Pembatasan sosial meniadakan kegiatan-kegiatan, termasuk seni budaya, di masyarakat yang selama ini mempererat ikatan sosial antarwarga. Menggelar kegiatan-kegiatan itu secara daring mengisi kembali ikatan sosial itu.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Perjumpaan dengan teman, rekan kerja, ataupun orang lain yang mempunyai kepentingan sama menggunakan aplikasi teknologi komunikasi menjadi momen yang menyenangkan saat ini. Paling tidak, sejenak bisa keluar dari keterisolasian sosial akibat pandemi Covid-19 ini.
Meski tidak benar-benar terisolasi secara sosial, karena pembatasan dan jarak sosial disepakati sebagai langkah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, “terkurung” di rumah dalam waktu lama bisa menggerus ketahanan manusia sebagai makhluk sosial. Interaksi dengan orang lain, selain keluarga, memanusiakan manusia.
Perjumpaan dan juga kegiatan bersama, dalam berbagai bentuk, memperkuat ikatan sosial di masyarakat. Karena itu, ketika kegiatan-kegiatan tersebut tidak bisa dilakukan lagi, berinteraksi di dunia maya pun menjadi pilihan. Interaksi di dunia maya yang selama ini “dituding” bisa membuat penggunanya menjadi anti sosial, kini justru menjadi andalan.
Interaksi di dunia maya yang selama ini “dituding” bisa membuat penggunanya menjadi anti sosial, kini justru menjadi andalan.
Kemunculan kampanye Until Tomorrow Challenge dengan hastag #untiltomorrow yang mendunia, misalnya, merupakan salah satu respon pengguna media sosial untuk menciptakan interaksi di antara mereka. Paling tidak, dengan melihat foto-foto lawas, lucu, atau “konyol” yang diunggah di laman media sosial dapat mengusir kebosanan akibat pembatasan sosial.
Pembatasan sosial juga memunculkan sejumlah inisiatif untuk menghidupkan kembali pentas budaya yang terhenti saat ini, secara daring. Pada 25-28 Maret 2020 ada Konser #dirumahaja Musisi Indonesia. Mulai Senin (30/3/2020), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar sejumlah kegiatan seni budaya lewat kanal Youtube Budaya Saya”.
Kerinduan masyarakat
Selain menghadirkan pertunjukan seni, program #bahagiadirumah bersama seniman ini juga menghadirkan kelas pelajaran daring tentang seni tari, seni visual, hingga produksi film yang disiarkan langsung (live streaming) maupun rekaman dari lokasi masing-masing seniman. Bukan sekadar ajang berkarya para seniman, program ini juga mengobati kerinduan masyarakat akan kegiatan seni budaya.
“Alhamdulillah mengobati kangen dengan kegiatan budaya seperti ini yang jarang sekali ada saat ini,” akun bernama Guntur Firdaus menuliskan dalam live chat saat siaran langsung Masterclass Koreografi Tari oleh seniman Eko Supriyanto di kanal Youtube Budaya Saya pada Senin. Eko menjelaskan tentang pertunjukan tari untuk Festival Jailolo, disertai cuplikan tarian yang ditampilkan oleh warga Halmahera Barat, Maluku Utara binaan Eko saat festival tersebut.
Pada jam berbeda, konser musik Dody Bagus N #Friends dari Yogyakarta menampilkan tiga lagu, yaitu Bumi Jangan Menangis, Di Rumah Aja, dan Sang Penjaga. Dengan lagu-lagu itu, Dody dan lima anggota grup musiknya mengajak masyarakat bahagia meski di rumah saja. “Woooo… lagunya pas bingit untuk memberi spirit,” tulis akun bernama Aud Orbul dalam live chat konser tersebut.
Siaran langsung Dongeng Pagi Kak Aio pada Senin menjadi tontonan keluarga. Akun bernama Zia Fauziah menuliskan dalam live chat siaran langsung tersebut bahwa dia menyimak dongeng Kak Aio bersama tiga keponakannya. Saat itu Kak Aio dari komunitas Ayo Dongeng Indonesia mendongeng cerita si Kancil dan Ketimun.
Pertunjukan seni budaya di kanal Youtube Budaya Saya juga menjadi ajang pertemuan dan media komunikasi antar seniman. Saat siaran langsung Masterclass Koreografi Tari II oleh Eko Supriyanto, Kamis (2/4), penari Didik Nini Thowok menuliskan dalam live chat, “Aku nonton Mas” yang disambut sapaan dari Eko untuk Didik.
Gerakan global
Menghidupkan kegiatan budaya secara daring menjadi gerakan global di tengah pandemi Covid-19. Di Roma, misalnya, Festival Film Alice nella Città yang diproduksi oleh Associazione Culturale Playtown Roma meluncurkan inisiatif #Cinemadacasa untuk “membawa” film-film baru ke rumah-rumah penduduk. Setiap pukul 22.00 waktu setempat, sekuens dan gambar dari beragam film yang bernada positif diproyeksikan pada fasad bangunan di seluruh kota.
Penduduk Kota Roma juga dapat berpartisipasi aktif dalam cara pemrograman film ini dengan memproyeksikan urutan dan adegan film favorit mereka dari jendela dan balkon apartemen mereka. Permintaan proyeksi film juga dapat dilakukan melalui media sosial. Dalam laman Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) disebutkan bahwa inisiatif ini menginspirasi sejumlah kota lain di Italia dan juga di luar Italia.
Dengan pemutaran film yang diproyeksikan ke fasad bangunan tersebut Kota Roma yang sepi karena penguncian wilayah (lock down) pun hidup kembali. Warga berdiri di jendela dan balkon apartemen mereka masing-masing menikmati film-film tersebut sekaligus “berjumpa” dengan warga lainnya di Kota Film Dunia tersebut. Tahun 2015, UNESCO menetapkan Roma sebagai Kota Film Dunia.
Lebih dari itu, aktivitas dan juga kegiatan seni budaya yang disebarluaskan menggunakan teknologi komunikasi tersebut mengisi kembali dan memperkuat ikatan sosial di antara warga yang melonggar karena pembatasan sosial. Dalam situasi saat ini, budaya dan kreativitas menjadi lebih penting bagi kehidupan daripada sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dukungan sosial seperti ini berpengaruh baik pada kesehatan mental.
Seperti kata Eko saat siaran langsung Masterclass Koreografi Tari II, “Kita harus tetap optimistis, yakin bahwa wabah ini akan segera berakhir, dan kita akan move on lagi.”