Demam Berdarah Masih Mengancam Cirebon, Stok Darah Menipis
›
Demam Berdarah Masih Mengancam...
Iklan
Demam Berdarah Masih Mengancam Cirebon, Stok Darah Menipis
Demam berdarah dengue masih mengancam Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, seiring cuaca yang tak menentu. Pada saat yang sama, stok darah Palang Merah Indonesia Cirebon yang kerap dibutuhkan pasien DBD kian menipis.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Demam berdarah dengue masih mengancam Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, seiring cuaca yang tak menentu. Pada saat yang sama, stok darah Palang Merah Indonesia Cirebon yang kerap dibutuhkan pasien DBD kian menipis.
Hingga Maret 2020, Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon mencatat 243 kasus DBD dengan tujuh korban meninggal. Korban terbanyak berasal dari wilayah Plumbon dengan tiga orang meninggal. Pada periode yang sama tahun lalu, tujuh warga juga meninggal karena DBD.
”Kalau melihat tren setiap bulan, harusnya kasus DBD sudah menurun. Tetapi, kalau lihat cuaca yang begini, kadang hujan dan panas. Biasanya, nyamuk Aedes aegypti akan naik lagi ke permukaan,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana, Minggu (5/4/2020) malam, di Cirebon.
Masa puncak kasus DBD biasanya berlangsung mulai pancaroba hingga berakhirnya musim hujan. Tahun lalu, misalnya, kasus DBD melonjak 100-200 kasus per bulan selama Januari hingga Mei. Selama periode itu, korban jiwa 16 orang. Jumlah itu sangat mendominasi korban jiwa sepanjang 2019 yang mencapai 17 orang.
Untuk mengantisipasi kasus DBD, pihaknya sudah membentuk setiap rumah satu juru pemantau jentik (jumantik). Dengan demikian, setiap warga diharapkan menerapkan 3M, yakni menguras dan menutup rapat semua penampungan air serta mengubur atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air.
Program itu, menurut dia, sudah disosialisasikan di 60 puskesmas. Pihaknya juga sangat intens melakukan sosialisasi ke sekolah. ”Yang telat itu deteksi dini. Warga yang terkena DBD merasa baik-baik saja saat demamnya turun dalam lima hari. Padahal, ini siklus pelana kuda. Demam bisa naik lagi hingga hari ketujuh. Jika terlambat ditangani, hal itu bisa menyebabkan kematian,” paparnya.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kertajati Ahmad Faa Izyin mengatakan, musim hujan diperkirakan berlangsung hingga April. ”Bulan ini merupakan masa pancaroba dari musim hujan ke kemarau,” katanya.
Di tengah ancaman DBD, ketersediaan darah di Palang Merah Indonesia Kabupaten Cirebon menipis. Padahal, pasien DBD acap kali membutuhkan darah untuk menaikkan trombositnya.
”Saat ini, stok darah di Cirebon tidak aman untuk semua golongan darah, di bawah 100 labu darah,” ujar Koordinator Pengolahan Donor Darah PMI Kabupaten Cirebon Dedy Setriyadi. Padahal, stok per hari bisa mencapai 1.000 labu darah.
Setiap bulan, kebutuhan darah di kabupaten berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa ini 2.500-3.000 labu darah. Namun, pertengahan bulan lalu, stok yang tersedia hanya 1.500 labu darah. ”Kondisi ini juga terjadi di hampir semua kantor PMI di Indonesia,” lanjutnya.
Menurut Deddy, stok darah yang merosot dipicu diberlakukannya pembatasan sosial atau meminta warga di rumah saja. Kerumunan atau kontak dengan orang lain dapat memicu penyebaran virus korona baru tersebut. Pihaknya pun melakukan jemput bola ke sejumlah instansi, seperti Polresta Cirebon, untuk mencari donor.