NTT Panen Jagung dengan Produktivitas 6 Ton Per Hektar
›
NTT Panen Jagung dengan...
Iklan
NTT Panen Jagung dengan Produktivitas 6 Ton Per Hektar
Kelompok Tani Fajar Pagi di Desa Oekam, Kecamatan Amabi Oefeto, Kupang, memanen 60 hektar jagung jenis komposit Lamuru dengan produktivitas 6 ton per hektar. Ini capaian produktivitas jagung tertinggi di NTT.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kelompok Tani Fajar Pagi di Desa Oekam, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, mampu memanen 60 hektar jagung jenis komposit varietas Lamuru dengan produktivitas 6 ton per hektar. Ini capaian produksi tertinggi di NTT yang sebelumnya hanya sampai 5 ton per hektar. Jagung ini menjadi andalan stok pangan di tengah ancaman gagal panen tahun ini.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat ketika melakukan panen jagung perdana di Desa Oekam, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Kamis (2/4/2020) sore, mengatakan, di tengah ancaman kemarau panjang dan gagal panen, sebagian petani di NTT, termasuk Kelompok Tani Fajar Pagi, membawa harapan. Mereka mampu memanfaatkan air hujan yang terbatas untuk menghasilkan jagung dengan kualitas sangat baik.
Di tengah ancaman kemarau panjang dan gagal panen, sebagian petani di NTT, termasuk Kelompok Tani Fajar Pagi, membawa harapan.
”Kita tidak boleh hidup hanya mengeluh dan berharap dari orang lain. Kita mesti bangkit dengan cara bekerja keras, memanfaatkan segala peluang, dan kemungkinan yang ada untuk membangun kemandirian di bidang pertanian, peternakan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan ini, kita bisa keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan,” kata Laiskodat.
Laiskodat mengatakan, setiap petani atau kelompok tani mestinya memiliki insting bertani seperti membaca kemungkinan potensi curah hujan, kapan menanam, kapan memanen, dan cara menghindar dari gagal panen. Jika petani mampu memanfaatkan curah hujan yang terbatas untuk mengolah lahan yang ada, dipastikan petani bisa terhindar dari ancaman gagal panen.
Sistem pertanian mayoritas petani di NTT adalah pertanian lahan kering. Sebagian besar petani bertanam palawija seperti jagung, kacang-kacangan, dan umbi-umbian. Jenis tanaman ini membutuhkan air yang terbatas.
”Pemda akan bisa membantu mengalirkan air sungai ke lahan (pertanian) atau mengupayakan sumur bor. Petani boleh mengajukan proposal bantuan ke pemkab atau pemprov. Ada anggaran di bidang pertanian dan perkebunan, antara lain membantu petani dalam mengatasi kekeringan tersebut. Jika tahun ini belum mendapat bantuan itu, tahun depan dapat dianggarkan,” kata Laiskodat.
Meskipun sekarang pemerintah sibuk menangani pandemi virus korona, pertanian dan perkebunan tidak boleh diabaikan.
Gubernur juga mengajak kepala dinas pertanian dan perkebunan di setiap kabupaten/kota lebih peduli pada nasib petani. Meskipun sekarang pemerintah sibuk menangani pandemi virus korona, pertanian dan perkebunan tidak boleh diabaikan.
Saat ini, NTT memasuki musim panen jagung. Akan tetapi, sebagian besar petani mengalami gagal panen karena curah hujan yang terbatas. Sementara jagung adalah makanan pokok masyarakat NTT. Petani diharapkan bisa mengupayakan menanam tanaman yang bisa bertahan saat situasi kering seperti jenis umbi-umbian tertentu.
Anggota Kelompok Tani Fajar Pagi Kabupaten Kupang, John Detan, mengatakan, jumlah anggota Kelompok Tani Fajar Pagi sebanyak 30 orang. Lahan seluas 60 hektar yang dipanen itu tersebar di 30 titik dengan luas masing-masing 2 hektar yang merupakan milik anggota kelompok tani.
Anggota kelompok secara gotong royong bekerja di 30 titik lahan pertanian itu.
Anggota kelompok secara gotong royong bekerja di 30 titik lahan pertanian itu. Kelompok ini mendapatkan bantuan dua unit hand tractor, pupuk, dan bibit jagung dari Pemkab Kupang.
”Saat ini, petani sangat butuh sumur bor atau air irigasi untuk mengatasi kekeringan yang ada. Musim panen 2019 kami bisa panen sampai 3.600 ton jagung bertongkol. Saat itu, jagung tumbuh dengan baik. Semua batang jagung bisa berbuah. Akan tetapi, saat ini diprediksi menurun, mungkin hanya 2.000 ton hasil dari pertanaman 60 hektar itu,” kata Detan.
Frengki Tamone (58), petani Oesao, Kabupaten Kupang, tetap bekerja menyiram tanaman sayur dan buah-buahan di sawah yang sudah gagal panen bersama anak dan istri. Ia mengatakan, petani di Oesao tetap bekerja seperti biasa di sawah. Kebanyakan mereka menyiram sayur, bumbu, dapur, dan buah-buahan yang cepat panen seperti terung, tomat, dan pare.
”Kalau orang seperti kami ini tetap tinggal di rumah (karena korona), siapa yang memberi makan. Saya dengar ada bantuan pemerintah terkait ancaman virus korona, tetapi beta sonde (saya tidak) banyak berharap. Bantuan-bantuan seperti itu sudah sering terdengar, tetapi tidak pernah sampai ke petani kecil seperti beta,” kata Tamone.
Anggota DPRD NTT, Viktor Mado, mengatakan, 2020 merupakan tahun yang sangat berat dijalani petani di NTT. Selain, menghadapi masalah kekeringan dan gagal panen, juga sedang menghadapi pandemik Covid-19. Untungnya, NTT saat ini masih negatif Covid-19.
Ia mengatakan, anggaran Rp 275 miliar bersumber dari bantuan sosial Pemprov tahun 2020, yang diprioritaskan untuk menangani Covid-19, bisa dialokasikan sebagian untuk sektor pertanian khususnya hortikultura. Dana ini harus benar-benar sampai ke sasaran masyarakat yang membutuhkan.