Kurang lebih sepekan penayangan musim keduanya, serial Kingdom ditonton jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·4 menit baca
Menonton serial Kingdom di musim kedua pada platform tayangan film streaming Netflix hari-hari ini rasanya ngeri-ngeri sedap. Nuansa dan rasanya seolah terkoneksi dengan kondisi dan situasi yang terjadi di dunia nyata, walau tentu saja tidak bisa dikatakan persis.
Di dunia nyata sekarang kemanusiaan tengah diuji. Pandemi Covid-19 secara global melumpuhkan nyaris seluruh sektor kehidupan manusia. Belum lagi korban jiwa berjatuhan. Mengutip situswww.worldometers.info/coronavirus, jumlah korban jiwa sudah hampir mencapai 60.000 jiwa per Sabtu (4/4/2020).
Perasaan seolah relate atau terkoneksi boleh jadi memang dipicu latar cerita Kingdom sendiri. Film seri diadaptasi serial komik web Burning Hell Shinui Nara karya Kim Eun-hee (penulis) dan Yang Kyung-il (ilustrator) bercerita soal krisis kemanusiaan akibat berjangkitnya wabah misterius.
Selain bercerita tentang wabah mengerikan, alur cerita juga dibumbui kisah-kisah dan intrik politik di kerajaan.
Wabah mengerikan, yang dapat mengubah orang menjadi mayat hidup pemakan sesama manusia. Latar ceritanya terjadi di salah satu periode pemerintahan sebuah kerajaan masa lalu di Korea Selatan, era Kerajaan Joseon (1392-1910).
Musim kedua Kingdom ditayangkan perdana 13 Maret 2020 di jejaring platform menonton film streaming berbayar, Netflix. Selain bercerita tentang wabah mengerikan, alur cerita juga dibumbui kisah-kisah dan intrik politik di kerajaan, yang digambarkan tengah terbelah secara internal.
Secara garis besar sang putra mahkota Lee Chang (Ju Ji-hoon) digambarkan sebagai sosok calon raja potensial yang peduli pada nasib rakyatnya. Sayangnya, dia terlahir dari garis keturunan seorang selir sehingga sejumlah kalangan mempertanyakan kelaikannya.
Putra mahkota Lee juga difitnah telah berkhianat dan dikejar-kejar untuk dieksekusi. Dalam pelariannya dia ditemani sang pengawal setia Moo-Young (Kim Sang-ho). Dalam pelariannya sang pangeran juga bertemu tabib perempuan cerdas Seo-Bi (Bae Doo-na), dan seorang jago tembak misterius Young-Shin (Kim Sung-kyu).
Sang putra mahkota harus bersaing dengan permaisuri (Kim Hye-jun) dan ayahnya, mertua sang raja, Jo Hak-joo (Ryoo Seung-ryong). Keduanya sangat ambisius dan ingin merebut takhta. Sementara keberadaan sang raja sendiri sangat misterius, yang berdampak pada gonjang-ganjing di kerajaan sendiri.
Kisah atau genre film horor thriller bertema zombi bukan hal baru di dunia perfilman, termasuk di ”Negeri Ginseng”. Sebelumnya ada film Train to Busan (2016) garapan sutradara Yeon Sang-ho, yang masuk box office, dengan pendapatan sekitar 2 juta dollar AS.
Asal-usul
Pada musim pertama cerita berfokus pada kemunculan dan menggilanya wabah zombi. Sementara di musim kedua ini duet sutradara Kim Sung-hoon dan Park In-jae, serta penulis naskah Kim Eun-hee, berfokus pada asal-muasal wabah serta bagaimana para tokoh utama mencoba menyikapinya.
Kolaborasi dua sutradara dalam satu film serial sebetulnya terbilang jarang dilakukan di industri film televisi di Korsel. Kim sendiri menyutradarai sepenuhnya musim pertama dan satu episode transisi di musim kedua untuk kemudian dilanjutkan di episode kedua hingga keenam, yang digarap cantik Park.
Menurut sang penulis naskah, Kim Eun-hee, di musim kedua lebih berkisah pada masalah ”darah”. Bukan hanya darah dalam artian cerita yang berdarah-darah dipenuhi aksi peperangan, baik di antara sesama manusia maupun melawan zombi, melainkan juga terkait konteks perebutan kekuasaan antar-”darah keturunan” di dinasti.
”Para penonton juga akan menyaksikan bagaimana kesengsaraan dan kelaparan hebat yang dialami rakyat akibat perebutan dan upaya mempertahankan kekuasaan di antara pemilik garis keturunan kerajaan. Sementara rakyat dan kerajaan juga masih harus menghadapi wabah zombi yang mengerikan dan nyaris tak terbendung,” ujarnya.
Serial ini memberikan pengalaman baru bagi penggemar konten-konten Korea.
Kisah tentang asal-muasal wabah zombi secara umum kerap diceritakan dengan banyak versi. Mulai dari virus atau mikroorganisme misterius yang tiba-tiba mengganas tak terkontrol menginfeksi manusia. Ada juga bahan kimia X, intervensi makhluk alien, atau eksperimen superrahasia pemerintah yang gagal.
Secara sinematografi film serial Kingdom tak pernah luput membuat kagum para penontonnya lantaran penggambaran rinci yang disajikan. Mulai dari arsitektur bangunan kerajaan hingga penggambaran betapa kumuhnya kehidupan dan perkampungan tempat tinggal rakyat jelata di masa itu.
Penggambaran rinci yang juga tak kalah menakjubkan tampak pada kostum, mulai dari kalangan kerajaan, kaum bangsawan, hingga rakyat jelata. Juga perhiasan, pernak-pernik, persenjataan, perkakas, hingga kebiasaan, kepercayaan, dan adat istiadat serta ritual yang berlaku pada masa itu. Semua digarap detail dan sangat meyakinkan.
Menurut data Netflix, penggarapan proses pembuatan filmnya pun tergambar sangat serius dan kolosal. Aksi laga pertempuran antara manusia sehat dan zombi bahkan sampai melibatkan lebih dari 850 praktisi bela diri, 1.300 pemeran zombi, dan 3.000 pemain figuran.
Pada musim pertama serial Kingdom diluncurkan dan tayang di 190 negara serta dialihbahasakan ke dalam 27 bahasa. Pada sejumlah negara tertentu serial ini juga disulihsuarakan.
Menurut Minyoung Kim, Vice President of Content, Korea, Netflix, kurang lebih sepekan penayangan musim keduanya, serial ini ditonton jutaan orang di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
”Serial ini memberikan pengalaman baru bagi penggemar konten-konten Korea. Selain itu, serial ini juga mengombinasikan banyak hal, mulai dari penulisan naskah yang kuat, performa terbaik dari para aktor, dan juga alur cerita yang menarik,” tambahnya.