Episentrum Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Anies Minta Kebijakan Terintegrasi Tiga Provinsi
›
Episentrum Covid-19 Kian...
Iklan
Episentrum Covid-19 Kian Mengkhawatirkan, Anies Minta Kebijakan Terintegrasi Tiga Provinsi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan, wabah Covid-19 di Jakarta mengkhawatirkan. Anies meminta kebijakan pusat yang mengintegrasikan tiga provinsi, yakni Jakarta serta sebagian Jawa Barat dan Banten.
Oleh
FX LAKSANA AS
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 di episentrum penyebaran di dalam negeri, yakni Jakarta dan sekitarnya, kian mengkhawatirkan. Tidak saja jumlah penderitanya terus melonjak, tetapi juga tingkat kematian di Jakarta saja mencapai lebih dari 10 persen alias lebih dari dua kali lipat rata-rata dunia.
Atas situasi itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta pemerintah pusat segera melakukan terobosan guna mengintegrasikan penanggulangan Covid-19 di kawasan episentrum. Kawasan yang dimaksud antara lain Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Tangerang Raya.
Permintaan tersebut disampaikan Anies kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam konferensi video di kantor masing-masing di Jakarta, Kamis (2/4/2020). Hal yang sama juga telah disampaikan sebelumnya kepada Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas melalui konferensi video.
Dalam paparannya, Anies mengatakan, wabah Covid-19 di Jakarta dan daerah sekitarnya kian mengkhawatirkan. Hal ini didasarkan atas tren jumlah kasus penderita Covid-19 yang terus melonjak dan tingkat kematian penderita yang tinggi.
Sampai dengan 2 April 2020, tercatat 885 kasus positif Covid-19 di Jakarta. Sebanyak 561 orang di antaranya masih dalam perawatan di rumah sakit dan 181 orang melakukan isolasi mandiri. Sebanyak 53 orang sudah dinyatakan sembuh. Sementara itu, 90 orang meninggal.
”Jadi case fatality rate-nya di atas 10 persen, lebih dari dua kali lipat dibanding angka rata-rata global 4,4 persen. Ini sangat mengkawatirkan,” kata Anies.
Apalagi jika angka tersebut diintegrasikan dengan data pemakaman. Sampai dengan Rabu kemarin, jumlah orang meninggal yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Jakarta mencapai 401 kasus. Kamis pagi saja, tercatat 38 jenazah dimakamkan dengan protokol Covid-19.
”Bila kita melihat dari tempat lain, kasus yang terkonfirmasi selalu lebih kecil dari kenyataannya. Biasanya sebulan kemudian baru kelihatan. Jadi situasinya di Jakarta ini sangat-sangat mengkhawatirkan,” kata Anies menekankan.
Sejauh ini, ia melanjutkan, jumlah penderita Covid-19 terus meningkat. Dari sebelumnya penambahannya berjumlah belasan orang menjadi puluhan orang. Belakangan, penambahannya sudah lebih dari 40 orang setiap hari. Jika jumlah kematian diproyeksikan 400 orang, dengan asumsi tingkat kematian 10 persen, akan ada penderita sebanyak 4.000 kasus.
”Di Jakarta, saat ini kita belum menyaksikan kurva akan merata. Kurvanya masih meningkat terus,” ujar Anies.
Oleh karena itu, Anies melanjutkan, pihaknya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada awal pekan yang isinya mengusulkan karantina wilayah. Namun kemudian pemerintah pusat memutuskan skemanya adalah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB.
”Jadi sekarang langkah ke depan kita adalah melaksanakan sesuai PP No 21/2020. Hari ini kami akan kirimkan surat ke Menteri Kesehatan untuk segera menetapkan PSBB untuk Jakarta,” kata Anies.
Meski demikian, Anies menambahkan, ada tantangan dalam pelaksanaan PSBB. Sesuai dengan PP No 21/2020, gubernur hanya bisa mengatur pergerakan manusia di wilayah provinsinya masing-masing. Sementara dalam konteks saat ini, episentrum Covid-19 mencakup tiga provinsi, yakni Jakarta, sebagian Jawa Barat, dan sebagian Banten. Karena itu, kewenangan mengintegrasikan kebijakan di tiga provinsi itu harus dari pemerintah pusat.
”Hal penting adalah penanganan sebagai satu kesatuan menjadi penting karena Jakarta, Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, dan Tangerang Raya ini satu episentrum. Kalau tidak ada penanganan yang terintegrasi, maka akan repot. Ini yang perlu nanti ada terobosan supaya kita bisa mengelola ini dengan lebih baik,” tutur Anies.
