Industri perikanan terhantam pandemi Covid-19. Permintaan pasar melemah dan daya beli masyarakat merosot.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
Sejak Covid-19 merebak dan dinyatakan sebagai pandemi global, komoditas ikan sebagai produk pangan sehat yang kaya protein tidak serta-merta diburu. Ekspor perikanan justru menghadapi tantangan besar karena permintaan pasar melemah.
Komoditas perikanan yang banyak mengisi kebutuhan hotel, restoran, dan kafe serta pasar kelas menengah atas di luar negeri kini merosot. Kondisi ini tak dapat dimungkiri karena pemerintah mengimbau, bahkan sebagian negara mengharuskan, masyarakat untuk tinggal di rumah selama pandemi Covid-19.
Pengiriman produk ikan laut bernilai tinggi seperti kerapu, lobster, dan kepiting hidup serta daging rajungan ke beberapa negara tujuan utama, antara lain Amerika Serikat, China, dan Jepang, tertahan. Kondisi serupa dialami komoditas udang yang merupakan primadona ekspor.
China yang perekonomiannya mulai menggeliat seiring dengan keberhasilan dalam menangani dan mengendalikan Covid-19 tak mampu membangkitkan pasar ekspor. Pasar di ”Negeri Tirai Bambu” yang sebelumnya menyerap berbagai jenis ikan—dari harga murah sampai mahal—saat ini meninggalkan komoditas premium. Pasar China memilih jenis ikan yang harganya lebih murah.
Dampaknya, harga jual komoditas premium terus merosot. Berdasarkan data Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hibilindo), harga kerapu dan lobster hidup turun 40-50 persen. Beberapa pembudidaya nekat menjual dengan ”harga rugi” agar ikan bisa segera dipanen karena tidak sanggup menanggung biaya produksi lebih lama. Sementara itu, sebagian pembudidaya udang melakukan panen lebih awal.
Penundaan ekspor rajungan membuat industri pengolahan dalam negeri juga tidak mampu beroperasi optimal. Daya tampung industri terbatas untuk menyerap hasil tangkapan nelayan. Maka, nelayan pun menanggung dampaknya.
Di tengah pelemahan pasar ekspor, peluang terbuka untuk mengisi pasar lokal. Akan tetapi, tidak mudah beralih ke pasar dalam negeri dalam situasi seperti sekarang. Daya beli masyarakat tergerus. Di sisi lain, akses informasi masyarakat terhadap ketersediaan produk ikan kualitas ekspor dan kesiapan logistik belum memadai.
Dalam kondisi ini, kita kembali diingatkan mengenai pekerjaan rumah dalam distribusi pangan yang belum tuntas. Hingga saat ini, ada ketimpangan logistik dari sentra produksi ikan ke wilayah konsumsi. Indonesia masih menghadapi persoalan, baik dalam distribusi maupun penyimpanan. Sebagian besar ikan diproduksi di luar perairan Jawa, sedangkan pasar dan industri pengolahan ikan didominasi di Jawa.
Hingga saat ini, ada ketimpangan logistik dari sentra produksi ikan ke wilayah konsumsi.
Kehadiran usaha rintisan logistik perikanan berbasis dalam jaringan menjadi salah satu jembatan memudahkan konsumen menjangkau produk perikanan. Akan tetapi, upaya itu masih perlu didukung langkah strategis pemerintah untuk melengkapi data pasokan dan kebutuhan guna memastikan suplai ikan terdistribusi sesuai kebutuhan dan sarana pendukung untuk menyerap hasil produksi hingga ke wilayah terpencil sekalipun.
Gerak cepat diperlukan untuk memastikan rantai pasok terjaga sehingga produksi perikanan hasil tangkapan nelayan dan budidaya dapat terserap optimal dengan harga yang wajar. Dengan demikian, komoditas ikan yang merupakan produk pangan sehat lebih mudah dijangkau masyarakat.