Google Rilis Data Anjloknya Aktivitas Warga karena Covid-19
›
Google Rilis Data Anjloknya...
Iklan
Google Rilis Data Anjloknya Aktivitas Warga karena Covid-19
Data aktivitas tempat-tempat umum di 131 negara dirilis Google. Data-data itu diharapkan membantu pemerintah-pemerintah mencegah penyebaran wabah Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
CALIFORNIA, KAMIS — Perusahaan Google pada Kamis (2/4/2020) merilis laporan situasi dan kondisi ruang-ruang publik di 131 negara antara pertengahan Februari dan akhir Maret yang bertepatan dengan banyaknya pemberlakuan kebijakan jaga jarak sosial dan bahkan penutupan wilayah. Analisis Google dari data publik itu diharapkan membantu otoritas kesehatan negara-negara di dunia mencegah penyebaran penyakit Covid-19.
Laporan Google itu mengambil waktu lima minggu, mulai dari 16 Februari hingga 29 Maret 2020. Laporan itu menunjukkan grafik yang membandingkan lalu lintas di stasiun kereta bawah tanah, kereta api dan bus, toko bahan makanan, dan kategori tempat lain secara luas. Rata-rata terjadi perubahan drastis aktivitas warga dibandingkan dengan periode yang sama sebulan sebelumnya.
Saat ini, virus korona tipe baru telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia dan Covid-19, penyakit yang disebabkan virus itu, telah membunuh lebih dari 53.000 orang.
Di Italia, salah satu negara yang paling terpukul oleh Covid-19, misalnya, kunjungan ke lokasi ritel dan rekreasi, termasuk restoran dan bioskop, anjlok 94 persen. Pada periode sama, kunjungan ke tempat kerja turun 63 persen. Lebih mencerminkan keparahan krisis di sana, kunjungan warga ke grosir dan farmasi turun 85 persen dan ke taman anjlok 90 persen.
Kondisi yang sama juga terjadi di Amerika Serikat (AS). Wilayah California, yang merupakan wilayah pertama di negara itu yang ditutup, mengalami penurunan kunjungan warga ke pasar ritel dan rekreasi hingga setengahnya. Arkansas, salah satu dari sedikit negara bagian di AS yang tidak ditutup, juga mengalami penurunan aktivitas warga hingga 29 persen. Persentase itu adalah yang terendah dibandingkan dengan negara-negara bagian lain di AS.
Tantangan
Data Google juga menggarisbawahi beberapa tantangan yang dihadapi otoritas dalam memisahkan orang. Kunjungan ke toko bahan makanan di Singapura, Inggris, dan beberapa negara lain, misalnya, melonjak beberapa saat sebelum kebijakan pembatasan aktivitas warga diberlakukan. Kunjungan ke taman melonjak pada bulan Maret di beberapa daerah Teluk San Francisco, memaksa pengambil kebijakan membatasi kunjungan di kawasan itu.
Sebaliknya, di Jepang, yang pihak berwenangnya relatif santai dalam mendesak langkah-langkah jaga jarak sosial, kunjungan ke tempat-tempat ritel dan rekreasi turun 26 persen. Kunjungan ke tempat kerja di Jepang hanya turun 9 persen.
Facebook Inc, yang seperti Google, memiliki miliaran pengguna, telah berbagi data lokasi dengan peneliti non-pemerintah yang menghasilkan laporan serupa untuk pihak berwenang di beberapa negara. Namun, raksasa media sosial itu belum menerbitkan temuan apa pun. Para spesialis penyakit menular mengatakan menganalisis perjalanan lintas kelompok berdasarkan usia, pendapatan, dan demografi lainnya dapat membantu bagi layanan masyarakat.
Google, yang menyimpulkan demografi dari penggunaan internet pengguna serta beberapa data yang diberikan saat mendaftar ke layanan Google, mengatakan tidak melaporkan informasi demografis. Perusahaan itu mengaku terbuka untuk memasukkan informasi tambahan dan negara-negara dalam laporan selanjutnya.
”Laporan-laporan ini telah dikembangkan untuk membantu sambil mematuhi protokol dan kebijakan privasi kami yang ketat,” kata Dr Karen DeSalvo, kepala petugas kesehatan untuk Google Health, dan Jen Fitzpatrick, wakil presiden senior untuk Google Geo, menulis dalam sebuah posting blog.
Google memublikasikan laporan itu untuk menghindari kebingungan tentang apa yang diberikannya kepada pihak berwenang. Ini sehubungan dengan munculnya perdebatan global tentang menyeimbangkan pelacakan data privasi dengan kebutuhan untuk mencegah wabah lebih lanjut.
China, Singapura, Korea Selatan, dan negara-negara lain telah meminta warganya untuk menggunakan aplikasi dan teknologi lainnya guna melacak kepatuhan mereka terhadap karantina. Namun, sejumlah pihak berpendapat tindakan semacam itu dapat membahayakan kebebasan individu.
Data dalam laporan Google berasal dari pengguna yang mengaktifkan fitur Riwayat Lokasi Google di perangkat mereka. Google mengungkapkan, pihaknya berkonsultasi dengan para pejabat di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS dan Organisasi Kesehatan Dunia dalam proses pengumpulan dan penggunaan data itu.
Namun, perusahaan itu menolak berkomentar apakah mereka telah menerima permintaan—secara hukum—untuk berbagi data lebih rinci guna membantu upaya mengatasi pandemi Covid-19.