Dukungan Mengalir untuk Perkuat Kapasitas Layanan Pasien Covid-19
Dukungan berbagai komponen masyarakat untuk mengatasi pandemi Covid-19 terus mengalir. Beberapa rumah sakit swasta dan rumah sakit jaringan organisasi kemasyarakatan pun terlibat aktif menangani pasien penyakit itu.
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan dari berbagai komponen masyarakat mengalir untuk memperkuat layanan kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru. Selain rumah sakit swasta, jaringan rumah sakit milik sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam pun bergerak membantu mempercepat penanganan penyakit itu.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Edy Wuryanto, di Jakarta, Jumat (3/4/2020), mengatakan, penambahan jumlah fasilitas kesehatan berupa tempat tidur untuk rawat inap dan ruang isolasi dibutuhkan secara mendesak, terutama di wilayah dengan kasus Covid-19 yang tinggi. Bahkan, selain tempat tidur, pemerintah juga harus segera mempersiapkan rumah sakit khusus Covid-19 di sejumlah daerah.
”DPR dan pemerintah telah sepakat mengalokasikan dana Rp 65,8 triliun guna belanja penanganan kesehatan untuk Covid-19, khususnya untuk APD (alat pelindung diri), rapid test (tes cepat) dan reagen, sarana dan prasarana layanan kesehatan, serta dukungan SDM. Anggaran ini harus dioptimalkan sehingga keterbatasan saat ini bisa cepat diatasi,” tuturnya.
Baca juga: Layanan Medis Terancam Tak Cukup
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo menyatakan, pemerintah mendorong rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta sarana dan prasarananya. Untuk penambahan tempat tidur, sejumlah rumah sakit telah mengurangi layanan dan mengalihkan sejumlah pasien non-Covid-19.
”Sejumlah rumah sakit swasta menunjukkan komitmen untuk terlibat dalam penanganan Covid-19. Setidaknya dari Rumah Sakit Hermina Group, Rumah Sakit Mitra Keluarga Group, serta Rumah Sakit Siloam Group sudah mendedikasikan masing-masing satu rumah sakit khusus untuk Covid-19,” tuturnya.
Sejumlah rumah sakit swasta menunjukkan komitmen untuk terlibat dalam penanganan Covid-19.
Deputy President Director Siloam Hospitals Group Caroline Riady mengatakan, Siloam Hospitals telah menyiapkan satu rumah sakit yang dikhususkan untuk pasien Covid-19. Rumah sakit tersebut berlokasi di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta. Di rumah sakit ini telah disiapkan tim medis dan fasilitas pendukung untuk melakukan penapisan, pengkajian, diagnostik, serta perawatan pasien yang sesuai dengan standar.
”Rumah sakit ini memiliki tiga lantai dengan total kapasitas 415 tempat tidur dan didukung dengan fasilitas seperti ruang HCU, ICU, isolasi, CT-scan, X-ray, farmasi, dan laboratorium,” ucapnya.
Keterlibatan organisasi kemasyarakatan
Sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam juga berkontribusi nyata dalam menanggulangi Covid-19. Sejak ditemukannya kasus positif Covid-19, awal Maret lalu, Muhammadiyah menyiapkan 35 RS di sejumlah daerah untuk turut menangani penyakit itu. Organisasi tersebut juga membentuk Pusat Komando Covid-19 Muhammadiyah (Muhammadiyah Covid-19 Command Center/MCCC).
Demi membantu percepatan penanganan Covid-19, Muhammadiyah pun menerima saat pemerintah meminta RS Muhammadiyah dan Aisyiyah menjadi rujukan. Saat ini enam RS, yakni PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PKU Gamping, PKU Bantul, RSM Lamongan, RS Siti Khodijah Sidoarjo, dan RS Ahmad Dahlan Kediri, sudah menjadi rumah sakit rujukan Covid-19.
Tak hanya itu, MCCC juga menyiapkan 60 psikolog untuk membantu menangani kecemasan akibat pandemi yang dialami masyarakat dan tenaga kesehatan. Muhammadiyah menyatakan siap jika pemerintah meminta laboratorium milik persyarikatan digunakan untuk pengujian spesimen pasien Covid-19.
Hingga Kamis (2/4/2020), RS Muhammadiyah dan Aisyiyah telah merawat 930 orang dalam pemantauan (ODP), 214 pasien dalam pengawasan (PDP), dan 12 pasien positif Covid-19. Terbatasnya ruang isolasi juga menjadi kendala RS Muhammadiyah dalam menangani kasus infeksi virus korona baru itu.
Kendala paling dominan yang dihadapi MCCC bersama RS Muhammadiyah dan Aisyiyah di antaranya kesulitan merujuk PDP ke rumah sakit yang ditunjuk pemerintah karena kapasitasnya sudah penuh. ”Itu memaksa RS Muhammadiyah dan Aisyiyah yang menangani pasien tersebut untuk menyediakan ruang isolasi,” kata Sekretaris MCCC Arif Nur Kholis.