Ia mengkhawatirkan pergerakan orang dari Jakarta ke luar Jakarta. Sebab, mobilitas tersebut berpeluang menyebarkan Covid-19 dengan intensitas yang sangat tinggi. ”Jadi ini perlu perhatian pemerintah pusat,” lanjutnya.
Anies dalam kesempatan itu juga menyampaikan kepada pemerintah pusat untuk mendorong BPJS Kesehatan mempercepat pembayaran tagihan rumah sakit, memastikan pencairan bantuan sosial untuk masyarakat kelompok rentan miskin, dan percepatan transfer dana bagi hasil (DBH) ke pemerintah daerah.
Merujuk pada laporan Anies kepada Wapres Amin, terdapat 70 rumah sakit di Jakarta. Sebanyak 13 rumah sakit di antaranya merupakan rumah sakit rujukan. Terdapat 1.300 pasien yang saat ini dirawat di rumah sakit-rumah sakit tersebut. Selain itu, masih ada 707 orang yang antre menunggu hasil tes laboratorium.
”Ada satu permintaan yang perlu jadi perhatian pemerintah adalah bahwa 70 rumah sakit itu, kebanyakan swasta. Mereka mengharapkan, dukungan BPJS Kesehatan agar tidak ada keterlambatan pembayaran tagihannya karena mereka harus bergerak cepat mengelola cash flow-nya juga tidak mudah. Yang ditangani jumlahnya banyak. Jadi memastikan tak ada keterlambatan pembayaran penting sekali supaya rumah sakit mau menerima pasien Covid-19,” tutur Anies.
Untuk bantuan sosial, Anies menyatakan, ada 3,7 juta warga miskin dan rentan miskin. Untuk warga miskin jumlahnya 1,1 juta jiwa. Mereka selama ini adalah kelompok yang telah mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah sehingga sudah terdata.
Namun, dalam masa pandemi Covid-19, masyarakat rentan miskin juga terdampak. Mereka adalah para pekerja sektor informal yang dalam situasi saat ini langsung kehilangan pendapatan hariannya. Di Jakarta, jumlahnya diperkirakan 2,6 juta jiwa.
Dalam pembicaraan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Sosial telah disepakati bahwa mereka akan mendapatkan bantuan Rp 880.000 per keluarga selama dua bulan, yakni April dan Mei. Dengan demikian, alokasi anggarannya Rp 4,5 triliun.
”Jumlah sudah disepakati bersama Menko Maritim, tapi yang belum selesai adalah data siapanya. Angkanya sudah disepakati. Besarannya juga sudah. Tapi datanya itu yang kita masih dalam proses,” kata Anies.
Sementara untuk dana bagi hasil, menurut Anies, pemerintah pusat memiliki kewajiban mentransfer dana bagi hasil tahun lalu ke Jakarta senilai Rp 5,1 triliun. Lantas, ada pula dana bagi hasil sampai dengan triwulan II-2020 senilai Rp 2,4 triliun.
”Kami berharap itu segera bisa dicairkan. Jadi, tantangan kita di Jakarta bukan pada anggarannya, tapi pada cash flow-nya. Kalau ini bisa dicairkan, kita memiliki keleluasaan secara cash flow,” ucap Anies.
Selain itu, Anies juga meminta pemerintah mempercepat tes Covid-19 agar pemerintah bisa mendeteksi lebih awal orang-orang yang terpapar. Tes cepat yang diharapkan adalah tes menggunakan sampel lendir dari tenggorokan karena akurasinya lebih tinggi ketimbang tes sampel darah.
”Banyak dari kasus itu terlambat tahunya, terlambat penanganannya. Akibatnya fatal atau kita terlambat mendeteksi sehingga dia sudah menularkan ke yang lainnya,” kata Anies.
Atas sejumlah masukan tersebut, Wapres Amin menyatakan akan menindaklanjuti. Beberapa di antaranya sedang dijalankan pemerintah pusat.
”Soal BPJS, kami sudah minta supaya tunggakan-tunggakan yang jatuh tempo agar dibayarkan. Ini sedang dikalkulasi. Mudah-mudahan usulan tadi, supaya rumah sakit bisa memberikan partisipasi maksimal, bisa segera diselesaikan. Saya sangat mendukung. Memang saya juga sedang menyampaikan usulan karena ini menjadi bagian dari prioritas pemerintah,” tutur Wapres Amin.