Untuk memutus pandemi Covid-19, pemerintah akan membatasi jumlah penumpang angkutan umum bagi pemudik yang tetap memaksakan pulang kampung menjelang Lebaran mendatang. Namun, pemerintah juga akan menggeser hari libur.
Oleh
Anita Yossihara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan membatasi jumlah penumpang angkutan umum bagi pemudik yang tetap memaksakan untuk pulang kampung menjelang Lebaran mendatang. Hal itu dilakukan untuk memutus pandemi Covid-19 dengan cara memberlakukan protokol kesehatan secara ketat.
Untuk itu, pembatasan sosial atau physical distancing akan diberlakukan di angkutan-angkutan umum, terutama yang melayani perjalanan antarkota antarprovinsi. Salah satunya dengan membatasi jumlah penumpang bus menjadi separuh kapasitas kursi yang ada. Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020), melalui media telekonferensi.
”Kalau tetap ada yang mudik, satu bus yang biasanya berpenumpang 40 orang akan dibatasi menjadi 20 orang,” katanya. Dengan begitu, harga tiket angkutan umum pun secara otomatis akan melonjak.
Kalau tetap ada yang mudik, satu bus yang biasanya berpenumpang 40 orang akan dibatasi menjadi 20 orang.
Tak hanya itu, para pemudik juga diwajibkan untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sejak sampai di kampung halaman. Pemerintah daerah dari tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, hingga desa/ kelurahan diminta melakukan pengawasan terhadap warga yang mudik, terutama dari daerah-daerah yang memiliki kasus positif Covid-19.
Presiden, ujar Luhut, bahkan mendorong adanya partisipasi komunitas warga, baik di tingkat rukun warga (RW) maupun rukun tetangga (RT). Setiap RW ataupun RT diharapkan turut memantau pemudik dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Untuk menjamin kebutuhan warga selama isolasi, pemerintah desa juga diperbolehkan menggunakan dana desa untuk jaring pengaman sosial.
Terkait dengan rencana penggeseran hari libur, pemerintah masih memperhitungkan waktu yang tepat. ”Mengenai libur ini sedang dihitung, nanti mungkin di akhir tahun atau bagaimana. Sedang dihitung dan dirumuskan teknisnya,” ujar Luhut.
Ditekan seminimal mungkin
Dengan pemberlakuan protokol kesehatan dengan kedisiplinan kuat, Presiden Joko Widodo berharap penyebaran Covid-19 bisa ditekan seminimal mungkin. Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam rapat terbatas membahas antisipasi mudik Lebaran 2020 menyiapkan berbagai upaya untuk menekan arus mudik Lebaran 2020 demi mencegah meluasnya penyebaran Covid-19. Tak hanya menyampaikan imbauan, pemerintah juga mempertimbangkan menggeser libur Lebaran serta menyiapkan bantuan sosial bagi masyarakat yang memutuskan tidak pulang ke kampung halaman.
Ia meminta jajarannya menyiapkan sejumlah skenario untuk mengantisipasi mudik Lebaran 2020. ”Untuk arus mudik, saya minta disiapkan skenario-skenario yang komprehensif, jangan sepotong-sepotong atau satu aspek, atau sektoral, atau kepentingan daerah saja. Lihat secara utuh, baik dari hulu, tengah, dan hilir,” kata Presiden.
Salah satu upaya menekan lonjakan arus mudik yang dipertimbangkan Presiden adalah menggeser libur nasional atau cuti bersama Lebaran 2020. Libur nasional diusulkan digeser ke lain waktu saat pandemi Covid-19 di Tanah Air mulai mereda.
Demi mendukung pergeseran itu, Presiden menginstruksikan jajarannya untuk memberikan fasilitas mudik bagi masyarakat pada hari pengganti libur hari raya. Tak hanya itu, para pengelola tempat wisata juga diimbau untuk membebaskan biaya masuk ke tempat-tempat wisata di daerah. ”Saya kira kalau skenario-skenario tersebut dilakukan, kita bisa memberikan sedikit ketenangan pada masyarakat,” kata Presiden.
Insentif tak mudik
Kendati tidak ada larangan bagi masyarakat untuk mudik ke kampung halaman, pemerintah tetap menyiapkan berbagai upaya untuk mengurangi arus mudik Lebaran tahun ini. Dalam sambutan pengantar rapat terbatas, Presiden menyampaikan pentingnya bantuan perlindungan sosial dan stimulus ekonomi untuk membantu masyarakat bertahan hidup selama di perantauan, terutama di Ibu Kota.
Berdasarkan laporan yang diterima Presiden dari Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, jumlah warga DKI Jakarta yang perlu mendapat bantuan dalam rangka jaring pengaman sosial sebanyak 3,6 juta jiwa. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan bantuan bagi 1,1 juta jiwa warga. Karena itu, menurut Presiden, bantuan bagi 2,5 juta warga lainnya harus disiapkan pemerintah pusat.
Seusai rapat, Menteri Sosial Juliari P Batubara menjelaskan, jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah pusat berupa bantuan sosial khusus bagi warga tidak mampu yang tetap bertahan di Jakarta. Sesuai arahan Presiden, program bantuan sosial khusus itu akan direalisasikan.
Besaran bansos dan mekanisme pembagiannya akan dikoordinasikan dengan Menko, Menkeu, dan Gubernur. Juga untuk memastikan tidak tumpang tindih dengan program lain, dan benar-benar tepat sasaran diberikan pada warga yang tidak mudik, karena tujuannya untuk mengurangi lonjakan arus mudik.
”Besaran bansos dan mekanisme pembagiannya akan dikoordinasikan dengan Menko, Menkeu, dan Gubernur. Juga untuk memastikan tidak tumpang tindih dengan program lain, dan benar-benar tepat sasaran diberikan pada warga yang tidak mudik, karena tujuannya untuk mengurangi lonjakan arus mudik,” kata Juliari.
Secara terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mendorong pemerintah untuk segera menyosialisasikan berbagai skenario mudik Lebaran. Sosialisasi itu penting supaya masyarakat dapat memahami ketentuan-ketentuan mudik, baik larangan maupun anjuran pemerintah.
Hal yang tak kalah penting adalah pemerintah harus mempersiapkan tenaga medis dan peralatan kesehatan yang memadai di setiap rumah sakit di daerah. Ini karena saat ini sudah banyak perantau yang pulang ke sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.