Sidoarjo Belum Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara Penuh
›
Sidoarjo Belum Terapkan...
Iklan
Sidoarjo Belum Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara Penuh
Kendati menjadi daerah dengan jumlah warga terkonfirmasi positif terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo belum menerapkan pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Kendati menjadi daerah dengan jumlah warga terkonfirmasi positif terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo belum menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Salah satu pertimbangannya, kemampuan anggaran untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat yang jumlahnya mencapai 2,3 juta jiwa.
Selain itu, Sidoarjo juga merupakan kawasan industri terbesar di Jatim. Banyak industri dan pabrik penghasil kebutuhan pokok masyarakat hingga alat-alat kesehatan yang saat ini menjadi tulang punggung penanganan pandemi Covid-19. Aktivitas pabrik ini harus tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin, Sabtu (4/4/2020), mengatakan, meski belum memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Pemkab Sidoarjo sudah menerapkan tanggap darurat penyebaran Covid-19 dengan menerapkan pembatasan sosial dan pembatasan fisik. Pemkab juga menerapkan kebijakan kegiatan belajar di rumah yang pelaksanaannya diperpanjang hingga 21 April serta mengurangi jam kerja aparatur sipil negara.
Selain itu, pemkab juga menutup sementara tempat wisata dan tempat hiburan malam karena berpotensi menjadi pusat penyebaran virus korona galur baru atau virus SARS-CoV-2. Kebijakan meliburkan pekerja di sektor swasta sifatnya hanya imbauan dan keputusan diserahkan kepada perusahaan masing-masing.
Anggaran ini diprioritaskan untuk penanganan kesehatan dan hal-hal yang terkait dengan kesehatan, penanganan dampak ekonomi untuk menjaga dunia usaha tetap hidup, serta menyediakan jaring pengaman sosial.
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, jumlah positif Covid-19 di Sidoarjo per Jumat, 3 April, sebanyak 14 orang dan jumlah yang meninggal 2 orang. Sidoarjo menempati urutan kedua daerah dengan jumlah positif Covid terbanyak di Jatim setelah Surabaya yang angkanya menembus 77 orang dan jumlah meninggal 4 orang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo Achmad Zaini mengatakan, pihaknya telah mengimplementasikan instruksi Mendagri Nomor 1/2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid-19 dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 114 miliar. Alokasi ini meningkat dari awalnya Rp 30 miliar, kemudian Rp 102 miliar, dan terakhir Rp 114 miliar.
”Anggaran ini diprioritaskan untuk penanganan kesehatan dan hal-hal yang terkait dengan kesehatan, penanganan dampak ekonomi untuk menjaga dunia usaha tetap hidup, serta menyediakan jaring pengaman sosial,” ujar Zaini.
Anggaran penanganan Covid-19 diambilkan dari realokasi pos anggaran di organisasi perangkat daerah karena pos belanja tak terduga (BTT) tidak mencukupi. BTT dialokasikan Rp 10 miliar dan sudah dipakai untuk penanganan bencana banjir di Tanggulangin selama hampir tiga bulan sebesar Rp 3 miliar.
Realokasi anggaran untuk Covid-19 antara lain berasal dari DBHCT Rp 6 miliar, dana insentif daerah Rp 12 miliar, dan pembangunan frontage road (jalan paralel) Rp 60 miliar. Pemkab Sidoarjo juga meniadakan program mudik bareng dan menggeser dananya Rp 754 juta untuk penanganan Covid.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman menyebutkan, penggunaan dana di bidang kesehatan antara lain pemesanan alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD) antara lain masker, sarung tangan, baju hazmat, dan hand sanitizer. APD ini untuk memenuhi kebutuhan 5 rumah sakit rujukan dan 26 puskesmas.
”Dari total barang yang dipesan, baru terpenuhi sekitar 5 persen. Barang langsung didistribusikan masing-masing 20 baju hazmat, 30 boks masker bedah, 50 masker N95, serta 10 liter hand sanitizer,” ucap Syaf.
Zaini menambahkan, untuk jaring pengaman sosial, berdasarkan hitungan sementara, ada 135.000 keluarga yang masuk kelompok rentan terdampak sosial pandemi Covid-19. Mereka akan mendapat paket sembako selama dua bulan. Nilai per paket Rp 150.000 yang berisi 5 kg beras, 2 kg minyak goreng, 2 kg gula pasir, dan mi instan.
”Para penerima jaring pengaman sosial ini didasarkan pada data dari Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu yang mengidentifikasi keluarga prasejahtera. Untuk pengadaan paket sembako ini, dana yang dihabiskan sudah Rp 40 miliar,” tutur Zaini.
Surat edaran di Madiun
Sementara itu, Kabupaten Madiun juga belum menerapkan PSBB. Namun, Bupati Madiun Ahmad Dawami Ragil Saputro telah mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait upaya penanggulangan Covid-19. Pertama, SE Nomor 556/172/402.011/2020 tentang perpanjangan penutupan sementara tempat wisata dan tempat hiburan di Kabupaten Madiun. Penutupan sementara ini berlaku hingga 19 April dan akan dievaluasi kembali sesuai perkembangan situasi.
”Hal itu untuk antisipasi penyebaran Covid di sektor usaha,” ujar Ahmad Dawami.
Berikutnya, SE Nomor 420/13/402.011/2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa tanggap darurat penyebaran Covid-19 di Kabupaten Madiun. Dengan mempertimbangkan perkembangan situasi saat ini, kegiatan pembelajaran di rumah bagi peserta didik diperpanjang pelaksanaannya hingga 19 April.
Selain itu, satuan pendidikan yang berada di dalam kewenangan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun diimbau untuk menyesuaikan dengan tetap memperhatikan perkembangan penyebaran Covid-19.
Bupati Madiun berharap, para pihak terkait memaklumi situasi saat ini dan mematuhi kebijakan pemerintah yang tertuang dalam surat edaran tersebut.