Pembatasan Sosial di Banyuwangi Semakin Diperketat
›
Pembatasan Sosial di...
Iklan
Pembatasan Sosial di Banyuwangi Semakin Diperketat
Hingga saat ini, Pemerintah Banyuwangi belum mengeluarkan surat resmi terkait pembatasan sosial berskala besar di Banyuwangi. Namun, surat edaran terbaru Bupati Banyuwangi makin mempertegas aturan berkumpul malam hari.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Hingga saat ini, Pemerintah Daerah Banyuwangi belum mengeluarkan surat atau keputusan resmi terkait pembatasan sosial berskala besar di Banyuwangi. Namun, dalam surat edaran terbaru, Bupati Banyuwangi semakin mempertegas aturan berkumpul pada malam hari.
Sejak pembatasan sosial dimulai pertengahan Maret, Banyuwangi hanya lebih sepi pada pagi-siang hari karena anak sekolah dan pekerja diimbau untuk tetap di rumah. Akan tetapi, sore hari Banyuwangi kembali ramai seperti biasanya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam surat edaran yang diterbitkan Kamis (2/4/2020) mengizinkan pemerintahan desa atau kelurahan menerapkan karantina wilayah. Kegiatan yang melibatkan banyak orang, termasuk peribadatan, juga dibatasi secara ketat.
”Pusat perbelanjaan dan pasar modern masih bisa buka pukul 10.00 hingga 18.00. Kendati buka, mereka tetap harus menerapkan protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan di pintu-pintu masuk,” ujar Anas, Sabtu.
Anas mengakui, kerumunan warga di pagi hari sudah mulai berkurang seiring dengan kebijakan sekolah dan bekerja dari rumah. Namun, pada sore hingga malam hari masih sering dijumpai warga berkumpul di sejumlah tempat.
Pusat perbelanjaan dan pasar modern masih bisa buka pukul 10.00 hingga 18.00. Kendati buka, mereka tetap harus menerapkan protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan di pintu-pintu masuk.
Sejak Sabtu, 28 Maret, polisi dan sejumlah petugas satpol PP telah melarang warga berkumpul di sejumlah lokasi pada malam hari. Beberapa tempat yang dibatasi aksesnya antara lain Taman Sritanjung dan Taman Blambangan.
Selain pembatasan kerumunan warga, Anas juga memperketat sejumlah pintu keluar masuk Banyuwangi. Ia mengimbau penyedia jasa layanan transportasi tidak menurunkan penumpang tujuan Banyuwangi yang tidak disertai identitas domisili Banyuwangi.
”Warga dari luar kota atau luar negeri wajib melapor ke RT/RW, desa, dan puskesmas setempat. Mereka juga harus melakukan karantina diri selama 14 hari. Kalau mereka tidak mau melaporkan, silakan tetangganya yang mengetahui untuk melaporkan kepada kami. Puskesmas dan perangkat desa boleh melakukan intervensi pemeriksaan,” tuturnya.
Mulai resah
Saat ini, sejumlah warga mulai resah dengan kedatangan tamu ataupun perantau yang kembali ke kampung. Tak sedikit dari mereka yang datang dari luar kota enggan melakukan karantina diri.
Hal itu dialami Imron, warga Banyuwangi yang tinggal di Kelurahan Karangrejo. Ia menceritakan, saudara jauh istrinya datang dari Jakarta ke Banyuwangi bersama keluarganya. Namun, sejak kedatangannya ke Banyuwangi, tamu dari Jakarta tersebut tidak mengisolasi diri dan justru mengunjungi sejumlah keluarganya di Banyuwangi.
”Saya sudah coba menghubungi call center 112 dan disarankan menghubungi puskesmas. Saat saya hubungi puskesmas, petugas dari puskesmas menyarankan agar tamu dari Jakarta tersebut datang untuk memeriksakan diri ke puskesmas. Masalahnya, orang ini tidak mau dan tidak sadar diri untuk memeriksakan kesehatannya,” ujarnya.
Dalam kondisi seperti ini, kesadaran warga untuk saling menjaga kesehatan menjadi sesuatu yang mutlak. Pemerintah daerah harus berani mengambil langkah tegas terhadap warga yang masih abai terhadap kesehatan bersama.