk pekerja informal, pun dipaksa ikut beradaptasi. Salah satunya, yang dilakukan PD Pasar Jaya Kramat Jati yang mempromosikan jasa pesan antar beragam produk pedagang pasar lewat aplikasi Whatsapp, dengan memberikan nomor kontak koordinator untuk setiap jenis lapak.
Publik pun dipaksa beradaptasi dengan bentuk-bentuk ibadah live streaming
Belajar dari rumah, yang diberlakukan terhadap semua tingkatan sekolah hingga perguruan tinggi, juga harus berhadapan dengan adaptasi setiap guru dan pihak sekolah dalam memaknai belajar daring. Konsep belajar daring yang terkait digitalisasi menjadikan seorang guru harus paham terlebih dahulu e-learning bagi anak-anak yang sifatnya mendidik sekaligus mengajar. Selain itu, guru-guru juga harus didorong memahami makna digitalisasi dan pemanfaatan teknologi seperti menggunakan aplikasi, telekonferensi, tatap muka daring, hingga mengenal berbagai teknologi.
Selain guru, orangtua pun harus beradaptasi dengan berperan menjadi guru sekaligus bekerja pada saat bersamaan. Hal ini disebabkan metode belajar di rumah tidak hanya terpaku pada capaian akademik ataupun fokus pada kemampuan kognitif semata. Guru dan orangtua juga harus memberikan pendidikan yang bermakna. Di sisi lain, anak-anak pun mesti beradaptasi dengan model pendampingan belajar oleh orangtuanya.
Publik pun harus beradaptasi dengan bentuk beribadah di rumah. Konsep beribadah di rumah pun terkendala karena kebiasaan dan kepercayaan masyarakat. Aktivitas ini memerlukan legitimasi dari institusi keagamaan, seperti MUI, PGI, KWI, dan Parisada Hindu Dharma Indonesia, untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam situasi wabah Covid-19.
Publik pun dipaksa beradaptasi dengan bentuk-bentuk ibadah live streaming (aliran langsung) lewat Youtube, seperti yang dilakukan penyelenggara gereja-gereja di Indonesia. Bentuk baru perayaan Idul Fitri tahun 2020 juga harus dipersiapkan mengingat wabah Covid-19 dinilai belum mencapai puncaknya di Indonesia.
Kesiapan prasarana
Selain harus beradaptasi dengan situasi yang ada, aktivitas bekerja, belajar, dan beribadah di rumah juga memerlukan kesiapan sarana dan prasaran yang memadai. Untuk mewujudkannya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan fondasi dan infrastruktur digital sudah tepat. Pasalnya, layanan digital yang paling sederhana pun memerlukan akses listrik dan internet.
Selain koneksi internet yang memadai, diperlukan sarana prasarana lain, seperti telepon pintar, komputer, atau laptop. Kepemilikan telepon pintar di Indonesia sangat membantu imbauan pemerintah untuk bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Terlebih, pengguna telepon pintar dan tablet di Indonesia, menurut Hootsuite, mencapai 355,5 juta pada 2018. Artinya, bisa terjadi seorang memiliki dua atau lebih gawai.
Perusahaan-perusahaan seluler di Indonesia pun melakukan berbagai upaya untuk mendukung imbauan pemerintah itu. Mulai dari mengawasi lonjakan lalu lintas komunikasi internet, menambah kapasitas bandwidth, promo akses kuota, akses bebas untuk aplikasi pemelajaran daring, bebas biaya upgrade kecepatan, dan lainnya. Upaya ini diharapkan bisa mempermudah akses internet untuk keperluan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Keberadaan Palapa Ring atau yang sering disebut Tol Langit yang sudah sebagian besar rampung seharusnya juga turut mendukung imbauan pemerintah. Palapa Ring yang rampung pada Agustus 2019 telah diresmikan Presiden Joko Widodo. Proyek Palapa Ring terdiri dari tiga paket, yakni paket barat, tengah, dan timur. Ketiganya memiliki jangkauan dan wilayah masing-masing, dengan total panjang jaringan 12.000 kilometer.
Mayoritas wilayah Indonesia pada akhirnya dapat dijangkau jaringan internet. Tak pelak, wabah Covid-19 semakin memaksa publik siap berhadapan dengan konsekuensi dari revolusi digital. Penggunaan IoT, big data, cloud database, blockchain, dan lain-lain mengubah pola kehidupan, bahkan kian jelas terlihat saat pandemi Covid-19 muncul secara mendadak. Siap atau tidak siap, perubahan harus dihadapi dengan cara beradaptasi. (Litbang Kompas)