Daerah Diminta Segera Penuhi Ketentuan Pembatasan Sosial
›
Daerah Diminta Segera Penuhi...
Iklan
Daerah Diminta Segera Penuhi Ketentuan Pembatasan Sosial
Setiap kepala daerah diminta segera merampungkan ketentuan untuk mengajukan permohonan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar. Hal itu bertujuan memercepat penanggulangan pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar mendesak dilaksanakan untuk mempercepat upaya penanggulangan dan pencegahan penularan Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona (corona) baru. Untuk itu, setiap kepala daerah diharapkan segera menyelesaikan ketentuan yang dibutuhkan untuk mengajukan permohonan pembatasan tersebut.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/4/2020), menuturkan, kepala daerah yang mengajukan permohonan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kepada Menteri Kesehatan harus menyertakan sejumlah data pendukung. Data itu seperti data peningkatan kasus yang dilengkapi dengan kurva epidemiologi, peta penyebaran kasus, serta data kejadian transmisi lokal dari hasil penyelidikan epidemilogi.
Selain itu, kepala daerah yang mengajukan permohonan PSBB juga harus menyampaikan informasi terkait kesiapan daerah dalam aspek kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasaranan kesehatan, serta operasionalisasi jaringan sosial dan keamanan. Ketentuan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9/2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
”Sebelum PMK tersebut terbit, pemerintah (Provinsi) DKI Jakarta dan (Kabupaten) Fakfak (Papua Barat) sudah mengajukan permohonan PSBB. Namun, karena data yang diperlukan masih kurang dari ketentuan yang diatur sehingga masih perlu dilengkapi,” ujarnya.
Dalam aturan tersebut juga dinyatakan bahwa usulan terkait penetapan PSBB bisa diajukan oleh Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Namun, ketika dikonfirmasi, Doni Monardo, Ketua Pelaksana Gugus Tugas, menyatakan belum memberikan usulan terkait penetapan PSBB di wilayah tertentu.
Sebelum PMK tersebut terbit, pemerintah (Provinsi) DKI Jakarta dan (Kabupaten) Fakfak (Papua Barat) sudah mengajukan permohonan PSBB.
Oscar menambahkan, PSBB akan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam jangka waktu dua hari sejak permohonan diterima dari kepala daerah atau ketua gugus tugas.
”Jadi kita upayakan responsif terhadap usulan ini dan dilaksanakan dengan pertimbang cepat dari tim penetapan. PSBB dilakukan untuk menekan penularan Covid-19 yang semakin meluas,” katanya.
Sebelumnya, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai, pedoman PSBB yang diatur tersebut terlalu rumit, justru memperlambat penanganan penularan Covid-19 di daerah. Kondisi darurat kesehatan masyarakat saat ini membutuhkan langkah cepat sehingga tidak perlu lagi birokrasi menghambat.
”Aturan itu seakan-akan bukan untuk menghadapi pandemi yang sudah menjadi kedaruratan seperti saat ini. Soal data, misalnya, data itu jelas secara rutin sudah dilaporkan oleh daerah, seharusnya tidak perlu lagi aturan yang memperlambat pelaksanaan,” katanya, Sabtu (4/4/2020).
Terus bertambah
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia masih bertambah. Pada 5 April 2020, dilaporkan ada penambahan 181 kasus dari hari sebelumnya sehingga total kasus secara kumulatif menjadi 2.273 kasus. Sementara itu, jumlah kematian saat ini tercatat 164 kasus.
Menurut dia, penambahan kasus ini menandakan terjadi penularan dari orang yang terinfeksi, tetapi tak menunjukkan gejala penyakit. Hal ini juga yang menunjukkan ketidakdisiplinan warga menjalankan prinsip jaga jarak dalam komunikasi sosial. Penggunaan masker pun kini diwajibkan, terutama bagi masyarkat yang terpaksa beraktivitas di luar rumah.
Yurianto mengatakan, keberadaan orang tanpa gejala Covid-19 menjadi sumber penularan yang harus diwaspadai oleh masyarakat. Untuk itu, penemuan kasus harus semakin gencar dilakukan agar kasus tersebut bisa segera diisolasi agar risiko penularan bisa dibatasi.
”Per 5 April ini, kami sudah lakukan pemeriksaan (metode tes PCR/polymerase chain reaction) pada 9.712 warga yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik dari pusat maupun daerah. Pemeriksaan ini penting untuk menegakkan diagnose Covid-19,” tuturnya.
Terkait dengan pengadaan alat tes PCR, Indonesia telah menerima bantuan tambahan 50.000 alat dari LG Group di Korea Selatan. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, bantuan tersebut telah diterima melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Meski begitu, ia tidak menjelaskan teknis distribusi dari alat PCR tersebut.
Selain kebutuhan alat tes PCR, penambahan jumlah ruang isolasi dan ventilator atau alat bantu napas bagi pasien Covid-19 sangat dibutuhkan. Merujuk pada Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehtan (ASPAK) per 24 Mareti 2020, jumlah ventilator di Indonesia 8.158 mesin. Sementara itu, jumlah ruang isolasi yang tersedia di 132 rumah sakit rujukan Covid-19 sebanyak 1.925 tempat tidur.
Kebutuhan ruang isolasi dan mesin ventilator ini juga perlu ditambahkan di Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan nasional penanganan Covid-19. Menurut Direktur RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril, jumlah ruang isolasi dan mesin ventilator harus diperbanyak karena pasien yang dirawat pun kian bertambah.
Pada 5 April 2020, ada 26 pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. Sebanyak 14 pasien dirawat dengan status pasien dalam pengawan dan 12 pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Sementara, dari jumlah itu, 22 pasien dirawat di ruang isolasi dan empat pasien dirawat di ruang ICU.
”Sekarang kami memiliki 26 ruang isolasi dan empat mesin ventilator. Kami sudah siapkan penambahan sebanyak 10 ventilator dan 20 ruang isolasi. Sekarang sedang disiapkan,” ucap Syahril.