Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memberi wewenang kepada Bank Indonesia membeli surat berharga negara di pasar perdana.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha/Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia kini punya wewenang membeli surat berharga negara bertenor panjang di pasar perdana. Kewenangan difokuskan untuk menambal defisit fiskal.
Akan tetapi, rencana menambal defisit anggaran tersebut baru dapat berjalan efektif jika tingkat imbal hasil dapat dijaga dengan baik.
Melalui kanal Youtube Bank Indonesia, Kamis (2/4/2020), Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, wewenang bank sentral membeli Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) di pasar perdana merupakan upaya pamungkas dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
”Saya tegaskan, kewenangan BI yang tertuang dalam Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) merupakan the last resort yang hanya dilakukan dalam kondisi genting,” katanya.
Perry mengatakan, mekanisme pasar keuangan saat ini menghadapi situasi tidak normal akibat pandemi Covid-19. Dampaknya, kapasitas pasar dalam menyerap SUN berkurang.
”Apabila terjadi dinamika yang membuat kapasitas pasar tidak mampu menyerap, misalnya terkait permasalahan imbal hasil yang terlalu tinggi dan menjadi tidak rasional, pada saat itu BI baru bisa membeli SBN dan SBSN di pasar primer,” ujar Perry.
Mekanisme pasar keuangan saat ini menghadapi situasi tidak normal akibat pandemi Covid-19.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Pasal 16 Ayat 1 Perppu No 1/2020 menyebutkan, dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, BI diberi sejumlah kewenangan, di antaranya memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek kepada perbankan, memberikan pinjaman likuiditas khusus kepada bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas, serta membeli SUN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan, pembelian pandemic bond oleh BI adalah opsi terakhir jika pemerintah kekurangan dana.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto berpendapat, kewenangan baru BI dapat menambah keyakinan investor masuk pasar obligasi Indonesia. Dengan demikian, aliran modal asing dapat kembali masuk ke Indonesia.
”Apalagi, imbal hasil obligasi Indonesia seri benchmark menyentuh 8 persen. Kalau level ini terjaga, semakin menambah daya tarik obligasi Indonesia di mata investor,” katanya
Indikasi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menilai kewenangan baru BI mengindikasikan kondisi pasar keuangan saat ini membuat pemerintah sulit melaksanakan lelang secara normal. Makna lain, menunjukkan kesiapan BI mendukung pemerintah untuk menambal defisit APBN.
Kesulitan lelang SBN secara normal terkait risiko tinggi yang dihadapi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Aliran modal meninggalkan pasar negara-negara berkembang dan minat investor untuk membeli SBN turun tajam.
Risiko investasi Indonesia tecermin pada persepsi investor terhadap risiko investasi (credit default swap/CDS) yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir. ”Nilai CDS Indonesia dalam satu bulan terakhir meningkat 152,28 persen. Ini indikator yang harus diwaspadai,” ujarnya.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, berpendapat, wewenang BI untuk membeli SBN di pasar primer akan memengaruhi proyeksi kupon imbal hasil pandemic bond. ”Ada beberapa risiko yang mungkin terjadi, antara lain risiko penyerapan yang rendah dari pandemic bond di pasar primer,” kata Josua, Kamis. (KRN/DIM)