Tak Ada Wimbledon, Tak Ada Rekor Federer dan Serena
›
Tak Ada Wimbledon, Tak Ada...
Iklan
Tak Ada Wimbledon, Tak Ada Rekor Federer dan Serena
Pembatalan Wimbledon membuat dua petenis kawakan, Roger Federer dan Serena Williams, kehilangan peluang menambah gelar Grand Slam. Di pengujung karier, Wimbledon menjadi peluang terbesar mereka menjadi juara Grand Slam.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Ditiadakannya Wimbledon 2020, isu panas di dunia tenis internasional pekan ini, menjadi puncak penghentian turnamen tenis karena wabah virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) pemyebab Covid-19. Pembatalan ini menghentikan sementara perburuan gelar juara Grand Slam, termasuk bagi Roger Federer dan Serena Williams. Pada ”menit-menit akhir” perjalanan karier mereka, Wimbledon adalah ajang yang paling memungkinkan memberi gelar bagi keduanya.
Sejak pada 17 Maret penyelenggara Perancis Terbuka memundurkan turnamen, nasib Grand Slam berikutnya, terutama Wimbledon, menjadi bahan pertanyaan. Perancis Terbuka yang seharusnya berlangsung 24 Mei-7 Juni mundur menjadi 20 September-4 Oktober.
Isu pembatalan Wimbledon kian menguat setelah Wakil Presiden Federasi Tenis Jerman (DTB) Dirk Hordorff membocorkan informasi ini pada awal pekan ini. Turnamen tenis tahunan tertua di dunia itu seharusnya berlangsung pada 29 Juni-12 Juli 2020.
All England Lawn Tennis Club (AELTC) akhirnya memastikan pembatalan itu setelah menggelar rapat pada Rabu (1/4/2020) di London, Inggris. Untuk pertama kalinya sejak era tenis Terbuka (1968), Wimbledon tidak diselenggarakan. Sebelumnya, turnamen yang diadakan pertama kali pada 1877 dan mewajibkan petenis memakai apparel serba putih itu tak digelar selama Perang Dunia I (pada 1915-1918) dan Perang Dunia II (1940-1945).
”Ini adalah keputusan yang tak mudah. Namun, kami percaya, ini adalah keputusan yang tepat dalam kondisi krisis seperti saat ini,” kata Ketua AELTC Ian Hewitt kepada BBC.
Seperti pembatalan ajang olahraga besar lainnya, kerugian ekonomi tak terhindarkan. Panitia, pelaku usaha pariwisata, hingga petenis kehilangan kesempatan untuk mendapat rezeki dari turnamen klasik tersebut.
Berdasarkan data fiskal 2017-2018, misalnya, Wimbledon memperoleh pendapatan 336 juta dollar AS (sekitar Rp 5,5 triliun pada saat ini), dengan keuntungan sebelum pajak Rp 858,6 miliar dari satu penyelenggaraan.
Dibatalkannya Wimbledon membuat BBC sebagai pemilik hak siar kehilangan pendapatan dan harus mengisi slot acara kosong selama dua pekan. Hotel dan industri pariwisata lainnya juga kehilangan kesempatan itu.
Persaingan terhenti
Bagi petenis papan atas, pembatalan ini menghentikan persaingan menjadi kolektor gelar Grand Slam terbanyak. Di bagian putra, Federer yang mengoleksi 20 gelar Grand Slam perlu menjauh dari dua pesaingnya, yaitu Rafael Nadal (19) dan Novak Djokovic (17).
Adapun pada kelompok putri, Serena masih berambisi melewati prestasi Margaret Court sebagai petenis tunggal dengan gelar Grand Slam terbanyak, yaitu 24 gelar. Jumlah gelar Serena tertahan pada angka 23 sejak menjuarai Australia Terbuka 2017.
Serena dan Federer juga memiliki persamaan. Sama-sama memasuki usia 39 tahun pada 2020, mereka berada pada fase akhir sebagai petenis profesional yang telah dijalani sejak 1990-an. Meski belum pernah berbicara tentang rencana pensiun, keduanya menghadapi tantangan kian berat seiring bertambahnya usia.
Federer makin selektif dalam memilih turnamen demi menjaga kebugaran tubuh. Dia sering melewatkan turnamen tanah liat yang menguras daya tahan. Adapun Serena dihadapkan pada para pesaing muda yang secara bergantian membuat kejutan.
Di antara empat Grand Slam yang digelar pada tiga jenis lapangan (keras, rumput, dan tanah liat), Wimbledon menjadi panggung yang paling memungkinkan untuk menegaskan status Federer dan Serena sebagai petenis terbaik sepanjang masa (Greatest of All Time/GOAT).
Dengan karakter lapangan yang sangat cepat (lapangan rumput All England Club memantulkan bola dengan sangat cepat dan rendah), setiap perebutan poin cenderung berlangsung cepat. Hal ini memberi keuntungan pada para big server. Serena adalah salah satu petenis putri bertipe itu. Kecepatan servis maksimalnya mencapai 203 kilometer per jam.
Dalam hal kecepatan, servis Federer kalah dari banyak petenis putra. Namun, sang maestro memiliki kemampuan menempatkan servis dengan sudut lebar hingga membuat lawan kesulitan untuk mengembalikannya.
Meski belum pernah berbicara tentang rencana pensiun, keduanya menghadapi tantangan kian berat seiring bertambahnya usia.
Sebagai pemain berusia paling senior dalam jajaran petenis top dunia, mereka memiliki peluang juara sama besar dengan petenis lain saat tampil di Wimbledon. Setelah kembali dari cedera pada setengah musim terakhir 2016, Federer menjuarai Wimbledon 2017 dan mencapai final 2019. Adapun Serena selalu tampil di final pada Wimbledon 2018 dan 2019 setelah kembali ke arena persaingan usai melahirkan anak pertamanya, September 2017.
Wimbledon juga memberi mereka gelar terbanyak di arena Grand Slam. Federer telah mengumpulkan delapan gelar dari All England Club, sementara Serena dengan tujuh gelar, sama seperti trofi juara yang didapatnya dari Australia Terbuka.
Dari perspektif tersebut, penggemar Federer dan Serena pantas kecewa seandainya idola mereka kehilangan panggung besar untuk menjadi yang terbaik. Menanti setahun untuk Wimbledon berikutnya bukan hal yang mudah ketika keduanya akan berusia 40 tahun pada 2021.