Kendala lain yang dihadapi adalah mulai berkurangnya tenaga medis dan minimnya alat pelindung diri (APD). ”Untuk APD, kami sudah mendapat 500 APD dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, tetapi tentu masih butuh banyak lagi. Kami juga melakukan pengadaan mandiri dan pembelian dari pabrik 20.000 buah dari dana Lazismu sekitar Rp 5 miliar,” kata Arif.
Untuk memenuhi kekurangan tenaga medis, MCCC berupaya merekrut sukarelawan dari fakultas kedokteran di 12 perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan fakultas keperawatan atau kesehatan di 30 PTM. Tak hanya dosen dan mahasiswa, alumni pun diundang untuk menjadi sukarelawan.
Kerja sama
Sementara itu, rumah sakit-rumah sakit di dalam jaringan Nahdlatul Ulama menunggu kepastian kerja sama dengan pemerintah untuk ditunjuk sebagai RS rujukan dalam penanganan Covid-19. Saat ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyiapkan 35 RS di Indonesia untuk membantu penanganan pasien Covid-19.
Ketua PBNU Bidang Kesehatan Syahrizal Syarif, Jumat (3/4/2020), saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, pihaknya menyiapkan 35 RS yang sebagian besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menangani pasien Covid-19. Dari 35 RS tersebut, 9 RS di antaranya telah menerima pasien, baik yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) maupun pasien dalam pengawasan (PDP), yang sedang dalam proses pengecekan di laboratorium.
”Semua RS kami siap membantu RS milik pemerintah untuk menjadi RS rujukan dalam penanganan Covid-19. Namun, setidaknya kami memerlukan kepastian kerja sama dengan pemerintah atau keputusan pemerintah yang menunjuk kami sebagai RS rujukan. Sekalipun dengan kondisi sekarang pun kami sudah melayani penanganan Covid-19,” kata Syahrizal.
Untuk keperluan alat pelindung diri (APD) dan fasilitas kesehatan lainnya guna penanganan Covid-19, RS-RS milik NU itu mengupayakan sendiri. Terlepas dari hal itu, lanjut Syahrizal, PBNU menyadari pelibatan RS swasta, termasuk yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan, seperti PBNU, sangat dibutuhkan.
”Dalam kondisi seperti ini, RS milik negara tidak bisa sendirian mengatasi persoalan. Kami siap membantu dan sudah melayani masyarakat yang terpapar Covid-19. Namun, akan lebih jelas bagi kami kalau ada keputusan atau kerja sama dengan pemerintah yang secara resmi menunjuk RS-RS kami sebagai rujukan bagi masyarakat,” kata Syahrizal.
Kapasitas layanan terbatas
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR, Kamis (2/4/2020), Bambang mengakui, jumlah layanan kesehatan untuk menangani pasien Covid-19 masih terbatas, terutama terkait ketersediaan ruang perawatan isolasi. Dari 132 RS rujukan yang ditunjuk melayani pasien Covid-19, kapasitas ruang isolasi hanya 1.925 tempat tidur dan hanya ada 4.600 tempat tidur untuk rawat inap.
”Dengan melihat peningkatan eskalasi kasus yang perlu perawatan khusus Covid-19, maka jumlah ini tidak cukup. Kami pun meminta kepala daerah melalui dinas kesehatan untuk segera menetapkan rumah sakit jejaring Covid-19 di luar 132 rumah sakit yang sudah ditunjuk,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, keterbatasan lainnya terkait ketersediaan ruang isolasi bertekanan negatif untuk merawat pasien kasus positif Covid-19. Dari 132 rumah sakit yang ditunjuk, hanya ada 40 rumah sakit yang dilengkapi dengan ruang isolasi bertekanan negatif.
Tantangan lain adalah ketika RS harus menangani pasien Covid-19 dengan penyakit penyerta lainnya. Hal ini, dicotohkan Bambang, seperti yang terjadi di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita yang seharusnya bukan menjadi rumah sakit rujukan Covid-19, tetapi harus menangani pasien Covid-19 dengan penyakit jantung. Ini terjadi karena RS rujukan tidak mampu menangani pasien dengan penyakit jantung.
Kasus Covid-19
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyampaikan, kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 secara akumulatif hingga 3 April 2020 berjumlah 1.986 kasus dengan jumlah kematian mencapai 181 orang. Dari kasus positif tersebut, paling banyak dilaporkan terjadi di DKI Jakarta (971 kasus), Jawa Barat (225 kasus), Banten (170 kasus), dan Jawa Tengah (114 kasus).
”Salah satu kunci untuk memutus rantai penularan adalah menemukan kasus baru yang positif yang masih ada di tengah masyarakat sehingga bisa diobati dan mencegah penularan lebih luas. Untuk itu, kita akan perbanyak fasilitas pengujian untuk pemeriksaan Covid-19,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Siswanto menuturkan, sudah ada 49 jejaring laboratorium yang ditunjuk untuk meneliti spesimen terkait Covid-19. Namun, baru ada 14 laboratorium yang berfungsi. ”Secara umum, selama ini spesimen yang diperiksa ada 16.000 spesimen. Jika satu kasus itu diperiksa masing-masing tiga spesimen, maka sekitar 5.000 orang yang diperiksa,” tuturnya.