Disrupsi di Industri Musik akibat Covid-19
Penyebaran virus korona baru yang melanda banyak negara ikut mengguncang industri musik. Banyak musisi yang membatalkan konsernya.
Pelaku di industri musik mengawali tahun ini dengan pandangan optimistis. Namun, harapan itu memudar sebab wabah virus korona baru pemicu penyakit Covid-19 tak kunjung usai setelah empat bulan berlalu.
Malahan, pandemi Covid-19 menjalar dari China ke 180 negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah kasus terkonfirmasi mencapai 972.303 kasus dan kematian sebanyak 50.322 kasus hingga Jumat (3/4/2020).
Daftar musisi dunia yang telah membatalkan konser terus bertambah. Sebut saja Adam Lambert, Alicia Keys, Billie Eilish, BTS, Elton John, Garth Brooks, Guns N’ Roses, Josh Groban, Justin Bieber, Metallica, Niall Horran, Michael Buble, Pentatonix, Queen, The Rolling Stones, dan masih banyak lagi.
Tidak hanya itu, festival musik lokal dan internasional juga ditunda atau tidak jadi digelar. Pergelaran Coachella 2020 di Amerika Serikat pindah dari April 2020 menjadi Oktober 2020. Adapun Ultra Music Festival di Miami, AS, dan Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, festival South by Southwest (SXSW) 2020 di Austin, AS, dan festival Melbourne International Jazz Festival 2020, Australia, batal digelar.
Salah satu grup musik Indonesia asal Yogyakarta, Grrrl Gang, turut merasakan dampak pembatalan konser akibat Covid-19. Trio ini seharusnya tampil di SXSW 2020.
“Yang paling besar (pembatalan) adalah kami tidak jadi ke Amerika untuk mengikuti SXSW 2020. Pemerintah kota setempat harus membatalkan festival itu jadi kami tidak bisa pergi, padahal semuanya sudah siap dan kami harusnya ke sana tanggal 15 Maret 2020,” kata Angeeta Sentana, vokalis Grrrl Gang, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Yang paling besar (pembatalan) adalah kami tidak jadi ke Amerika untuk mengikuti SXSW 2020. Pemerintah kota setempat harus membatalkan festival itu jadi kami tidak bisa pergi, padahal semuanya sudah siap dan kami harusnya ke sana tanggal 15 Maret 2020.
Beberapa artis di berbagai belahan dunia berusaha mengompensasi pembatalan dengan mengadakan streaming di media sosial secara cuma-cuma. Penyanyi Yungblud dari Inggris melakukan siaran langsung di Youtube selama satu jam lebih, DJ Diplo dari AS secara teratur tampil di Youtube selama beberapa pekan terakhir, dan grup K-Pop Winner dari Korea Selatan tampil melalui V-Live selama dua jam.
Disrupsi yang muncul akibat pandemi Covid-19 ke pertunjukan langsung tentu dapat dikompensasi dengan layanan streaming lain, seperti Spotify dan Apple Music, atau bahkan radio. Namun, sensasinya tentu berbeda bagi penikmat musik ketika menonton pertunjukan langsung.
Promotor konser
Kekecewaan akibat pembatalan konser tidak hanya dirasakan oleh para musisi, tetapi juga promotor konser. Bisnis konser dan festival di seluruh dunia harus menghadapi kenyataan bahwa negara-negara mengimbau pembatasan sosial.
Promotor konser global yang telah mapan, seperti Live Nation dan Anschutz Entertainment Group (AEG), sibuk beradaptasi. Dalam sekejap, mereka harus mengatur siasat untuk menunda pertunjukan, mengembalikan uang tiket lebih dari jutaan penonton atau membekukan pembayaran artis.
Live Nation mencatat, setiap hari setelah 1 April 2020, perusahaan ini kehilangan pendapatan sebesar 30,3 juta dollar AS. Harga saham Live Nation juga telah turun setengah sehingga kehilangan nilai pasar hingga 9 miliar dollar AS.
Sementara itu, promotor indie harus berjuang lebih keras karena tetap membayar tagihan di tengah keterbatasan sumber daya dan dana. Apalagi, jika wabah selesai dan konser berlanjut, mereka harus menegosiasikan ulang kontrak dengan vendor dan sponsor.
“Banyak uang dibekukan akibat penundaan konser, dana yang tersedia sebelumnya bisa memesan 20 hari pertunjukan per bulan, tetapi sekarang hanya bisa membayar deposit untuk lima pertunjukan,” kata Managing Partner Heard Presents Steve Sternschein di Austin, yang juga terdampak pembatalan festival SXSW 2020.
Namun, dampak buruk lain dari pembatalan konser di dunia bagi promotor konser adalah pemutusan kerja. Seminggu setelah Live Nation dan AEG membatalkan pertunjukan, misalnya, Cirque du Soleil dan Feld Entertainment memutuskan kontrak lebih dari 6.000 pekerja. Saat ini tidak ada lapangan kerja terbuka dalam sektor ini.
“Tidak ada peluang untuk bekerja. Orang yang kehilangan pekerjaan tidak akan dapat menemukan pekerjaan di tempat lain,” ujar CEO Another Planet Entertainment Gregg Perloff, promotor konser indie di California.
Untuk saat ini, promotor konser indie bergantung pada dana dari penonton yang telah dibayar untuk tiket pertunjukan yang ditunda. Promotor memiliki hak untuk menunda pertunjukan tanpa melakukan pengembalian dana.
Pihak lain
Dampak Covid-19 juga menjalar ke para vendor yang terlibat dalam industri musik. Pihak-pihak, seperti manajer, pencari bakat, fotografer, desainer pencahayaan, bahkan penyedia katering, ikut terkena imbasnya.
Desainer pencahayaan, Kelly Ostrander, mengatakan, jadwalnya untuk bekerja dari penuh menjadi kosong akibat pembatalan konser dan festival musik, termasuk SXSW pada Maret 2020. Ia seharusnya dapat menghasilkan 450 dollar AS untuk 10 hari kerja selama festival itu berlangsung.
“Ketika akan ada acara, kami biasanya mendapatkan pesan teks (dari penyelenggara), tetapi seminggu ini saya mulai berhenti menerima pesan. Itu agak menakutkan. Sekarang saya sedang melamar pekerjaan di Walmart,” katanya.
Sementara itu, pemilik Ta-Da! Catering, Shelleylyn Brandler, mengalami kerugian besar akibat pembatalan konser. Mereka seharusnya menyuplai makanan untuk berbagai acara besar, seperti Coachella dan Stagecoach Festival serta beberapa acara olahraga dan seni besar pada tahun ini.
“Kami awalnya memiliki tahun yang sangat sibuk. Kami bahkan telah dipesan satu tahun sebelumnya. Dalam 48 jam, jadwal kami untuk dua hingga tiga minggu ke depan hilang,” ujar Brandler.
Brandler melanjutkan, untuk Coachella, mereka biasanya menyewa tenaga sekitar 200 tenaga lepas setiap tahun. Namun, hal itu menjadi mustahil karena penundaan konser. Para tenaga lepas itu kini kebingungan untuk mencari uang tambahan.
Industri musik adalah bisnis kebahagiaan yang mencakup tak hanya musisi dan karyanya, tetapi juga sektor-sektor terkait lain. Tentu saja, dampak pandemi Covid-19 ini akan dirasakan banyak pihak yang bergelut dalam industri ini. Semoga industri musik akan bangkit kembali ketika pandemi Covid-19 ini berakhir, entah kapan. (BILLBOARD)