Setelah pembatasan sosial berskala besar diberlakukan, kini saatnya pemerintah menggelar pemeriksaan secara besar-besaran yang disertai penyiapan layanan bagi pasien Covid-19.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kapasitas rumah sakit dan tenaga medis kian terbatas dengan meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Layanan kesehatan di Jawa dan Bali diperkirakan tak lagi mampu menangani pasien yang terinfeksi virus korona baru pada akhir April ini jika tidak ada tindakan segera untuk menekan penambahan kasus baru.
”Indonesia harus mengatasi ketertinggalan melakukan pemeriksaan Covid-19 masif dan melacak kasus. Hal ini jadi dasar mengobati dan mengisolasi untuk menekan penambahan kasus baru,” kata epidemiolog Indonesia, Dicky Budiman, Rabu (1/4/2020), saat dihubungi dari Jakarta.
Pemeriksaan, pelacakan kasus, pengobatan, dan pengisolasian pasien jadi kunci mengatasi pandemi Covid-19, apa pun strategi pemerintah. ”Tanpa pemeriksaan masif, kita tak tahu siapa yang harus ditelusuri, tak bisa menangani pasien agar tak menulari orang lain,” ujarnya.
Dicky memodelkan tren penambahan kasus Covid-19 serta angka kematian di Indonesia dan membandingkannya dengan kapasitas layanan dan tenaga medis. Dengan penanganan saat ini, kapasitas layanan rumah sakit di Jakarta tak mampu menampung tambahan pasien pertengahan April, sedangkan untuk Jawa dan Bali akhir April nanti.
Lonjakan jumlah pasien di daerah menyebabkan beberapa RS bukan rujukan terpaksa menampung pasien Covid-19. Contohnya, RS Umum Daerah Soreang, Jawa Barat, yang kini menampung dua pasien dalam pengawasan (PDP) dan RS Kopo, Jabar, merawat tiga PDP.
Untuk itu, menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, sebanyak 360 RS rujukan disiapkan untuk menangani pasien Covid-19. Selain itu, 340.000 alat pelindung diri juga didistribusikan ke daerah untuk tenaga medis.
Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar RS khusus penanganan Covid-19 di Pulau Galang, Kepulauan Riau, bisa digunakan mulai Senin (6/4). Fasilitas observasi dan isolasi di Pulau Galang itu jadi RS khusus Covid-19 kedua setelah Wisma Atlet Kemayoran. ”Kita berharap rumah sakit ini tidak digunakan sejalan menurunnya warga terkena Covid-19. Jika tak digunakan, akan dialihkan jadi rumah sakit khusus penyakit menular,” kata Presiden.
Kendala tes
Meski ada penambahan laboratorium di beberapa daerah, pemeriksaan Covid-19 belum masif. Data Kementerian Kesehatan Indonesia dan dilaporkan KawalCovid19 menunjukkan, hingga 30 Maret ada 1.414 kasus positif dari 6.663 pemeriksaan. Tanggal 31 Maret ada 1.528 kasus positif dari 6.777 pemeriksaan. Jadi, dalam sehari hanya ada pemeriksaan 114 spesimen dan semuanya positif.
Total pemeriksaan spesimen dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Indonesia amat kecil, sekitar 20 per sejuta penduduk. Sementara Korea Selatan memeriksa 371.300 orang atau 7.500 orang per sejuta penduduk dan Singapura memeriksa 39.000 orang atau 6.800 per sejuta penduduk.
Hingga Rabu (1/4/2020) ada 1.677 orang dan 157 pasien meninggal di 32 provinsi di Indonesia, sedangkan 81 pasien sembuh. Menurut Yurianto, 5.000 petugas melakukan penyelidikan epidemiologi terkait Covid-19.
Sejumlah daerah melaksanakan tes cepat secara massal. Hasil tes cepat di DKI Jakarta memperlihatkan 1,7 persen dari peserta tes menunjukkan gejala Covid-19. Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menyatakan, 705 orang menanti hasil pemeriksaan laboratorium. Dari 2.350 orang dalam pemantauan (ODP), 500 orang dirawat dan 1.153 PDP.
Adapun Pemerintah Kabupaten Bekasi menyelesaikan tes cepat dengan 1.000 alat dan memesan 4.000 alat dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengaku kekurangan alat tes cepat.
Menurut Yurianto, 4.500 alat tes cepat untuk penapisan awal Covid-19 didistribusikan serta lebih dari 6.500 spesimen dikirimkan ke 34 laboratorium untuk diperiksa dengan metode PCR. Pemerintah juga akan memanfaatkan mesin pemeriksaan TB PCR di 132 RS dan beberapa puskesmas untuk pemeriksaan Covid-19. ”Cartridge khusus Covid-19 akan masuk. Ini butuh penyetelan mesin. Harapannya ini memperpendek waktu pengiriman dari pasien ke laboratorium pengujian. Ini juga lebih baik karena pemeriksaannya melalui antigen, bukan antibodi seperti pada alat tes cepat,” tuturnya.
Wakil Direktur Biologi Molekuler Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo Supolo mengatakan, mesin PCR untuk penapisan TBC bisa menganalisis satu spesimen sekitar 45 menit. Alat analisis ini cocok dioperasikan di daerah karena tak butuh banyak tenaga analisis dan lebih baik dibandingkan tes cepat berbasis antibodi yang akurasinya rendah.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) perlu diterapkan di semua wilayah. Langkah itu harus dibarengi tes pada warga berisiko Covid-19 dengan cakupan lebih luas.
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan, pedoman teknis terkait penerapan PSBB segera diterbitkan. Pedoman itu meliputi kriteria pembatasan, kewenangan dan tanggung jawab, koordinasi, hingga fasilitas yang dikecualikan dalam pembatasan sosial.