Wabah Covid-19 memunculkan kekhawatiran tak akan ada lagi kejuaraan tenis pada tahun ini. Salah satu yang bisa dilakukan saat ini adalah menumbuhkan harapan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
Pembatalan turnamen sejak awal Maret hingga setidaknya 12 Juli 2020 akibat wabah Covid-19 memunculkan kekhawatiran tak akan ada lagi kejuaraan tenis pada tahun ini. Di tengah situasi krisis seperti saat ini, yang bisa dilakukan adalah menumbuhkan harapan.
Dimulai dengan penangguhan turnamen-turnamen kecil, dunia tenis internasional dikejutkan oleh pembatalan turnamen Indian Wells (12-22 Maret) yang berkategori ATP Masters 1000/WTA Premier Mandatory. Pembatalan dilakukan ketika petenis-petenis bintang, salah satunya Rafael Nadal, telah tiba dan berlatih di tempat pertandingan.
Setelah penangguhan kejuaraan pada berbagai level beberapa kali dimundurkan oleh tiga badan tenis, ATP, WTA, dan ITF, puncak vakumnya kompetisi tenis terjadi dengan dibatalkannya turnamen paling prestisius, Wimbledon. Grand Slam yang seharusnya berlangsung 29 Juni-12 Juli itu untuk pertama kalinya tak diselenggarakan sejak terganggu karena Perang Dunia I (1915-1918) dan Perang Dunia II (1940-1945).
Hingga saat ini, selain Wimbledon, ada 19 turnamen ATP Tour dan 17 WTA Tour yang telah dibatalkan. Ini di luar rangkaian turnamen berlevel lebih rendah, yaitu ATP Challenger, WTA 125K, dan Sirkuit ITF.
Kelanjutan turnamen pun menjadi pertanyaan meski dua Grand Slam lainnya dipastikan akan berlangsung oleh panitia masing-masing.
Federasi Tenis Perancis (FFT) mengganti jadwal Perancis Terbuka dari 24 Mei-7 Juni menjadi 20 September-4 Oktober. Adapun Asosiasi Tenis Amerika Serikat (USTA), sesaat setelah dibatalkannya Wimbledon, menyatakan, AS Terbuka akan berlangsung sesuai jadwal, 31 Agustus-13 September.
Namun, penularan yang terus terjadi dan dengan belum ditemukannya vaksin untuk menyembuhkan korona, memunculkan keraguan persaingan petenis-petenis top dunia tak dapat terjadi lagi pada tahun ini.
”Saya pikir, mengatakan bahwa kemungkinan tidak akan ada lagi turnamen tenis pada tahun ini cukup realistis,” kata Kepala Eksekutif All England Club Richard Lewis, yang merupakan panitia Wimbledon.
Pendapat serupa disampaikan juara tunggal putri Wimbledon 2006, Amelie Mauresmo, dan Kepala Eksekutif Tennis Australia Craig Tiley. Mauresmo mengatakan, selama vaksin belum ditemukan, maka tak akan ada tenis.
”Menurut saya, bisa menggulirkan kembali kejuaraan tenis pada tahun ini adalah pekerjaan berat, apalagi dengan kondisi masih banyak pembatasan perjalanan secara global,” ujar Tiley yang merupakan ketua panitia penyelenggara Australia Terbuka dalam Sydney Morning Herald.
Promotor dan agen olahraga terkenal di AS, Donald Dell, bahkan menyatakan keraguannya sesaat setelah Indian Wells dibatalkan. ”Saat Indian Wells dibatalkan, ini menjadi tanda betapa seriusnya situasi ini,” kata Dell dalam New York Times.
Keraguan tersebut bukan tanpa alasan. Dua negara penyelenggara Grand Slam tersisa, yaitu AS dan Perancis, berada pada peringkat 10 besar negara dengan jumlah positif Covid-19 terbanyak. AS, bahkan, menempati urutan teratas dengan jumlah terinfeksi 245.000 orang hingga Jumat.
Selain itu, pada saat ini, banyak fasilitas olahraga yang dialih fungsikan menjadi pusat layanan kesehatan di tengah pandemi. Salah satunya adalah Flushing Meadows, New York, tempat diselenggarakannya AS Terbuka.
Keselamatan orang-orang yang terlibat dalam turnamen juga menjadi bahan pertanyaan kalaupun penularan virus mereda. ”Apakah orang yang datang terjamin keselamatannya ketika turnamen kembali digelar?” kata Mauresmo.
Keraguan Mauresmo itu ditanggapi oleh mantan petenis putra nomor satu dunia, Boris Becker. ”Kita harus menghentikan kesuraman ini. Tenis akan berlangsung kembali pada tahun ini,” kata mantan petenis Jerman itu.
Presiden Federasi Tenis Spanyol Miguel Diaz bahkan yakin persaingan para petenis akan kembali berlangsung pada kuartal terakhir 2020. ”Diselenggarakan dengan atau tanpa penonton, tenis akan kembali pada tahun ini,” ujar Diaz.
Meski benaknya dipenuhi keraguan, Lewis memiliki harapan lain. ”Saya ingin berpikir bahwa semuanya bisa membaik agar turnamen bisa kembali digelar. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi,” katanya. (AFP/REUTERS)