13 Spesimen dari NTT Negatif, 25 Masih dalam Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan di Jakarta
›
13 Spesimen dari NTT Negatif,...
Iklan
13 Spesimen dari NTT Negatif, 25 Masih dalam Pemeriksaan Laboratorium Kesehatan di Jakarta
Sebanyak 13 sampel ”swab” tenggorokan yang dikirim Pemprov Nusa Tenggara Timur ke laboratorium Kementerian Kesehatan di Jakarta dinyatakan negatif terinfeksi Covid-19, sedangkan 25 sampel masih dalam pemeriksaan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sebanyak 13 sampel swab tenggorokan yang dikirim Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur ke laboratorium Kementerian Kesehatan di Jakarta dinyatakan negatif terinfeksi Covid-19, sedangkan 25 sampel masih dalam pemeriksaan. Jumlah orang dalam pemantauan sampai dengan Jumat, 3 April 2020, sebanyak 774 orang. Namun, ODP yang melakukan karantina mandiri masih bebas ke pusat-pusat perbelanjaan tanpa pengawasan RT di mana ODP tinggal.
Juru bicara Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Nusa Tenggara Timur (NTT), Marius Ardu Jelamu, di Kupang, Jumat (3/4/2020), mengatakan, jumlah sampel swab tenggorokan yang dikirim dari NTT ke laboratorium Kementerian Kesehatan sebanyak 38 bungkus. Jumlah 38 swab ini milik orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebagai akumulasi dari sampel swab sejak awal Maret.
”Jumlah seluruh 38 sampel swab yang dikirim ke Jakarta, 13 sampel dinyatakan negatif virus korona, sementara 25 sampel masih dalam pemeriksaan. Harapan kita negatif. Tetapi, kalau ada yang positif, rekam jejak orang itu sampai tertular virus perlu ditelusuri lebih lanjut, terutama anggota keluarga,” kata Jelamu.
Saat ini NTT masih negatif tertular virus korona penyebab Covid-19. Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota terus berjuang agar status negatif ini tetap dipertahankan. ODP yang datang dari daerah tertular virus korona tetap diwaspadai dengan melakukan karantina mandiri atau masuk dalam PDP bagi yang memiliki keluhan sakit dengan gejala-gejala mirip penderita Covid-19.
Kewaspadaan terhadap masuknya virus korona harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. Jangan memberi celah bagi ODP untuk menyebarkan virus kepada orang lain. Kalau mereka ODP, menjalani karantina mandiri 14 hari harus dipatuhi.
Sampai Jumat, 3 April 2020, jumlah ODP dan PDP sebanyak 774 orang. Dari jumlah itu, yang telah selesai masa pemantauan sebanyak 119 orang, ODP yang menjalani karantina mandiri 650 orang, dan yang sedang menjalani rawat inap 5 orang. Jumlah ODP dan PDP diprediksi terus meningkat karena warga NTT dari luar daerah terus berdatangan melalui udara dan laut.
Mereka menjalani pemeriksaan awal di semua bandara di NTT dan pelabuhan laut dengan alat pemindai suhu tubuh berupa thermal scanner atau thermal gun dan mengisi kartu kewaspadaan kesehatan agar bisa dipantau petugas kesehatan dan ketua RT setempat. Di Bandara El Tari, Kupang, misalnya, selain dipasang pemindai suhu tubuh (thermal scanner), disiapkan pula disinfektan bagi semua penumpang yang baru turun dari pesawat. Akan tetapi, tidak ada alat thermal gun bagi penumpang yang baru turun.
Petugas kesehatan Bandara El Tari mengingatkan semua penumpang yang baru datang dari daerah yang terpapar virus korona agar memeriksakan kesehatan di puskesmas terdekat jika merasa demam, batuk, pilek, atau ada keluhan lain.
Pengamatan di Kota Kupang, ODP yang seharusnya menjalani masa karantina selama 14 hari tidak mematuhi peraturan. Mereka bepergian ke pasar-pasar dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari mereka mengenakan masker, tetapi sebagian lagi tidak mengenakan.
Dipantau khusus
Dosen Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, John Tuba Helan, mengatakan, semestinya ODP ini dipantau khusus ketua RT atau tetangga sehingga tidak bepergian ke mana-mana. Rumah kediaman atau pintu masuk ODP diberi stiker ODP sebagai peringatan baik untuk ODP bersangkutan maupun tetangga.
”Kewaspadaan terhadap masuknya virus korona harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. Jangan memberi celah bagi ODP untuk menyebarkan virus kepada orang lain. Kalau mereka ODP, menjalani karantina mandiri 14 hari harus dipatuhi,” kata Tuba Helan.
Dibutuhkan sanksi tegas terhadap ODP yang melanggar aturan masa karantina 14 hari tersebut. Sanksi ini sebagai bagian dari peringatan keras kepada ODP agar jangan menyebarkan virus yang membahayakan kesehatan masyarakat umum.
Ia mengatakan, jangan menunggu NTT positif terinfeksi virus korona, kemudian pemerintah daerah mengambil langkah tegas. Pemahaman seperti ini keliru. Jika virus itu tidak menyebar luas, sumber virus harus lebih awal dilokalisasi.
Data ODP yang diperoleh petugas di bandara dan pelabuhan sebaiknya dilanjutkan ke setiap lurah atau kepala desa, kemudian diteruskan ke RT atau RW tempat ODP berdiam. Ketua RT atau RW menjalankan tugas melakukan pemantauan terhadap keseluruhan kesehatan orang bersangkutan, termasuk mengawasi masa karantina ODP tersebut.
Jika ODP itu mengalami sakit dengan gejala demam dan batuk, tetapi tidak pergi berobat, ketua RT atau RW bisa membantu ODP tersebut ke fasilitas kesehatan terdekat. Ketua RT menghubungi petugas kesehatan dari puskesmas setempat agar menjemput ODP itu untuk menjalani pemeriksaan dan perawatan.
Dengan ini, kerja sama dan saling koordinasi antara berbagai lini dalam menanggulangi virus korona bisa berjalan baik.
”Imbauan pejabat daerah agar masyarakat waspada terhadap ancaman penyebaran virus korona melalui media massa di kantor itu juga penting. Tetapi, masyarakat kita biasanya taat dan patuh kalau hal itu disampaikan langsung RT atau RW setempat,” katanya.
Dalam kondisi seperti saat ini, peran ketua RT dan RW diintensifkan sehingga jangan ada kesan pemda bekerja sendirian tanpa melibatkan unsur pemerintah yang paling kecil. Padahal, ketua RT dan RW ini paling dekat dan lebih paham anggota masyarakat masing-masing.