Masyarakat Masih Menunggu Bantuan Sosial, Berharap Lebih Fleksibel
›
Masyarakat Masih Menunggu...
Iklan
Masyarakat Masih Menunggu Bantuan Sosial, Berharap Lebih Fleksibel
Masyarakat, khususnya mereka yang mengandalkan pendapatan harian, kini terpukul akibat pandemi Covid-19. Bantuan yang diberikan pemerintah seharusnya bisa lebih fleksibel.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
Pada Jumat (3/4/2020) siang sekitar pukul 11.00 tak terlihat aktivitas warga di Kelurahan Ciwaringin, Kota Bogor, Jawa Barat. Para ibu pun berada di rumah masing-masing tanpa melakukan kegiatan apa pun.
Sari (40), warga di Kelurahan Ciwaringin, mengatakan, sudah lebih dari dua minggu berada di rumah karena adanya imbauan untuk tetap di rumah guna memutus rantai pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19). Namun, keadaan ini membuatnya kehilangan pendapatan.
”Saya sehari-hari biasanya nyuci baju majikan, tapi karena ada virus korona (Covid-19), saya jadi diliburkan. Biasanya bisa dapat Rp 50.000 per hari, sekarang mah sama sekali enggak ada pemasukan (uang),” kata Sari saat ditemui.
Karena itu, ia mengharapkan ada bantuan lebih dari pemerintah, misalnya bantuan sembako. Sebagai anggota penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) sejak 2017, Sari selama ini hanya menerima bantuan sekolah untuk ketiga anaknya.
Pada April 2020, kata Sari, ia telah menerima Rp 600.000 untuk keperluan sekolah anak, mulai dari membayar uang sekolah hingga persiapan ujian. ”Sekarang sisanya tinggal Rp 100.000, semoga cukup untuk makan sampai nanti dapat lagi bantuan bulan depan,” ucapnya.
Nenawati (45), warga Kelurahan Ciwaringin, juga mengalami pengalaman serupa. Sebelum adanya pandemi Covid-19, ia memproduksi pangsit goreng untuk dijual ke pasar. Namun, sudah dua minggu tidak ada pesanan.
”Kalau dulu, lumayan masih bisa dapat untung bersih Rp 50.000 setiap hari. Tapi, sekarang, mah, sama sekali enggak ada. Jadi bingung juga mau usaha apa,” kata Nenawati.
Karena itu, sebagai anggota PKH, Nenawati juga mengharapkan menerima bantuan sembako.
Dalam program sembako, pemerintah meningkatkan nilai bantuan dan memperluas jenis komoditas yang dapat dibeli. Tidak hanya berupa beras dan telur, tetapi juga komoditas lain yang mengandung sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, ataupun vitamin dan mineral.
”Saya inginnya bantuan dari pemerintah itu berupa uang saja sehingga kami bisa membeli sesuai kebutuhan di rumah. Kalau seperti sekarang, kami harus membeli sembako sesuai ketentuan yang ditetapkan,” kata Siti Habibah (36), anggota PKH lainnya.
Fleksibel
Sebagai upaya mengatasi dampak dari Covid-19, pemerintah telah menetapkan realokasi anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2020 sebesar Rp 405,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak RP 110 triliun dialokasikan untuk penerima jaring pengaman sosial.
Bantuan ini terdiri dari PKH dengan 10 juta penerima manfaat dan meningkatkan 25 persen besaran manfaat. Bantuan lain yaitu kartu sembako dengan 20 juta penerima manfaat dan ada kenaikan bantuan 33 persen dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000 yang akan diberikan selama sembilan bulan sejak April.
Adapun kartu prakerja dengan anggaran Rp 20 triliun bagi 5,6 juta pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil. Nilai manfaat yang diberikan yaitu Rp 650.000 hingga Rp 1 juta untuk empat bulan terhitung dari April.
Bantuan juga diberikan dalam bentuk pengurangan tarif listrik selama tiga bulan dari April bagi 24 juta pelanggan listrik 450 volt ampere (VA) akan digratiskan. Sementara untuk tujuh juta pelanggan listrik 900 VA akan didiskon 50 persen.
Selain itu, ada cadangan Rp 25 triliun untuk pemenuhan kebutuhan pokok serta operasi pasar dan logistik, termasuk ada pula keringanan pembayaran kredit bagi pekerja informal.
Kepala Departemen Ekonomi Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri menilai, bantuan yang bertujuan untuk perlindungan sosial ini hampir seluruhnya berupa nontunai yang tidak fleksibel. Padahal, dalam keadaan pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyak pekerja informal kehilangan pendapatan harian, seharusnya bantuan diberikan dalam bentuk yang lebih fleksibel.
”Kalau bantuan seperti yang ada sekarang, itu sifatnya tidak fleksibel. Sekalipun membeli sembako, sudah ada ketentuan jenis sembakonya. Jika fleksibel, masyarakat akan lebih leluasa memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” ujar Yose.